SOLOPOS.COM - Pemimpin Redaksi Solopos, Rini Yustiningsih (kiri) memberikan pertanyaan kepada narasumber saat memandu Talkshow Hari Kartini 2024 di Ballroom 2 Alila Hotel Solo, Kamis (18/4/2024).(Solopos.com/Joseph Howi Widodo)

Solopos.com, SOLO — Bagi perempuan pendidikan tidak hanya penting untuk diri mereka sendiri, tetapi juga keluarga dan masyarakat. Perempuan memiliki peran menjadi pendidik pertama bagi anak di keluarganya.

Saat ini kesempatan perempuan untuk menempuh pendidikan tinggi makin lebar. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), partisipasi tingkat perguruan tinggi di usia 19 tahun hingga 24 tahun didominasi oleh perempuan walaupun masih ada keterbatasan akses.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berkaitan dengan hal itu, ada pernyataan menarik dari James Emmanuel Kwegyir-Aggrey, guru dan misionaris Afrika-Amerika, tentang korelasi pendidikan dan perempuan, “Jika Anda mendidik seorang pria, Anda mendidik seorang individu, tetapi jika Anda mendidik seorang perempuan, Anda mendidik keluarga (bangsa).”

VP Marketing Communication PT Pegadaian, Khoriyah Dwi Putranti, menilai perempuan memang tidak bisa lepas dari budaya patriarki yang melekat di masyarakat. Porsi perempuan, lanjutnya, biasanya di bawah posisi laki-laki.

Ekspedisi Mudik 2024

Seperti halnya dalam leadership, ada perbedaan penilaian terhadap pemimpin perempuan karena biasanya sosok pemimpin lekat dengan peran laki-laki. Oleh sebab itu, Khoriyah menyebut perempuan harus memiliki keberanian.

“Kita tidak boleh terjebak terhadap sistem ini, selama benar dan tidak melanggar aturan dan norma, ya sudah go! Perempuan harus siap menjadi agen perubahan,” ujarnya dalam talkshow offline spesial Hari Kartini 2024 yang mengusung tema Inspiring Women: Berkarya Menembus Batas di Ballroom 2 Hotel Alila Solo, Kamis (18/4/2024).

Talkshow yang menghadirkan enam perempuan inspiratif tersebut digelar Solopos Media Group (SMG) bersama Alila Solo yang didukung oleh Pegadaian.

Menurut Khoriyah, perempuan bisa lebih mengembangkan potensi dan talenta yang mereka miliki. Seperti di Pegadaian yang membuka kesempatan bagi perempuan untuk berkarya. Hal ini, bisa dilakukan dengam cara memberikan peluang kepada perempuan untuk mengambil kesempatan tersebut.

Pegiat Sosial dan Ketua Umum Gen Nesia, Diah Warih Anjari, menilai perempuan perlu diberikan akses terhadap pendampingan dan pendidikan. Cara mengubah stigma perempuan, menurutnya, bisa dilakukan dengan memberikan pemahaman secara bertahap.

Berangkat dari pengalamannya, Dian mengaku tidak ingin para perempuan tidak bisa menggali potensi maksimal yang mereka miliki. Dian berkisah karena keterbatasan ekonomi, dirinya tidak mampu mengenyam pendidikan tinggi.

Dian yang hanya lulusan SMA ini bertekad memberikan kesempatan kepada perempuan lain yang membuatnya terjun ke dunia kewirausahaan dan sosial. “Jangan takut bagi perempuan yang tidak mengenyam pendidikan tinggi, kita punya tekad,” tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Prof. Dr. Intiyas Utami, S.E., M.Si., Ak., menjelaskan banyak faktor yang menyebabkan terbatasnya akses perempuan terhadap pendidikan. Bukan soal kemauan, lanjutnya, kurangnya akses pendidikan bisa dipicu karena ada daerah tertentu yang belum terjangkau oleh fasilitas pendidikan.

“Karena itulah tugas kami dari bidang pendidikan ini untuk melakukan gerakan-gerakan. Misalnya saja program di kementerian atau kampus yang sifatnya mendampingi masyarakat, yang utama wanita dan anak-anak di daerah terluar,” kata Intiyas.

Sebagai perguruan tinggi terkemuka, Intiyas mengaku UKSW mempunyai layanan di seluruh Indonesia. Kehadiran mahasiswa seluruh Indonesia di UKSW, menurut Intityas, bisa memberikan inspirasi dan menjadi agen perubahan di daerah asal mereka kelak.

Sementara itu, Ketua DPD Perkumpulan Perempuan Pemimpin Indonesia Jateng, Endang Tri K. Sukarso, S.E., M.M., menyebut salah satu tantangan di sektor pendidikan adalah penerapan fasilitas dari pemerintah yang belum maksimal. Endang juga menyebut tingkat buta huruf di daerah juga harus diperhatikan.

Endang menguraikan tingkat buta huruf pada perempuan tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Pada perempuan berusia di atas 15 tahun tingkat buta huruf tercatat sebesar 4,74% sementara pada laki-laki di usia yang sama sebesar 2,58%.

“Ini yang membuat kita harus bekerja keras yang saya aplikasikan ke dunia perusahaan dan membuat terobosan di perusahaan saya. Dulunya perusahaan yang sangat konvensional tetapi harus bisa menjadi profesional. Sementara dengan 6.000 karyawan yang kalau di Jawa itu ada budaya ewuh pekewuh,” kata dia.

Oleh sebab itu, pihaknya menyelenggarakan pelatihan agar mampu mengembangkan skill dan tidak ada benturan gender.

Berlangsung hangat dan akrab, talkshow spesial Hari Kartini 2024 dipandu oleh MC, Marketing Communications Manager Alila Solo Happy Mayorita. Sedangkan Pemimpin Redaksi & Chief Operating Officer (COO) Solopos Media Group, Rini Yustiningsih bertindak memandu jalannya diskusi selaku host.

Ada dua sesi pembuka dalam gelar wicara tersebut, yaitu pengenalan produk layanan baru, My Alila Solo, oleh manajemen Alila Solo serta edukasi dan demo perempuan berkain yang disampaikan Manajer Pisalin, Nina Andriyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya