SOLOPOS.COM - Seorang karyawan tengah memeriksa mesin di pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex.(Istimewa/sritex.co.id)

Solopos.com, SOLO -- Saham perusahaan tekstil berpusat di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, PT Sri Rejeki Isman atau Sritex, disuspensi Bursa Efek Indonesia (BEI) per 18 Mei 2021.

Suspensi atau pembekuan saham ini menjadi akhir dari pergerakan naik turun saham Sritex sejak mulai meramaikan bursa Juni 2013. Berdasarkan data BEI, saham emiten berkode SRIL ini semula cukup menarik dikoleksi dengan nilai lebih dari Rp350 per lembar.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Masa jaya saham Sritex itu terjadi dalam rentang Maret 2017 hingga September 2019. Setelah dua tahun berjaya, memasuk akhir 2019 saham perusahaan tekstil ini mulai goyah.

Baca juga: Kabar Duka, Wimar Witoelar Meninggal Dunia

Saham perusahaan yang pada masa pandemi memproduksi masker hingga APD ini hanya berada di level Rp200-an per lembar selama beberapa bulan di awal 2020.

Bahkan BEI mencatat saham Sritex pernah terjun bebas di Rp120 per lembar pada 20 Maret 2020. Memasuki 2021, saham perusahaan yang didirikan almarhum Lukminto ini tak jua bangkit.

Kondisi tersebut diperparah pada 22 Maret 2021 lembaga pemeringkat utang Moody’s Investors Service menurunkan peringkat utang SRIL dari B1 menjadi B3.

Baca juga: 75 Pegawai Tak Lolos TWK Dipersoalkan, Akademisi: Tak Adil Bagi yang lulus

Utang Hingga Rp5 Triliun

Bisnis.com mencatat beberapa hari setelahnya, tepatnya pada 26 Maret 2021, Fitch Ratings juga menurunkan peringkat SRIL pada Long-Term Issuer Default Rating (IDR) dari B- menjadi BB-. Peringkat uang kertas SRIL yang beredar juga menurun dari peringkat BB- menjadi B- atau RR4.

Turunnya peringkat utang tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan Sritex dalam membayar utang sindikasi senilai US$350 juta atau setara Rp5 triliun.

Dalam keterbukaan informasi yang dikeluarkan pada 29 Maret 2021, Direktur SRIL, Allan M. Severino, menjelaskan pihaknya akan mengajukan proses restrukturisasi. Sritex meminta perpanjangan jatuh tempo pembayaran utang hingga Januari 2024.

Baca juga: Cegah Kenaikan Kasus Covid-19, Pemerintah Pantau Mobilitas Masyarakat Pascalibur Lebaran

Pada pertengahan April, tepatnya 19 sampai 22 April 2021, mulailah gelombang gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) menerpa Sritex.

Pada 19 April, CV Prima Karya menggugat PKPU SRIL dan tiga anak usahanya, Sinar Pantja Djaja, Bitratex Industries, dan Primayudha Mandirijaya.

Keesokan harinya, gugatan yang sama juga datang dari PT Bank QNB Indonesia Tbk. (BKSW) yang ditujukan kepada Iwan Setiawan Lukminto dan istrinya, serta PT Senang Kharisma Textil, perusahaan Sritex Group.

Baca juga: Selamatkan 75 Pegawai KPK, Pengamat: Jokowi Ingin Perbaiki Citra

Hari Terakhir Diperdagangkan

Pada 22 April 2021, giliran PT Rayon Utama Makmur yang digugat PKPU. Sebelumnya, perusahaan ini telah digugat PT Swadaya Graha, namun gugatan tersebut telah ditolak oleh hakim.

Situasi sulit yang menerpa Sritex tersebut langsung berdampak pada jatuhnya saham Sritex. Berdasarkan data BEI yang dikutip Solopos.com, memasuki awal April 2021, saham SRIL selalu berada di bawah Rp200 per lembar.

Pada hari terakhir sebelum disuspensi atau 17 Mei 2021, saham Sritex hanya berada di angka Rp146 per lembar.

Baca juga: Genjot Fisik Pemain, Bhayangkara Solo FC Gelar Pemusatan Latihan di Malang

Sepanjang terdaftar kali pertama di bursa saham sejak 21 Juni 2013 dengan nilai Rp240 per lembar, nilai saham jeblok SRIL ini pernah terjadi pada rentang Juni 2014 hingga Februari 2015.

Pada periode tersebut saham perusahaan ini juga konsisten berada di bawah Rp200 per lembar.

Bagaimana nasib saham Sritex selanjutnya? Biar waktu yang menjawab.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya