SOLOPOS.COM - Dari kiri ke kanan, Presiden Direktur Solopos Media Group (SMG), Arief Budisusilo; Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Agus Sudibyo; Ketua AMSI, Wenseslaus Manggut; dan Pemred Solopos, Rini Yustiningsih, dalam dialog virtual Industri Media di Simpang Jalan yang digelar SMG, Selasa (12/10/2021) siang. (Solopos-Mariyana Ricky P.D.)

Solopos.com, SOLO — Pengelola media konvensional harus mampu melakukan diferensiasi produknya dari media sosial (medsos). Konten yang sudah digarap oleh medsos tidak perlu dibawa ke media konvensional.

Ibarat memiliki toko kecil di sebelah supermarket besar, toko kecil itu dilarang berkompetisi dengan supermarket besar. Namun, toko kecil itu harus punya produk yang berbeda dengan supermarket besar untuk bisa bertahan.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Jangan berkompetisi dengan media sosial (medsos) dimana konten baik dan buruk bercampur enggak karuan. Media massa wajib menghasilkan good content, good journalism, dan public journalism,” kata Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Agus Sudibyo, dalam dialog virtual bertajuk Industri Media di Simpang Jalan yang digelar Solopos Media Group (SMG), Selasa (12/10/2021) siang.

Baca juga: Intip APBD Pertama Wali Kota Solo Gibran, Ada yang Spesial?

Agus menyampaikan diferensiasi menjadi kunci menghadapi disrupsi media dimana ketidakpastian adalah kepastian. Dia menjelaskan, disrupsi media yang sedang berlangsung di Indonesia, lebih dahulu terjadi di negara-negara Eropa.

Keseimbangan Baru

Namun, mereka sudah terindikasi mencapai taraf new balance atau keseimbangan baru. Indikasi itu berdasarkan, berita tentang koran yang tutup sudah jarang terjadi, dimana sebaliknya, hal itu tapi masih terjadi di Indonesia. Kedua, mereka sudah menemukan model keberlanjutan media, dari model jurnalistik, model bisnis, hingga sistem distribusi konten.

“Kemudian, negara hadir melakukan intervensi untuk menyehatkan ekosistem media. Dan tidak kalah penting masyarakat [di Eropa Utara] sudah paham tujuan mengakses media sosial dan konvensional,” imbuhnya.

Baca juga: Keraton Solo Disurati Kemendikbud, Dinilai Lalai hingga Bangunan Kumuh

Sementara, Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wenseslaus Manggut, menyebut medsos tak memiliki regulasi mengikat, sehingga mereka bebas gaya. Itulah yang membikin medsos jauh lebih unggul secara ekonomi.

“Ketika regulasi mulai masuk masyarakat mulai sadar untuk bergerak ke titik keseimbangan baru, seperti gejala di negara lain. AMSI sedang memikirkan kira-kira apa yang akan kami dilakukan, dari segi konten dan bisnis. Ya, merapikan diri dari sisi bisnis yang ujungnya menyangkut konten. Kami mendekatkan brand dengan teman media dan agency,” ucapnya.

Presiden Direktur SMG, Arief Budisusilo, mengatakan mendekatkan brand kepada media bisa dilakukan tanpa mengorbankan kaidah jurnalistik.

Baca juga: 10 Kecelakaan KA Paling Tragis di Soloraya, Terparah Hilangkan 15 Nyawa

Hal itu menjadi penting karena apa pun yang terjadi di tengah disrupsi, industri media wajib menjaga kualitas dan karakteristik jurnalistik. Yakni, menghadirkan informasi yang berbasis fakta dan kontekstual. Seluruhnya menjadi satu hal yang tak bisa ditawar.

“Kalau AMSI bilang soal konten menjadi fokus untuk dijaga, saya sepakat sekali karena bagaimanapun, tugas media adalah memberi informasi kepada masyarakat. Media yang tidak profesional itu berbahaya dan ini sudah terjadi di banyak negara. Kaidah pemberitaan harus tetap dijaga, bukan sekadar clickbait yang menciptakan polarisasi di masyarakat. Tentu kita berharap kesadaran menjadi media yang menyajikan informasi yang bermanfaat dan relevan tetap terbangun,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya