SOLOPOS.COM - Presiden Jokowi. (detik.com)

Solopos.com, JAKARTA – Desakan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera mengumumkan status genting kembali muncul. Kali ini desakan itu datang dari LaporCovid-19.

Inisiator LaporCovid-19, Ahmad Arif, menilai pengakuan itu penting untuk membangun empati dan sense of emergency hingga ke level terbawah ataupun bantuan internasional jika memang diperlukan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Sebaiknya Pak @Jokowi umumkan kondisi genting. Pengakuan ini penting untuk bangun empati dan sense of emergency hingga level terbawah sehingga ambil langkah luar biasa, termasuk jika perlu minta bantuan internasional,” kata Ahmad melalui Twitternya @aik_arif pada Jumat (16/7/2021).

Baca Juga: LP3ES Desak Jokowi Umumkan Kegentingan Covid-19

Itu dikatakan Ahmad karena melihat data kasus Covid-19 yang berpengaruh terhadap kesiapan rumah sakit. Pada Kamis (15/7/2021), kasus Covid-19 di Indonesia bertambah 56.757 orang dan 982 orang meninggal dunia.

Kemudian jumlah kasus aktif mencapai 480.199 orang atau setidaknya terdapat penambahan 36.726 orang dalam satu hari. “Jika dari 20 persen tambahan kasus aktif ini butuh perawatan, artinya butuh tambahan tempat tidur 7.345 unit dalam sehari,” ujarnya.

Ahmad lantas melihat Provinsi DKI Jakarta yang memiliki 109.276 kasus aktif. Jumlah itu lantas ditambah dengan 9.525 kasus aktif baru.

Baca Juga: Jokowi Minta Jabar, Jateng, dan Banten Percepat Vaksinasi

 

Tenda Darurat

Kalau misalkan bertambah 20 persen. Maka setidaknya diperlukan tambahan sebanyak 1.905 tempat tidur dalam satu hari. Pada pekan lalu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sempat menyampaikan 40 persen kasus aktif Covid-19 di Jakarta bergejala sedang, berat hingga membutuhkan perawatan. Ia meyakini kalau hal tersebut tidak mungkin terpenuhi.

Kalau melihat data DKI Jakarta, keterisian rumah sakit itu mencapai 92 persen untuk rawat dan 95 persen untuk ICU. Tidak semua rumah sakit dikatakan Ahmad bisa dijadikan tempat perawatan Covid-19. “Bahkan kalau semua jadi perawatan Covid-19 pun tetap tidak cukup,” ungkapnya.

Menurutnya, rasio tempat tidur rumah sakit per populasi di Jakarta pada 2020 itu hanya ada sekitar 2,7. Dengan penduduk sebanyak 10 juta, berarti jumlah tempat tidur rumah sakit hanya 27 ribu.

Baca Juga: Update Covid-19 Indonesia: Hari Ini Tambah 51.952 Kasus Baru, Total 2.832.275

“Artinya kalau tidak ada RSDC Wisma Atlet, dan lain-lain, [fasilitas kesehatan] sudah kolaps dari kemarin-kemarin,” ungkapnya.

Pada realitasnya, terdapat 3.400-an orang sakit yang tidak tertampung di rumah sakit di Jakarta. 1.900-an orang tertahan di IGD dan 1.400-an orang masih mengantre untuk bisa masuk ke IGD.

Mereka pun terpaksa menunggu di selasar RS, tenda darurat, puskesmas hingga rumah. Akibat dari kondisi tersebut, kematian pasien yang tengah isolasi mandiri (isoman) pun melonjak. Untuk di DKI Jakarta saja rata-rata orang yang meninggal saat isoman bisa mencapai 45 orang per hari.

Baca Juga: Blusukan saat PPKM Darurat, Jokowi Tuai Kritikan

 

Isoman Meninggal

Melihat data LaporCovid-19 pada Jumat (16/7/2021) pagi, setidaknya terdapat 625 pasien isoman yang meninggal dunia. Laporan paling banyak datang dari Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Banten, Jawa Timur, dan Jakarta.

“Ini berarti daerah lain di Jawa sebenarnya bisa jadi situasi faskesnya lebih parah atau setidaknya separah Jakarta,” tuturnya.

Itu baru masalah terkait tempat tidur rumah sakit, belum soal defisit oksigen, obat-obatan hingga tenaga kesehatan. Kematian nakes di pertengahan Juli, dikatakan Ahmad, sudah mencapai 180 orang, melebihi rekor selama Januari.

Baca Juga: Ini 3 Obat Covid-19 yang Diburu Pemerintah ke Luar Negeri

Sebagian nakes juga memilih untuk mengundurkan diri karena insentifnya tak kunjung turun. Dari semua masalah itu, Ahmad meminta pemerintah sebaiknya jujur kepada masyarakat. Terlebih LaporCovid-19 juga menemukan adanya kenaikan kasus di luar pulau Jawa.

“Jika wabah ini meledak di luar Jawa, yang faskesnya lebih minim, sementara di Jawa juga kolaps, maka bencana besar menanti karena puncak kasus masih belum pasti akan terjadi, apalagi kapan landai. So, apakah ini belum cukup dianggap genting?” tanyanya.



Karena itu lah Ahmad berharap pemerintah mengeluarkan pernyataan dan langkah darurat. Hal tersebut diperlukan untuk mendorong semua pihak mulai dari RT hingga pemerintah pusat untuk lebih alert dan melakukan langkah ekstra serta menurunkan beban faskes.

Baca Juga: Insentif Belum Cair, Nakes Pilih Resign dan Alih Profesi

 

Sense of Crisis

Ia juga menilai kalau misalkan ada pernyataan darurat minimal dapat mendorong para pejabat tinggi untuk lebih empati. “Tidak lagi pamer jalan-jalan di luar negeri atau mencuitkan ulasan sinetron atau unggah foto diri dan mengajarkan masyarakat agar memperjuangkan hidupnya,” katanya.

Pernyataan darurat tersebut juga dianggap bisa membuka peluang permintaan uluran bantuan dari negara-negara lain. Termasuk untuk meningkatkan 3T (test, tracing, dan treatment).

“Bagi masyarakat, hal ini bisa membangun sense of crisis, agar tidak lagi termakan toxic positivity dan lebih taat protokol kesehatan,” tuturnya.

Baca Juga: Ingatkan Sense of Crisis, Jokowi Larang Menteri Keluar Negeri

“Pak @Jokowi, anggap saja ini last call, permintaan terakhir sebelum the end…”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya