SOLOPOS.COM - Tiga orang pegawai negeri sipil (PNS) perempuan di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah mengenakan kebaya tanpa rambut disanggul, seusai mengikuti upacara apel pagi di halamanan Kantor Gubernuran Jl. Pahlawan,.Kota Semarang, Senin (16/2/2015). (JIBI/Solopos/Insetyonoto)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Rabu (03/01/2017). Esai ini karya Johan Bhimo Sukoco, dosen Ilmu Administrasi Negara di Universitas Slamet Riyadi Solo sekaligus konsultan Pemerintah Kota Solo dalam penyusunan buku Pilah Gender Kota Solo 2017. Alamat e-mail penulis adalah johanbhimo@yahoo.co.id.

Solopos.com, SOLO – -Penduduk Kota Solo lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan. Data yang dilansir Kota Surakarta dalam Angka Tahun 2017 menunjukkan dari jumlah penduduk 514.171 orang, sebanyak 264.193 orang berjenis kelamin perempuan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Hal ini merupakan aset sekaligus potensi dalam pemberdayaan perempuan di kota tersebut. Angka harapan hidup perempuan juga lebih tinggi yang ditunjukkan dari proporsi penduduk perempuan berusia di atas 65 tahun kuantitasnya lebih besar daripada laki-laki. Dari jumlah penduduk pada rentang usia lebih dari 65 tahun sejumlah 34.781 orang, sebanyak 20.228 orang di antara mereka adalah perempuan.

Jumlah penduduk yang datang ke Kota Solo juga lebih banyak perempuan. Dari sebanyak 12.631 orang pendatang, 7.549 orang di antara mereka adalah perempuan. Bonus demografi atau kependudukan dari penduduk berjenis kelamin perempuan ini idealnya diberdayakan secara optimal oleh pemerintah setempat.

Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kota Solo pada 2016 lalu melansir data pejabat dan pegawai eselon/golongan di Kota Solo. Data tersebut menunjukkan dari 7.689 orang pejabat dan pegawai, sebanyak 3.910 orang berjenis kelamin perempuan.

Dari sejumlah 2.286 orang pegawai golongan IV, pegawai perempuan sebanyak 1.376 orang. Perempuan yang bekerja di Inspektorat Kota Solo juga lebih banyak dibandingkan laki-laki. Dari 46 pegawai di Inspektorat Kota Solo, 25 orang pegawai berjenis kelamin perempuan. Kondisi serupa juga terlihat di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Solo. Pegawai perempuan sebanyak 24 orang, lebih banyak daripada pegawai laki-laki yang berjumlah 23 orang.

Selanjutnya adalah: Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu

Badan Penanaman Modal

Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kota Solo juga didominasi pegawai perempuan. Dari 39 orang pegawai, sejumlah 24 orang berjenis kelamin perempuan. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Solo memiliki pegawai 976 orang, 605 orang di antara mereka adalah perempuan.

Dinas Kesehatan Kota Solo didukung 67 pegawai, sejumlah 45 orang perempuan. Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kota Solo juga didukung banyak perempuan, dari 41 orang pegawai, 24 orang di antara mereka berjenis kelamin perempuan.

Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah Kota Solo didukung 35 orang pegawai, sebanyak 19 pegawai ialah perempuan. Jumlah pegawai perempuan di Dinas Pertanian Kota Solo sejumlah 24 orang, lebih banyak daripada laki-laki yang berjumlah 23 orang.

Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Solo juga didominasi pegawai perempuan, sejumlah 13 orang, lebih banyak daripada pegawai laki-laki yang berjumlah 11 orang. Pegawai perempuan di Kantor Ketahanan Pangan Kota Solo berjumlah 11 orang, lebih banyak daripada laki-laki yang berjumlah empat orang.

Kondisi serupa juga terlihat di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Solo. Dari 103 orang pegawai, sejumlah 73 orang di antara mereka berjenis kelamin perempuan.

Selanjutnya adalah: Beberapa kantor pemerintahan lokal

Pemerintahan Lokal

Beberapa kantor pemerintahan lokal juga didominasi oleh pegawai perempuan, antara lain Kecamatan Laweyan (sembilan dari 16 pegawai berjenis kelamin perempuan), Kecamatan Serengan (14 dari 23 pegawai berjenis kelamin perempuan), Kelurahan Kadipiro (lima dari sembilan pegawai berjenis kelamin perempuan).

Di Kelurahan Kepatihan Kulon empat dari tujuh pegawai berjenis kelamin perempuan, di Kelurahan Kepatihan Wetan lima dari sembilan pegawai berjenis kelamin perempuan, di Kelurahan Mojosongo enam dari sembilan pegawai berjenis kelamin perempuan.

Di Kelurahan Purwodingratan lima dari delapan orang pegawai berjenis kelamin perempuan, di Kelurahan Surodiprajan lima dari delapan pegawai berjenis kelamin perempuan, dan di Kelurahan Tegalrejo lima dari sembilan pegawai berjenis kelamin perempuan.

Berikutnya, di Kelurahan Jajar enam dari tujuh pegawai berjenis kelamin perempuan, di Kelurahan Karangasem enam dari delapan pegawai berjenis kelamin perempuan, di Kelurahan Kerten lima dari sembilan pegawai berjenis kelamin perempuan.

Di Kelurahan Danukusuman lima dari sembilan pegawai berjenis kelamin perempuan, di Kelurahan Kratonan lima dari sembilan pegawai berjenis kelamin perempuan, dan di Kelurahan Tipes empat dari tujuh pegawai berjenis kelamin perempuan.

Gambaran potensi perempuan di Kota Solo ini patut diapresiasi. Meskipun demikian, pemerintah masih memiliki pekerjaan memaksimalkan potensi ini.

Di sektor pendidikan, misalnya, data Badan Pusat Statistik terkait penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut pendidikan pada 2016 menunjukkan jumlah perempuan pekerja yang menempuh pendidikan lebih sedikit daripada laki-laki.



Selanjutnya adalah: Jumlah perempuan pekerja yang menempuh pendidikan

Perempuan Pekerja

Jumlah perempuan pekerja yang menempuh pendidikan sejumlah 122.187 orang, lebih sedikit daripada laki-laki yang berjumlah 149.012 orang. Sektor politik juga menunjukkan partisipasi perempuan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini terlihat dari jumlah anggota DPRD Kota Solo yang mayoritas laki-laki (36 orang), sedangkan perempuan hanya sembilan orang.

Kondisi ini dapat mengakibatkan kerawanan yang berujung ketimpangan gender dalam perumusan kebijakan publik. Perumusan anggaran responsive gender bisa jauh panggang dari api.

Optimalisasi potensi bukan lantas menjadikan perempuan memiliki beban ganda. Perempuan dengan kesibukan ranah nondomestik tentu bukan lantas mengabaikan ranah domestik.

Pemberdayaan perempuan ialah memaksimalkan potensi perempuan dari powerless menjadi powerfull, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai yang mereka anut.

Perempuan atau waniao (bahasa Jawa) bukan lagi penggambaran dari wani ditata (berani ditata), melainkan wani nata (berani menata). Kemampuan perempuan dalam managerial, ketelitian, dan sejumlah potensi lainnya perlu dikembangkan di segala sektor.

Perlu ada restrukturisasi jargon ”di balik laki-laki yang hebat ada sosok perempuan yang luar biasa”. Fahd Pahdepie (2016), menyitir kutipan ini, menyatakan frasa ”di balik” bisa diganti dengan kata ”bersama” karena laki-laki dan perempuan dapat bersama-sama tumbuh.

Keduanya bisa muncul ”di depan” tanpa ada salah satu pihak yang perlu dikorbankan ”di balik” atau ”di belakang”.  Mungkin kita perlu kutipan baru ”bersama laki-laki yang hebat selalu ada perempuan luar biasa”. Mereka tumbuh bersama dan saling memberi makna.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya