SOLOPOS.COM - Irfan Setiaputra (Bisnis-Twitter)

Solopos.com, JAKARTA — Berbagai hal tengah dilakukan Garuda Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan dan tetap terbang, salah satunya dengan melaksanakan program restrukturisasi utang.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menganggap langkah restrukturisasi menjadi sebuah opsi yang paling tepat dan relevan. Dia juga meyakini upaya ini akan sukses ke depannya, dengan demikian tak perlu ada opsi penggantian oleh Pelita Air sebagai National Flight Carrier.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Langkah restrukturisasi tersebut yang saat ini terus kami perkuat melalui sinergitas BUMN salah satunya bersama Pertamina dimana pada akhir tahun 2020 lalu kami berhasil memperoleh kesepakatan perpanjangan waktu pembayaran kewajiban usaha selama tiga tahun dari total outstanding yang tercatat hingga akhir tahun 2020 terhadap Pertamina,” kata Irfan, Kamis (28/10/2021).

Baca juga: Dirut Garuda Liburan Pakai Fasilitas Kantor? Ini Penjelasan Manajemen

Ia menambahkan bahwa kesepakatan tersebut yang terus diperkuat melalui diskusi penjajakan restrukturisasi bersama Pertamina untuk kewajiban usaha yang tercatat pada tahun 2021 ini.

Dan dirinya optimistis dan percaya langkah yang telah berhasil dijajaki bersama Pertamina maupun berbagai mitra usaha lainnya sejauh ini, menjadi fondasi fundamental bagi kelangsungan bisnis Garuda Indonesia kedepannya.

“Ditengah percepatan langkah restrukturisasi bersama mitra usaha, Garuda Indonesia memastikan bahwa seluruh aspek kegiatan operasional penerbangan akan tetap berlangsung dengan normal, dimana kami berkomitmen untuk senantiasa mengoptimalkan standar layanan penerbangan yang aman dan nyaman untuk memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat maupun pengangkutan kargo bagi sektor perekonomian nasional,” kata Irfan dilansir liputan6.com.

Baca juga: Rute Penerbangan Luar Negeri Disebut Bikin Garuda Indonesia Rugi

Pada bagian lain, Pakar Industri Penerbangan, Hendra Soemanto, berharapan untuk ke depannya, Garuda Indonesia sebagai National Flight Carrier harus memposisikan dirinya menjadi sebuah perusahaan penerbangan besar serta harus mendominasi pasar domestik dan international.

“Tentunya, dengan itikad baik bersama serta tata kelola manajemen yang mumpuni dan profesional di industri penerbangan komersial dari seluruh jajaran direksi dan insan garuda di dalamnya, dengan satu tujuan, menjadikan Garuda Indonesia baru sebagai maskapai dengan profit oriented yang dikontrol oleh sebuah holding yang mumpuni kelak,” katanya.

Pendapatan Penerbangan Turun

Sementara itu, seperti dikutip dari bisnis.com, berdasarkan laporan keuangan yang tidak diaudit per 30 Juni 2021, emiten berkode GIAA ini mencatatkan pendapatan sebesar US$696,8 juta turun 24,03 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$917,28 juta. Penurunan pendapatan tersebut terutama dikontribusi oleh turunnya pendapatan penerbangan berjadwal sebesar 25,82 persen menjadi US$556,53 juta dari US$759,25 juta.

Sedangkan pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal meningkat menjadi US$41,63 juta dari posisi US$21,54 juta pada periode yang sama tahun lalu. Adapun, pendapatan lainnya juga mengalami penurunan menjadi US$98,63 juta dari US$145,47 juta. Di sisi lain, beban usaha perseroan juga mengalami penurunan tetapi tidak signifikan penurunan pendapatan usaha.

Baca juga: Peluang Nih, Belanja Produk Halal Masyarakat Bisa Capai US$2,4 Triliun

Beban usaha GIAA turun 15,99 persen menjadi US$1,38 miliar per 30 Juni 2021 dibandingkan dengan posisi US$1,64 miliar pada tahun lalu. Beban operasional penerbangan turun menjadi US$769,35 juta dari US$945,58 juta karena terjadi penurunan jumlah pesawat yang digunakan. Sejumlah beban lainnya juga mengalami penurunan seperti beban umum dan administrasi, beban bandara, beban pelayanan penumpang, beban tiket, penjualan dan promosi, beban operasional hotel, dan transportasi.

Sedangkan, beban pemeliharaan dan perbaikan pesawat meningkat menjadi US$313,53 juta dari posisi US$224,42 juta. Beban operasional jaringan juga naik tipis menjadi US$4,7 juta dari US$4,52 juta. Perseroan juga mencatatkan kenaikan beban keuangan menjadi US$293,52 juta dari posisi US$202,74 juta. Sehingga perseroan mencatatkan rugi sebelum pajak yang meningkat.

Adapun, rugi periode berjalan semester pertama ini meningkat menjadi US$901,65 juta naik 24,66 persen daripada semester pertama tahun lalu sebesar US$723,26 juta. Dengan demikian, rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk juga meningkat pada semester I/2021 ini. Rugi bersih GIAA tercatat US$898,65 juta naik 26,08 persen dari rugi bersih US$712,72 juta pada 6 bulan pertama tahun lalu.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya