SOLOPOS.COM - Maggot atau larva dari black soldier fly (BSF). (fapet.ipb.ac.id)

Solopos.com, KLATEN Budidaya maggot atau larva dari black soldier fly (BSF) menjamur di Klaten dalam satu tahun terakhir. Diharapkan, budidaya maggot dapat terus dikembangkan karena dinilai dapat menjadi solusi efektif menangani sampah organik di Kabupaten Bersinar.

Sekretaris Forum Komunikasi Maggot Klaten (FKMK), Ahmad Mujahid, mengatakan jumlah komunitas budidaya maggot di Klaten terbilang sangat banyak.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dari berbagai komunitas budidaya maggot itu berada di Kecamatan Tulung, Polanharjo, Kecamatan Ceper, Kecamatan Karanganom, Kecamatan Delanggu, Kecamatan Jatinom, Kecamatan Klaten Tengah, Klaten Selatan, Kecamatan Klaten Utara.

“Di Klaten mulai ramai-ramai budidaya maggot sejak pertengahan 2020. Prinsipnya, budidaya maggot sudah luas di Klaten. Di setiap kecamatan sudah ada 1-2 pembudi daya maggot. Termasuk yang perorangan. Keberadaan pembudidaya maggot ini berkontribusi dalam menangani masalah sampah organik. Soalnya, maggot dapat mengurai sampah dengan cepat,” kata Ahmad Mujahid, kepada Solopos.com, Sabtu (18/9/2021).

Baca juga: Kelola Sampah Organik dengan Maggot, Omah Limbah Gempol Klaten Wakili Jateng ke Tingkat Nasional

Dia mengatakan terdapat berbagai alasan banyak orang/komunitas bersedia membudidayakan maggot. Di antaranya karena kepekaan dalam menangani sampah, terutama sampah organik. Keberadaan maggot dinilai menjadi cara yang efektif dalam menangani sampah organik di tingkat rumah tangga.

“Maggot juga menjadi pakan ternak alternatif dan bisa dijual ke peternak unggas, ikan, dan lainnya,” katanya.

Persoalan Teknis

Dalam budidaya maggot, lanjut Ahmad Mujahid, biasanya muncul beberapa kendala. Bagi pemula, kendala yang sering dihadapi, yakni persoalan teknis merawat maggot. Guna mengatasi hal tersebut, setiap orang/komunitas yang budidaya maggot harus memahami fase atau pun siklus maggot.

“Bagi yang sudah berjalan, biasanya justru kekurangan pakan maggot [sampah organik]. Maggot dalam jumlah besar, otomatis butuh sampah organik yang banyak. Misalnya, jika ingin memproduksi maggot 100 kg per hari, pakan yang harus disiapkan hingga 300 kg atau bahkan 600 kg per harinya,” katanya.

Baca juga: Kisah Kades Gempol Klaten yang Diprimpeni Arwah Leluhur saat Jalani Isoman

Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan (DLHK) Klaten, Dwi Maryono, mengatakan pembudidaya maggot, baik perseorangan dan komunitas jumlahnya berkisar 140 pembudidaya.

“Keberadaan maggot memang dapat menjadi solusi penanganan sampah organik,” katanya.

Sebelumnya, Omah Limbah Desa Gempol, Kecamatan Karanganom, Klaten, mewakili Jateng dalam Lomba Peduli Lingkungan Tingkat Nasional Tahun 2021. Omah Limbah Gempol mengelola sampah organik agar berdaya guna sebagai pakan utama maggot alias lalat BSF yang dianggap memiliki nilai ekonomis tinggi.

“Produksi maggot kami dalam sehari minimal 50 kg. Untuk kebutuhan pakan maggot, kami butuh hingga 1 ton dalam 3-4 hari. Sementara, produksi sampah organik kami baru 150 kg itu [3-4 hari]. Guna mengatasi jekurangan sampah organik, kami kerja sama dengan beberapa perusahaan, warung makan, dan pemdes lain di Karanganom,” kata Ketua Omah Limbah Gempol, Kecamatan Karanganom, Edy Nugroho.

Baca juga: Dapat Rp3,2 Miliar Ganti Rugi Lahan Tol Solo-Jogja, Warga Klaten ini Langsung Borong Rumah Indekos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya