SOLOPOS.COM - Ilustrasi prostitusi. (Solopos.com/Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, SOLO — Kota Solo, Jawa Tengah, memiliki tiga lokalisasi besar di Jawa Tengah. Meski saat ini tempat itu sudah ditutup, citranya masih melekat di ingatan masyarakat.

Dulu, tiga lokalisasi tersebut dilegalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda dan pemerintah praja setempat. Pemerintah praja yang dimaksud yakni baik Keraton Kasunanan Surakarta, serta Pura Mangkunegaran.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Hal itu diungkapkan Ketua Solo Societeit, sebuah komunitas pecinta sejarah Solo, Dani Saptoni. Ketiga lokalisasi tersebut adalah Kratonan, Serengan; seputaran Kestalan, serta kawasan Gilingan.

Baca juga: 5 Lokalisasi Terbesar Jateng, 1 di Solo

Kratonan

Dani mengatakan, lokalisasi di Kratonan, Solo, itu digerakkan oleh seorang muncikari Tionghoa bernama Nyah Jengkel. Kelurahan Kratonan adalah sebuah kelurahan di kecamatan Serengan, Solo.

Kestalan

Kawasan Kestalan, Banjarsari, Solo, juga menjadi salah satu jejak bekas lokalisasi. Sampai saat ini citra negatif di wilayah tersebut masih melekat.

Konon, lokalisasi di gang-gang kecil di belakang kantor RRI itu usianya lebih tua dari Indonesia. Keberadaan lokalisasi ini memiliki cerita yang panjang.

Berbagai cara telah dilakukan Pemerintah Kota Solo untuk membersihkan wilayah tersebut dari pekerja seks komersial (PSK). Akan tetapi, sampai saat ini masih ada beberapa PSK yang terjaring razia di sana, meskipun jumlahnya semakin berkurang. Pemkot Solo berencana menata bekas lokalisasi di Kestalan Solo menjadi objek wisata heritage.

Baca juga: Tak Banyak Orang Tahu, Ternyata Ada 3 Lokalisasi di Solo

Gilingan

Lokalisasi di kwasan Gilinga, Kota Solo, sudah terkenal sejak dulu. Salah satunyaa berada di belakang Terminal Tirtonadi dan utara Stasiun Balapan.

Legal

Menurut Dani, tiga lokalisasi atau tempat prostitusi di Solo itu dulu banyak dikunjungi oleh para prajurit militer pemerintah Hindia Belanda. Sebab banyak di antara prajurit Hindia Belanda itu yang bertugas di Solo tanpa didampingi istrinya. “Konsumen tiga lokalisasi ini para prajurit militer dan pedagang dari luar kota,” papar dia.

Meski demikian tetap ada norma-norma atau aturan hukum yang berlaku. Hal tersebut merujuk buku Pranatan Pasundelan tahun 1858 yang berisi regulasi dalam mengatur prostitusi di Solo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya