SOLOPOS.COM - Bayu Ratna Dhini tengah menunggu stand kerajinan kulit dalam pameran industri kreatif di Mal Malioboro, Minggu (9/8/2015). (JIBI/Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah)

Ekonomi kreatif untuk kerajinan kulit masih terkendala modal.

Harianjogja.com, JOGJA—Kerajinan dari kulit memiliki prospek yang bagus di Jogja. Beberapa orang sudah berhasil menjual hingga luar negeri, namun bagi perajin lain hal itu masih jadi kendala.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Salah satu pemilik usaha kerajinan kulit di Jogja, Bayu Ratna Dhini mengatakan, ia memulai usahanya sejak empat tahun lalu. Berawal dari melihat temannya yang juga memiliki usaha kerajinan dar kulit. Ratna mengatakan, ia terpacu untuk mengikuti jejak temannya yang sudah memasarkan produk hingga luar negeri. “Saya pun ingin bisa ekspor. Tapi masih terkendala modal,” ujar dia kepada Harian Jogja ketika ditemui di Mal Malioboro, Jogja, beberapa waktu lalu

Ia mengungkapkan, ada pun produk yang dia buat adalah tas, dompet, sepatu, dan gelang. Selain itu, ia juga menerima pesanan khusus. Untuk menjaga kualitas barangnya, Ratna selalu menggunakan bahan dengan kualitas baik. Bahan itu dia dapat dari Jogja dan Klaten. “Saya memakai bahan berupa kulit sapi, kambing, domba, ikan pari, ular dan buaya,” imbuh dia.

Untuk membuka usahanya, ia pun harus menjual mobil. Modal awal untuk membuka usahanya sebanyak Rp30 juta untuk membeli peralatan jahit. Ia pun belajar cara membuat tas dan sendal dari kulit.

Harga bahan-bahan pun bervariasi. Misalnya saja kulit sapi ukuran 25 cm x 25 cm dibeli dengan harga Rp25.00. Untuk membuat tas setidaknya dibutuhkan empat lembar kulit sapi. Harga kulit ular lebih mahal lagi yakni Rp200.000 per meter. “Kulit ular piton lebih mahal lagi,” ungkap dia.
Harga yang dipatok, ujar dia, berbeda-beda. Untuk dompet pria dijual dengan harga rata-rata Rp300.000, dompet perempuan antara Rp350.000 hingga Rp400.000. Tas kecil Rp500.000 hingga Rp1,2 juta, tas besar dijual di atas Rp1,2 juta. Sementara, untuk tas besar yang terbuat dari kulit ular dijual dengan harga Rp1,5 juta hingga Rp1,8 juta.

“Omzet per bulan naik turun antara Rp10 juta hingga Rp15 juta, kadang lebih,” ujar dia.

Ia mengaku, saat ini masih berkonsentrasi untuk menembus pasar internasional. Selain karena persoalan modal, ia masih membutuhkan sokongan pemerintah. Menurutnya, dukungan pemerintah yang sudah ada cukup baik namun masih perlu ditingkatkan. “Saya senang karena dilibatkan dalam pameran. Hal itu bisa untuk promosi. Tapi, saya berharap dukungan akan semakin besar,” ujar dia.

Kepala Bidang Koperasi dan UMKM Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM (Disperindagkop UMKM) DIY Sultoni Nurifai mengungkapkan, salah satu usaha pemerintah untuk mendukung UMKM adalah melalui pameran. Pameran merupakan ajang untuk menunjukkan potensi industri kreatif yang ada di DIY. “Para peserta yang mengikuti pameran merupakan perajin yang dinilai sudah layak mengikuti pameran meskipun masih dalam tahapan lokal,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya