SOLOPOS.COM - Ilustrasi tanaman porang. (Solopos.com/dok)

Solopos.com, SOLO -- Para petani di Kecamatan Karangtengah, Wonogiri, Jawa Tengah, sedang bereksperimen membudidayakan tanaman porang. Tanaman porang adalah sejenis umbi-umbian yang dulunya diabaikan karena biasa tumbuh liar di pekarangan rumah.

Umbi porang yang dulunya sering dianggap tidak beerguna dan sebagai makanan ular ini ternyata laku di jual di pasar ekspor negara Jepang, China, Taiwan, dan Korea.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Baca Juga: Tak Ada Anggaran, 17 Ahli Waris Pasien Covid-19 di Ponorogo Tak Dapat Santunan

Dilansir Jeda.id, 5 Februari 2020, tanaman porang merupakan jenis umbi-umbian yang dikenal dengan nama “iles-iles“. Porang termasuk ke dalam spesies Amorphophallus muelleri. Tanaman porang juga dapat dimakan karena masih serumpun dengan suweg dan walur.

Tanaman porang menjadi incaran beberapa negara dan tanaman ini sudah diekspor hingga ke Jepang.

Berdasarkan hasil penelusuran terkait budidaya Porang, diketahui bahwa 80 persen untuk makanan dan 20 persen untuk kosmetik. Ia menyimpulkan bahwa porang memiliki nilai ekspor.

Sekitar 1 hektare lahan bisa ditanami 40.000 bibit porang. Petani membutuhkan modal sekitar Rp100 juta untuk membeli bibit dan biaya pemupukan hingga perawatan. Modal tersebut dinilai cukup hingga waktunya panen dua tahun kemudian.

Baca Juga: Bupati Yuni Jadi Vaksinator Covid-19, Pejabat Pemkab Sragen Antre Disuntik

Budidaya Porang

Selama ini, tanaman porang rata-rata tumbuh di bawah naungan pohon lain. Hal itu yang membuat masa tanam porang menjadi lebih lama hingga tiga tahun. Petani kemudian merubah pola tanam konvensional dengan membuat revolusi tanam baru.

Dengan pola tanam baru, petani bisa panen 70 ton porang di lahan satu hektar. Padahal sebelumnya, satu hektar hanya menghasilkan sembilan ton. Selain itu masa panen porang yang awalnya 3 tahun dipangkas menjadi enam bulan.

Baca Juga: Pasien di Ruang Isolasi di Karanganyar Berkurang 50%, Nakes Bisa Sedikit Bernapas

Pertanian.go.id menulis, tanaman porang memiliki nilai strategis untuk dikembangkan, karena punya peluang yang cukup besar untuk diekspor.

Catatan Badan Karantina Pertanian menyebutkan, ekspor porang pada tahun 2018 tercatat sebanyak 254 ton, dengan nilai ekspor yang mencapai Rp11,31 miliar ke negara Jepang, Tiongkok, Vietnam, Australia dan lain sebagainya.

Umbi porang saat ini masih banyak yang berasal dari hutan dan belum banyak dibudidayakan. Ada beberapa sentra pengolahan tepung porang saat ini, seperti di daerah Pasuruan, Madiun, Wonogiri, Bandung serta Maros.

Harga Porang bisa mencapai Rp2.500 untuk satu umbi dengan berat 4 kilogram. Hitungan normal 100 pohon Porang bisa menghasilkan Rp1 juta. Untuk luasan 1 hektare, kata dia, bisa ditanam sebanyak 6.000 bibit, sehingga bisa menghasilkan 24 ton/hektare, yakni dengan penghitungan 6.000 dikalikan 4 kilogram.

Dalam hitungan kasar, jika satu hektare bisa menghasilkan 24 ton, dan dikalikan dengan harga Rp2.500/kilogram, kurang lebih bisa menghasilkan Rp60 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya