SOLOPOS.COM - Asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Gunung Slamet terpantau di kawasan hutan lereng sebelah barat-selatan gunung, Sabtu (21/9/2019). (Antara-Perhutani)

Solopos.com, BREBES — Dalam sejarah peradaban manusia di Jawa, tak sekalipun letusan Gunung Slamet membahayakan penduduk di sekitarnya. Akan tetapi ramalan dari Raja Kediri, Prabu Jayabaya, menyebutkan letusan dashyat Gunung Slamet di masa depan dapat mengakibatkan Pulau Jawa terbelah menjadi dua bagian.

Ramalan Jayabaya

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ahmad Abu Hamid, dosen jurusan Pendidikan Fisika dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), mengatakan ramalan berhubungan dengan tahayul, mitos, kuno, tidak ilmiah, klenik, dan mistik. Akan tetapi saat ini ramalan adalah sisi kehidupan yang nyata dan kehadirannya tidak bisa diabaikan begitu saja.

Dalam artikel bertajuk Ramalan Jayabaya: Apakah dapat Menghambat Pembangunan Pusat Listrik Tenaga Nuklir, Ahmad Abu Hamid menjelaskan ramalan tidak ilmiah karena tidak bisa diuji kebenarannya dengan metode ilmiah. Ramalan lahir dari pengamatan batin yang bersifat spiritual dan tidak kasad mata. Ibu S. Karim (2009) menyebutkan bahwa ramalan dibuat sebagai pemandu dalam kehidupan agar manusia bersikap hati-hati. Hal inilah yang membuat ramalan lekat dengan istilah mitos.

Baca juga: Mitos Gunung Slamet Meletus Bikin Pulau Jawa Terbelah, Benarkah?

Pulau Jawa Terbelah

Sampai saat ini pun di masa yang sudah modern, masih ada sebagian masyarakat Jawa yang mempercayai ramalan, seperti mereka yang tinggal di sekitar Gunung Slamet. Gunung tertinggi di Jawa Tengah ini membentang di lima kabupaten, yaitu Tegal, Brebes, Banyumas, dan Purbalingga.

Masyarakat di lima kabupaten tersebut masih mempercayai ramalan Jayabaya tentang Pulau Jawa yang terbelah menjadi dua akibat bencana tak terduga. Mitos tentang Pulau Jawa Terbelah ini dikaitkan dengan letusan dahsyat Gunung Slamet.

Ramalan Jayabaya berkembang menjadi mitos di masyarakat yang dipegang sebagai acuan mencari jawaban. Ramalan ini memiliki keluwesan, sehingga cocok dengan segala zaman.

Oleh sebab itu banyak sekali ramalan Jayaba yang telah terbukti kebenarannya. Meskipun ada juga yang belum terbukti, termasuk mitos Pulau Jawa Terbelah akibat letusan dahsyat Gunung Slamet.

Baca juga: Pulau Jawa Bakal Terbelah Lagi?

Catatan Erupsi Gunung Slamet

Berdasarkan catatan vulkanologi yang dikuti dari vsi.esdm.go.id, Selasa (23/11/2021), awal meletusnya Gunung Slamet terjadi pada 11-12 Agustus 1772. Letusan ini menghasilkan aliran lava hingga hujan abu vulkanik.

Letusan besar Gunung Slamet yang juga menghasilkan aliran lava dan hujan abu terjadi kembali pada 1930, 1932, 1953, 1955, , 1958, 1973, dan 1988. Selain itu, aktivitas vulkanologi gunung ini hanya berupa peningkatan aktivitas yang diikuti dengan semburan abu, dentuman suara hingga kegempaan.

Berdasarkan analisis vulkanologis sepanjang catatan sejarah, karakter letusan Gunung Slamet adalah letusan abu yang disertai dengan lontaran sekoria atau batu pijar dan kadang mengeluarkan lava pijar.

Letusan ini berlangsung beberapa hari, bahkan bisa beberapa minggu jika dalam kondisi parah. Letusan tersebut membuat kawah gunung menjadi makin melebar akibat material vulkanik yang mengendap.

Baca juga: 5 Geopark Indonesia Diakui UNESCO, 1 di Wonogiri Gaes

Letusan Gunung Slamet

Dikutip dari Liputan6.com, Ahli Vulkanologi, Endapan Mineral, dan Geokimia Universits Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, Fadlin, menilai meningkatnya aktivitas Gunung Slamet adalah hal yang lumrah karena berkaitan dengan aktifnya lempeng di selatan Pulau Jawa.

Pergerakan lempeng akan direspon dengan meningkatnya aktivitas gunung di sisi utara batas lempeng. Menurut dia peningkatan aktivitas Gunung Slamet itu adalah normal dan wajar.

Berdasarkan data-data geologi Gunung Slamet, hasil studi Teknik Geologi Unsoed, dan juga dari hasil penelitian para ahli geologi gunung api (vulkanologi) Indonesia lainnya menunjukkan bahwa komposisi geokimia magma Gunung Slamet terefleksi pada produknya berupa batuan Gunung masih bersifat “basaltic”.

“Artinya kalaupun terjadi erupsi pada Gunung Slamet tidak akan begitu berbahaya atau relatif aman,” kata Fadlin, yang juga anggota Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia.

Baca juga: Masyarakat Pinggiran Hutan Gunung Slamet Diajak Antisipasi Deforestasi

Letusan atau erupsi Gunung Slamet tidak begitu berbahaya atau relatif aman. Hal ini disebabkan karakter letusan yang akan dihasilkan maksimal di level “strombolian” yang nantinya terlihat seperti percikan kembang api.

Menurut dia, wilayah berbahaya jika terjadi letusan tersebut hanya satu kilometer alias cukup pendek. Di luar itu adalah zona aman, bahkan momentum tersebut justru bisa dijadikan wisata.

Gunung Slamet Berkah



Jika penjelasan itu benar, maka hal tersebut dapat mematahkan ramalan Jayabaya yang menyebutkan Pulau Jawa terbelah jika Gunung Slamet meletus dahsyat. Sebab, posisi Gunung Slamet berada di tengah-tengah Pulau Jawa.

Selain itu penamaan Gunung Slamet diambil dari bahasa Arab, salam yang berarti selamat. Penamaan gunung dengan nama ‘Slamet’ sebenarnya adalah doa sekaligus harapan masyarakat agar gunung ini selalu bersahabat. Gunung Slamet adalah berkah bagi makhluk yang tinggal di sekelilingnya. Sepanjang peradaban manusia yang tercatat, gunung ini tidak pernah sekalipun memuntahkan amarah atau letusan dahsyat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya