SOLOPOS.COM - Aqua Dwipayana

Pandemi Covid-19 hampir 1,5 tahun. Selama periode itu banyak pegawai yang jenuh. Hal itu secara signifikan berdampak pada penurunan kinerja mereka. Secara keseluruhan berpengaruh terhadap pencapaian target perusahaan tempatnya bekerja.

Meski tetap bekerja, yang sebagian melakukannya dari rumah—lebih dikenal dengan work from home (WFH)—hasilnya tidak optimal. Apalagi sebelumnya tidak pernah melakukan aktivitas itu secara massal.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Awal pelaksanaannya sampai sekarang masih terasa kekagetan melakukan aktivitas itu. Biasanya semua serba tertata dan dilakukan bersama-sama di kantor.

Kini banyak yang secara fisik terpisah. Bekerja dari rumah masing-masing karena mereka dilarang masuk kantor. Komunikasi dan koordinasi lebih sulit dilaksanakan. Pasti itu berpengaruh secara signifikan pada hasilnya.

Berbagai keluhan mulai muncul. Tidak hanya dari karyawan, tetapi juga para atasan. Mereka kesulitan memacu semangat jajarannya. Pandemi Covid-19 menjadi faktor utamanya.

Kondisi itu dialami tidak hanya oleh pegawai yang gajinya dipotong. Mereka yang bernasib baik menerima gaji utuh, juga terjangkit kejenuhan.

Setiap karyawan mengalami faktor internal. Salah satunya adalah keluarga yang selama ini hidup bersama-sama mereka.

Ada yang harus intens mengurus anak-anaknya. Termasuk rutin menjadi guru di rumah karena belajar tatap muka ditiadakan selama pandemi Covid-19.

Pada kondisi ini baru mereka menyadari betapa beratnya menjadi guru. Selama ini tidak merasakannya karena urusan pendidikan anak-anak diserahkan sepenuhnya kepada guru-guru di sekolah.

Pikirannya “Terpecah”

Selama pandemi Covid-19 peran itu bergeser. Para orang tua juga bertugas menjadi guru bagi anak-anaknya di rumah.

Harus sabar mengajari anak-anak belajar. Mesti bisa menjawab berbagai pertanyaan. Juga terus-menerus memotivasi mereka agar tetap semangat belajar meski ketemu guru-guru dan teman-temannya lewat dunia maya.

Tidak hanya itu. Ada juga yang bebannya bertambah karena dirinya atau keluarganya sakit. Paling ditakuti saat ini adalah terpapar Covid-19.

Kondisi itu diperparah dengan berbagai informasi setiap hari banyak orang yang meninggal karena kena Covid-19. Sebagian di antaranya ada yang dikenal bahkan keluarga sendiri.

Jika ada keluarga yang terpapar Covid-19 pasti menambah beban pikiran. Bayangannya yang terburuk adalah kematian. Sudah banyak contoh tentang ini.

Pikirannya jadi “terpecah”. Mikirin pekerjaan, anak-anak, keluarga yang terpapar Covid-19, dan lainnya. Komplikasi. Jika kondisinya seperti ini pasti kinerjanya tidak optimal.

Itu dapat dilihat langsung dari kerjanya. Mulai dari kecepatan dalam penyelesaian tugas hingga hasilnya yang kurang berkualitas.

Atasannya yang memiliki karyawan seperti ini pasti tidak puas dan pusing. Jika tidak sabar menghadapi bawahannya, bisa membuat dirinya emosi yang berpengaruh langsung pada imunitas tubuhnya.

Kondisinya sama-sama tidak menguntungkan. Pandemi Covid-19 jadi kambing hitamnya. Sasaran yang paling empuk untuk disalahkan.

Mencari Solusi Terbaik

Atasan yang bijak segera mencari solusi terbaik. Melihat akar masalahnya. Kemudian mengurai satu-persatu hingga tuntas.

Masalah utama ada pada jajarannya. Untuk itu kepada mereka jangan hanya selalu dituntut agar berkinerja bagus. Jika ini terus-menerus dicekokin malah kontraproduktif yang akhirnya merugikan semuanya.

Dalam situasi pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini para pegawai perlu diberi “gizi” berupa penyemangat. Setelah lelah dengan kondisi yang hampir 1,5 tahun tanpa henti, mereka butuh penyegaran.

Semua pegawai di seluruh level perlu rileks sejenak. Melemaskan otot-otot plus otaknya setelah sejak Maret 2020 lalu—awal pandemi Covid-19—merasakan suasananya seperti perang. Tegang terus dan setiap saat bisa mengalami krisis terutama pada diri masing-masing karyawan.

Mereka butuh motivasi. Membangkitkan kembali semangatnya. Mengingatkan lagi esensi hidup dan bekerja. Disertai dengan menyampaikan makna bersyukur, sabar, dan ikhlas.

Nilai-nilai spiritual perlu kembali “disuntikkan” kepada pegawai. Mengingatkan bahwa mereka punya Tuhan, tempat memohon segala-galanya termasuk perlindungan selama pandemi Covid-19.



Mereka perlu disadarkan menghadapi situasi ini tidak sendiri, tapi bersama-sama. Selain itu harus yakin bahwa Tuhan tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan makhluknya termasuk manusia.

Saat pandemi Covid-19 ini peran pemimpin harus dominan dan terlihat nyata. Terutama mencairkan berbagai ketegangan atas situasi dan kondisi yang sedang terjadi.

Atasan yang bijak adalah yang tahu kebutuhan seluruh jajarannya. Di antaranya memberikan “gizi” berupa motivasi agar semuanya kembali bergairah dan semangat buat menemukan jati diri masing-masing guna mewujudkan kinerja terbaik.

Pandemi Covid-19 memberi banyak hikmah termasuk kepada semua atasan dan bawahan. Semoga kita mampu mengatasinya dan menjadi pemenang. Aamiin ya robbal aalamiin…

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya