SOLOPOS.COM - Foto almarhum Gilang Endi yang meninggal saat Diklat Menwa, dipasang pada Aksi 100 Lilin Untuk GE di Bulevar UNS Solo, Selasa (26/10/2021) ma;am. (Solopos/Chrisna Chanis Cara)

Solopos.com, SOLO — Wajah Resimen Mahasiswa atau Menwa UNS Solo dalam sorotan setelah kasus meninggalnya seorang peserta diklat Korps Mahasiswa Siaga (KMS) Batalion 905 Jagal Abilawa, Minggu (24/10/2021) lalu. Peristiwa ini dinilai menunjukkan ada sistem yang tidak beres dalam organisasi bercorak militeristik tersebut.

Menwa perlu adaptif dengan iklim demokrasi di kampus sehingga kegiatan mereka kontekstual terhadap perkembangan zaman. Hal itu disampaikan pengajar senior yang juga Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Najib Azca, saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (26/10/2021).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Najib mengatakan Menwa di masa depan perlu diletakkan dalam kerangka pendidikan kampus. Menwa, imbuh Najib, tak bisa lagi mempertahankan pendekatan militeristik seperti halnya saat Orde Baru.

Baca Juga: Terkuak! Mahasiswa UNS Peserta Diklat Menwa Terima Pukulan di Kepala

“Organisasi bercorak militeristik sudah tidak relevan dengan konteks menghidupkan iklim kampus yang demokratis,” ujar pengajar senior Departemen Sosiologi UGM itu.

Pascareformasi, posisi Menwa sebenarnya telah dibebaskan dari belenggu militerisme dengan dicabutnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri. Tiga menteri itu yakni Menteri Pertahanan Keamanan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta Menteri Dalam Negeri.

Kebijakan itu membuat Menwa hanya menjadi unit kegiatan mahasiswa (UKM) di bawah penguasaan kampus. Namun pendekatan militeristik dalam Menwa dihidupkan kembali oleh Kementerian Pertahanan pada 2015.

Baca Juga: Polisi Ungkap Penyebab Kematian Mahasiswa UNS Peserta Diklat Menwa

Pengembangan Karakter Tak Harus Menggembleng Fisik

Organisasi itu kembali di bawah komando tentara. Najib mengatakan Menwa perlu mengembangkan kegiatan yang nirkekerasan jika masih ingin mendapat tempat di kampus maupun masyarakat umum.

“Kalau tidak segera berbenah, saya khawatir keberadaan Menwa justru melestarikan budaya kekerasan dan otoritarianisme dalam kampus,” ujarnya. Najib menilai upaya pengembangan karakter dan kedisiplinan dapat dilakukan tanpa harus menggembleng fisik menjurus kekerasan.

Menurutnya, penekanan tanggung jawab sosial, solidaritas pada rekan dan komunitas dapat menjadi pendekatan yang inovatif. Selain itu Najib mendorong Menwa mampu mengemas isu ketahanan negara dengan lebih kekinian.

Baca Juga: Kronologi Meninggalnya Gilang, Mahasiswa UNS Solo Peserta Diklat Menwa

“Bagaimana Menwa mampu meningkatkan jiwa nasionalisme melalui konten-konten digital yang mencerahkan,” imbuh Najib. Lebih jauh ia mendorong kasus meninggalnya peserta diklat Menwa UNS Solo menjadi perhatian bagi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.

Najib menyebut bukan tak mungkin banyak kasus serupa di daerah lain tapi tak terungkap ke publik. “Apalagi sekarang pemerintah sedang menggalakkan program Kampus Merdeka. Artinya kampus perlu memberi ruang kreasi dan inovasi, tentunya yang nirkekerasan,” katanya.

Seperti diketahui, salah satu mahasiswa UNS Solo, Gilang Endi Saputra, meninggal dunia saat mengikuti diklat Menwa, Minggu (24/10/2021). Informasi terbaru dari kepolisian menyebut Gilang meninggal akibat tindak kekerasan berupa pukulan di kepala.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya