SOLOPOS.COM - Sejumlah pejabat melakukan panen di lahan demplot penanaman varietas padi Rajalele Srinuk di Dukuh Ngebong, Desa/Kecamatan Delanggu, Minggu (28/2/2021). (Solopos.com-Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Lahan seluas 4 ha di Dukuh Ngebong, Desa/Kecamatan Delanggu memasuki masa panen perdana setelah menjadi demonstration plot atau demplot atau lahan percontohan penanaman varietas padi Rajalele Srinuk. Hasil produksi dari demplot di Delanggu diperkirakan bisa mencapai enam ton gabah kering panen.

Sebagai informasi, Rajalele Srinuk merupakan salah satu varietas baru padi selain Rajalele Srinar. Kedua varietas itu hasil riset pemuliaan yang dilakukan Pemkab Klaten menggandeng Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) yang berhasil mempersingkat usia panen serta ketinggian tanaman Rajalele induk.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Rajalele dikenal memiliki usia panen yang lama yakni 150-155 hari atau sekitar lima bulan. Sementara, ketinggian tanaman berkisar 146-155 sentimeter.

Baca Juga: Peluang Bisnis Bakso Waralaba

Dari penelitian Pemkab-Batan, usia panen rajalele dan ketinggian bisa dipersingkat. Usia panen rajalele menjadi 105 hari. Sementara, ketinggian tanaman hingga panen bisa dipangkas menjadi 110 sentimeter.

Untuk pengembangan varietas padi asal Klaten tersebut, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKPP) memperluas lahan demplot ke hampir seluruh kecamatan. Salah satunya bekerja sama dengan Sanggar Rojolele Delanggu dan kelompok tani Sarwo Tulus Delanggu untuk lahan demplot di wilayah Desa Delanggu.

Ketua Sanggar Rojolele Delanggu, Eksan Hartanto, 30, mengatakan penanaman perdana varietas padi Rajalele Srinuk di lahan demplot Dukuh Ngebong dilakukan pada November 2020. Dalam proyek uji tanam tersebut, Sanggar Rojolele dan Kelompok Tani Sarwo Tulus berkolaborasi dengan UNS dan Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Klaten.

Baca Juga: Peluang Bisnis Air Minum Isi Ulang

Selain baru kali pertama ditanami Rajalele Srinuk, 4 ha lahan di Dukuh Ngebong itu juga baru memasuki proses konversi lahan ke organik. Lantaran hal itu, sejak November lalu perlakuan lahan serta tanaman seperti penggunaan pupuk dan pestisida tanpa menggunakan bahan kimia alias seluruhnya menggunakan bahan organik.

Selain mengembalikan kesuburan tanah, perlakuan organik itu menjadi salah satu solusi bagi petani agar tak tergantung dengan pupuk kimia di saat alokasi pupuk kimia bersubsidi berkurang.

“Saat kali pertama itu petani agak tergagap. Karena juga baru kali pertama ini ada pendampingan sehingga agak sungkan untuk bertanya. Kami siasati bersama kemitraan kami yakni UNS dan LPPNU dengan sekali dalam sepekan petani kami datangi untuk mendengarkan kebutuhan dan permasalahan petani apa dan disiasati secara organik,” jelas Eksan saat ditemui wartawan di sela-sela panen perdana, Minggu (28/2/2021).

Baca Juga: Peluang Bisnis Beanbag Nan Empuk

Eksan mencontohkan seperti saat padi di lahan demplot diserang hama penggerek batang. Petani diajari membuat pestisida secara organik dan diaplikasikan ke tanaman. “Pupuk kami juga gunakan organik dengan pendampingan dari LPPNU,” ungkap dia.

Soal hasil produksi, Eksan menjelaskan dari hasil ubinan atau perkiraan hasil panen yang dilakukan UPT DPKPP Delanggu, rata-rata produktivitas padi mencapai hampir 6 ton. Sementara itu, kualitas beras dari padi hasil panen dipastikan premium.

“Saat dimasak itu nasinya harum dan pulen. Setelah dimasak dan dibiarkan tidak dimasukkan dalam magic jar tidak berbau [busuk] meskipun sudah 2,5 hari setelah dimasak,” kata dia.

Baca Juga: Jajal Peluang Bisnis Restoran Virtual

Soal pengelolaan hasil panen, Eksan mengatakan bakal dibantu dari LPPNU yang akan menampung hasil panen di koperasi PCNU Klaten. “Untuk harganya kemarin kami menentukan sendiri. Sudah diambil kesepakatan harga Rp4.250/kg gabah setelah panen,” jelas Eksan.

Lebih lanjut, Eksan berharap melalui penanaman perdana varietas Rajalele Srinuk tersebut, Delanggu bisa mengembalikan kejayaan petani Delanggu sebagai penghasil beras kelas premium.

Sudah sejak lama, Delanggu dikenal sebagai penghasil beras Rajalele. Namun, belakangan varietas itu mulai ditinggalkan petani lantaran memiliki masa panen lebih lama dibanding varietas padi lainnya.

Baca Juga: Waspada, 12 Zodiak Kerap Keliru Asuh Anak!

Salah satu petani Delanggu yang lahannya ikut menjadi demplot, Mujimin, 71, mengatakan baru kali pertama menanam varietas Rajalele Srinuk dengan perlakuan organik. Varietas padi tersebut ditanam pada sepatok atau sekitar 2.200 meter persegi sawah milik Mujimin.

Selama ini, Mujimin menggunakan varietas lain dengan harga tebasan saat memasuki musim hujan hanya berkisar Rp3 juta/patok dengan produktivitas 1 ton/patok. “Untuk varietas ini di musim hujan kali ini saya belum tahu karena ini juga baru mau panen. Kalau inginnya petani ya hasil produksinya dan harganya bagus,” kata Mujimin.

Sementara itu, pada panen perdana tersebut diawali dengan tradisi wiwitan, tradisi turun temurun sebagai ungkapan rasa syukur sebelum panen. Pelaksanaan tradisi itu digelar dengan menerapkan protokol kesehatan seperti mewajibkan peserta mengenakan masker.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya