SOLOPOS.COM - Kantor properti raksasa China, Evergrande (Istimewa)

Solopos.com, BEIJING— Evergrande adalah bom waktu di China.

Hampir tidak ada sama sekali kabar baik dari China dalam dua tahun terakhir. Setelah Covid-19, kini investor dunia kembali dipusingkan dengan gagal bayar atau default Evergrande.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Evergrande adalah raksasa perusahaan real estat China yang paling terbebani utang saat ini.

Lanskap Perkotaan

Perusahaan memiliki tagihan, pinjaman, dan pembayaran obligasi yang belum dibayar senilai US$300 miliar atau Rp4.290 triliun, dengan kurs Rp14.300/ dolar AS.

Evergrande menghiasi lanskap perkotaan China. Selama tahun-tahun booming properti negara itu, Evergrande membantu menciptakan jenis kegiatan ekonomi yang menjadi sandaran para pejabat untuk mendorong pertumbuhan ajaib negara itu.

Baca Juga: Dililit Utang Rp4.275 Triliun, Evergrande Juga Meminjam Uang ke Karyawan 

Dikutip Bisnis.com dari New York Times, perusahaan menjual apartemen sebelum dibangun, menggunakan model yang memungkinkannya tumbuh dengan cepat seiring urbanisasi negara.

Bisnis Baru

Kemudian, perusahaan meminjam uang untuk mencoba-coba usaha bisnis baru, seperti klub sepak bola yang tidak menguntungkan dan perusahaan kendaraan listrik.

Khawatir gelembung perumahan dapat menyebabkan krisis yang akan bergema melalui sistem keuangan China, regulator China tahun lalu mulai menindak kebiasaan meminjam di sektor properti.

Presiden China Xi Jinping mengingatkan bahwa rumah adalah untuk tempat tinggal bukan untuk spekulasi.

Tiga Garis Merah

Bank sentral menciptakan aturan baru, yang disebut “tiga garis merah,” yang memaksa perusahaan properti untuk mulai melunasi tagihan mereka.

Evergrande adalah target utama.

Baca Juga: Perusahaan Properti China Bangkrut Picu Kekhawatiran Ekonomi Global 

Evergrande telah menjual sebagian kerajaannya untuk mematuhi aturan tersebut. Bulan Agustus 2021 lalu, perusahaan menjual saham di bisnis internetnya.

Direktur Utama Evergrande Xu Jiayin mengatakan perusahaan bekerja keras untuk melunasi utangnya dan mengurangi beban bunga hingga US$80 miliar dari sebelumnya US$130 miliar.

Beberapa pekan lalu, perusahaan mengungkapkan tengah berbicara dengan pembeli prospektif untuk bisnis kendaraan dan propertinya.

Ancaman Default

Namun usaha ini belum cukup untuk menyelamatkan perusahaan dari ancaman default.

Lembaga pemeringkat kredit S&P Global Ratings mengatakan China Evergrande Group kemungkinan besar tidak akan menerima dukungan langsung dari pemerintah.

Kondisi ini menjadikan perusahaan semakin berada di ambang gagal bayar menjelang kewajiban yang akan datang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya