SOLOPOS.COM - Ratusan buruh dari berbagai organisasi serikat pekerja saat menggelar pawai di depan Kantor Gubernur Jateng, Rabu (10/11/2021). (Istimewa/KSPI Jateng)

Solopos.com, KUDUS  —  Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menjadi salah satu daerah favorit atau tujuan para investor. Salah satu daya tarik Jateng adalah memiliki upah minimum yang disebut-sebut cukup kompetitif. Seperti diberitakan Solopos.com sebelumnya, salah satu investor asal Korea Selatan menilai bahwa Jateng memiliki sederet daya tarik untuk menjadi daerah investasi dan salah satu faktor menariknya adalah upah.

Diketahui bahwa upah minimum regional (UMR) atau upah minimum provinsi (UMP) di Jateng saat ini adalah Rp1.798.979. Angka itu menjadi yang terendah kedua, di atas UMP 2021 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berada di angka Rp1.765.000. Kondisi ini membuat para buruh di Jateng beramai-ramai menuntut kenaikan UMP pada 2022 mendatang agar setara dengan daerah tujuan investor lain, seperti Jawa Barat dan Jawa Timur.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Melihat reaksi para buruh di Jateng yang beramai-ramai meminta kenaikan UMP, timbul sebuah pertanyaan terkait seberapa kurangnya kesejahteraan para buruh di Jawa Tengah dengan upah yang diterima saat ini sesuai dengan standar yang ditetapkan? Dihimpun dari berbagai sumber, ada beberapa kisah para buruh yang menggambarkan kurangnya kesejahteraan para buruh, khususnya saat masa merebaknya pandemi Covid-19 pada 2020 silam.

Baca Juga: Kawasan Industri Batang Bencana untuk Warga Lokal?

Cerita Para Buruh Pabrik di Jateng  

Dilansir dari Okezone.com, Jumat (12/11/2021), seorang buruh pabrik rokok di PT Norojono, Kudus, Endang Murwati menceritakan bahwa selama masa pandemi, dia hanya dibekali 17 masker untuk digunakan selama bekerja sedangkan menurut kewaspadaannya, 17 masker yang diberikan perusahaan tidak cukup karena dia harus mengganti masker setiap 4 jam sekali dan jika total dia bekerja adalah delapan  jam per hari, minimal dia harus mengganti masker kain sebanyak dua kali. Jika dia harus lembur, berarti Endang harus mengganti masker lebih dari dua kali dalam sehari.

Kewaspadaannya ini membuat Endang harus berinisiatif membeli masker sendiri dengan uang pribadinya. Padahal, keselamatan buruh, khususnya dalam kesehatan di masa pandemi menjadi tanggung jawab manajemen perusahaan di mana dia bekerja. Bersamaan dengan sidak dari Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo saat itu, Endang menerima hadiah berupa uang saku dari gubernur sebanyak Rp500.000

Lalu ada Ayu, seorang buruh salah satu pabrik garmen di Jawa Tengah ini sempat menelan pil pahit karena harus dirumahkan tanpa gaji oleh perusahaan tempat di mana dia bekerja saat pandemi Covid-19 merebak karena menyebabkan menurunnya permintaan garmen. Padahal Ayu adalah seorang orang tua tunggal untuk anak semata wayangnya sehingga kekhawatirannya saat itu adalah bagaimana mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari selama masa dirumahkan.

Baca Juga: Alasan Jateng Jadi Tujuan Investor, Salah Satunya karena Upah Minimum

Ayu mengaku tidak memikirkan biaya sekolah karena anaknya berada di sekolah negeri yang tidak memungut biaya. Namun, Ayu kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari dan kebutuhan lainnya. Hal ini membuat Ayu harus memutar otak untuk memperoleh penghasilan demi bertahan hidup, bahkan Ayu juga menjadi salah satu penerima sbantuan sembako dari pemerintah.

Saat memasuki fase kenormalan baru, pabrik tempat Ayu bekerja kembali beroperasi dan karyawannya mulai diizinkan kembali bekerja di pabrik. Dia bersyukur bisa kembali bekerja meksi upah yang diterimanya sedikit. Ketidakpastian situasi pandemi hingga ketidakmampuan perusahaan untuk memberikan kesejahteraan dalam pekerjaan membuat kelompok rentan keuangan seperti Ayu dan buruh pada umnumnya merasakan dampak yang besar.

Sebelum masa pandemi, kesejahteraan buruh di Jawa Tengah juga dinilai kurang memadai. Salah satu buruh asal Tegal bernama Reza mengaku bahwa upah dia bekerja hanya Rp130.000 per hari jika dia masuk sehari penuh. Jika dia masuk kerja hanya setengah hari, dia hanya dibayar Rp90.000 saja.

Baca Juga: Penataan Pasar Tradisional Konsep Modern di Solo, Bikin Betah Belanja

Kalaupun sedang sakit, perusahaan tidak memberi kompensasi apapun dan jika tidak masuk kerja, otomatis dia tidak mendapatkan upah harian tersebut. Kondisi ini membuat Reza harus hidup di bawah standar kecukupan karena upahnya hanya bisa untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, padahal dia juga masih harus membantu pembiayaan keluarga di kampung halamannya. Dengan upah kerja yang demikian, Reza merasa seakan menjadi budak di era modern ini.

Dijelaskan oleh Ketua Konfederasi Aliansi Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, banyaknya buruh yang mengalami ketidaklayakan hidup karena banyak pelaku usaha yang melanggar peraturan ketenagakerjaan dan tidak ada hukuman yang membuat jera yang diberikan kepada para pelaku industri ini dan justru banyak kasus buruh yang dirugikan dengan adanya PHK hingga dikriminalisasi setelah melakukan orasi atau pelaporan

Sementara itu, dilansir dari Bisnis.com, UMP   Jateng  disebut bakal mengalami kenaikan sebesar 10 persen pada 2022, sehingga nantinya UMP Jateng yang akan diterima buruh sebesar Rp1,979,877. Meskipun begitu, penentuan UMR Jateng 2022 nantinya akan dijadikan acuan sebelum pembahasan upah minimum turunnya, yakni UMK di 35 kabupaten/kota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya