SOLOPOS.COM - Suasana siang di Punden Mbah Anti, Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Sragen, Kamis (18/11/2021). (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SRAGEN — Mitos larangan menikah antara warga Dukuh Pengkol, Desa Ngebung dengan warga Dukuh Sangiran, Desa Krikilan, di Kecamatan Kalijambe, masih diyakini oleh warga di sana. Warga kedua dukuh itu hingga kini menghindari untuk menjalin hubungan pernikahan atau hubungan keluarga.

Kalau nekat, hubungan mereka dipercaya tak akan berjalan langgeng, berakhir dengan perceraian.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Warga Pengkol sampai sekarang enggak berani berbesanan dengan warga Sangiran. Kalau berbesanan katanya bisa bercerai-berai,” kata Kepala Desa Ngebung, Sutar, saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (18/11/2021) siang bolong.

Baca Juga: Ini Jadwal dan Tarif BRT Trans Jateng Rute Solo-Sumberlawang

Hal ini disebabkan warga Dukuh Pengkol masih metri (melestarikan tradisi) Punden Mbah Anti yang berlokasi di Dukuh Grasak, Desa Ngebung. Wilayah Dukuh Grasak dan Dukuh Pengkol hanya dibatasi jalan desa.

Mitos desa Ngebung
Suasanadi depan Balai Desa Ngebung, Dukuh Grasak, Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Sragen, Kamis (18/11/2021). Jalan desa itu merupakan batas wilayah Dukuh Grasak dan Dukuh Pengkol. (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Sutar menjelaskan Mbah Anti dulunya merupakan sesepuh desa yang berpengaruh. Mbah Anti memiliki kesaktian dan punya kawan Mbah Budin dari Dukuh Sangiran yang tidak kalah sakti.

“Ceritanya dengan kawannya sama-sama sakti dan selalu memamerkan kesaktiannya, tetapi bukan berarti pamer gaduh. Tetapi memamerkan kesaktian,” paparnya.

Baca Juga: Laku Kesenian Transpuan Sedap Malam Menuju Kesetaraan

Dia menjelaskan kedua orang tersebut biasanya merayakan hari besar dengan saling berkunjung ke rumah. Adapun Mbah Anti berkunjung ke Sangiran membawa nasi beserta ingkung, namun ketika ingkung dicuil ayamnya berkokok.

Sedangkan Mbah Budin gantian mengantarkan nasi lele dan ikan air tawar lainnya ke Ngebung. Lele yang telah diolah tersebut saat hendak dimakan bisa loncat seolah masih hidup.

Berujung Perselisihan

Persaingan keduanya akhirnya berujung pada perselisihan. Kedua orang sakti itu akhirnya masing-masing mengeluarkan sumpah untuk tidak berbesan antara Pengkol dan Sangiran. “Itu cerita rakyat dulu,” kata Sutar. Mitos itu diyakini sampai sekarang.

Masih menurut Sutar, warga setempat memakamkan Mbah Anti tidak di permakaman umum. Namun di sekitar rumahnya yang kini dikenal dengan Punden Mbah Anti. Di area itu terdapat pohon grasak atau sejenis beringin sehingga nama dukuhnya dikenal sebagai Dukuh Grasak.

“Sampai sekarang orang Jawa masih metri. Dulu orang luar ada yang bertapa di situ,” jelasnya.

Baca Juga: Hanyut di Sungai Cemoro, Bocah Kalijambe Sragen Meninggal Dunia

Sutar menjelaskan warga Dukuh Pengkol melakukan kenduri di punden pada momen tertentu. Saat ada pasangan yang mau menikah harus kenduri di punden tersebut dan pada sedekah desa.

Ketua RT 011 Dukuh Sangiran, Suwardi, menjelaskan warga Dukuh Sangiran memiliki sekitar 260 keluarga. Namun tidak ada yang menikah atau berbesanan dengan Dukuh Pengkol saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya