SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekeringan. (Solopos)

Solopos.com, JOHANNESBURG — Gletser di sebelah timur Afrika yang diperkirakan lenyap dalam dua dekade dapat menimbulkan ancaman kekeringan, banjir, dan suhu panas ekstrem bagi 118 juta warga miskin.

Laporan terbaru tentang keadaan iklim Afrika yang dirilis oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) bersama sejumlah badan Uni Afrika itu menunjukkan gambaran mengerikan tentang kemampuan benua itu untuk beradaptasi dengan bencana cuaca yang semakin sering terjadi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurut data, 2020 adalah tahun terpanas ketiga di Afrika dengan catatan 0,86 derajat Celcius di atas suhu rata-rata dalam tiga dekade menjelang 2010.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini : 19 Oktober 1987, Tragedi Bintaro Tewaskan 139 Orang

Suhu di Afrika menghangat lebih lambat daripada zona iklim lintang tinggi, tetapi dampaknya masih menghancurkan.

“Penyusutan cepat gletser terakhir yang tersisa di Afrika timur, yang diperkirakan akan mencair seluruhnya dalam waktu dekat, menandakan ancaman perubahan permanen pada sistem bumi,” kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas dalam kata pengantar laporan tersebut, Selasa (19/10/2021) seperti dikutip dari Antaranews.

WMO memperkirakan pada tingkatan saat ini ketiga ladang es tropis Afrika, yaitu Kilimanjaro di Tanzania, Gunung Kenya, dan Rwenzoris di Uganda, akan hilang pada tahun 2040-an.

Baca Juga: Tak Kuat Cuaca Esktrem, Perempuan di Bekasi Mandi dengan Air Es

Serangan Belalang

Komisaris Pertanian Uni Afrika Josefa Sacko menjelaskan, selain itu, pada 2030 diperkirakan ada sekitar 118 juta orang sangat miskin yang akan terdampak kekeringan, banjir, dan suhu panas ekstrem, jika tindakan respons yang memadai tidak dilakukan.

Afrika, yang menyumbang kurang dari 4 persen emisi gas rumah kaca, telah lama diperkirakan akan sangat terpengaruh oleh perubahan iklim.

Lahan pertanian di benua itu sudah rawan kekeringan, banyak kota besar berada di pesisir pantai, dan kemiskinan yang meluas membuat orang lebih sulit beradaptasi.

Terlepas dari kekeringan yang memburuk di benua yang sangat bergantung pada pertanian, ada banjir besar yang tercatat di Afrika Timur dan Barat pada 2020, menurut laporan WMO.

Baca Juga: Tak Diundang ke KTT ASEAN, Junta Myanmar Tuding Ada Intervensi Asing

Sementara serangan belalang yang dimulai setahun sebelumnya juga terus mendatangkan malapetaka.

Laporan tersebut memperkirakan bahwa Afrika sub Sahara memerlukan 30-50 miliar dolar AS (sekitar Rp422,3-703,8 triliun) atau 2-3 persen dari PDB setiap tahun untuk adaptasi guna menghindari konsekuensi iklim yang lebih buruk.

Diperkirakan 1,2 juta orang di Afrika mengungsi akibat badai dan banjir pada 2020. Angka tersebut hampir dua setengah kali lipat dari jumlah orang yang mengungsi akibat konflik di tahun yang sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya