SOLOPOS.COM - Ilustrasi peternak ayam petelur. (Solopos/Tri Rahayu)

Solopos.com, BANTUL — Harga telur ayam yang jatuh hampir menyeluruh secara nasional, membuat peternak ayam petelur di Bantul pun ikut merugi. Harga pakan yang kian hari kian naik, makin memperparah kerugian yang ditanggung para peternak.

Peternak ayam petelur Ngepet, Srigading, Sanden, Teni Irmawanto, menyebutkan harga jual telur ayam dari peternak kini mencapai Rp15.000 per kilogram. Harga tersebut jauh dari kata untung. Malahan peternak menanggung kerugian yang cukup besar. “Merugi, pakannya mahal harga telurnya murah,” ujarnya pada Sabtu (11/9/2021).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Harga pakan yang naik diduga Teni terjadi karena sulitnya pakan impor masuk. Akibatnya, pakan yang ada menjadi naik harganya. Padahal setidaknya Teni mengeluarkan modal untuk pakan sebesar Rp1,5 juta lebih untuk 240 kilogram pakan per hari.

Baca juga: Ingin Segera PTM, Pelajar di Sleman Antusias Ikut Vaksinasi

Dengan populasi 2000 ekor ayam di kandangnya, Teni mampu memproduksi sekitar 100 kilogram telur. Bila harga jual telur ayam dipatok Rp15.000 per kilogram dikali jumlah produksi, Teni baru mendapat pendapatan sekitar Rp1,5 juta. Itu sama saja dengan biaya pakan, belum biaya lainnya.

“100 kilo dikali Rp15.000 baru Rp1,5 juta sudah minus Rp75.000 untuk pakan. Belum tenaga, belum obat,” tandasnya.

Penurunan harga jual telur ayam terjadi sejak pandemi, namun kondisi parah terjadi selama PPKM diterapkan. Teni mencatat harga jual telur ayam terparah terjadi di awal pandemi, yakni di angka Rp11.000 per kilogram. Sedangkan selama PPKM harga telur ayam berangsur merosot dari harga normalnya Rp19.000 kini hanya di angka Rp15.000 per kilogram.

Baca juga: Objek Wisata Bantul Masih Tutup, Satpol PP Tingkatkan Patroli

Polemik Harga Telur di Bantul

Diakui Teni, sesekali harga telur ayam memang naik saat ada pembagian bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) di angka Rp20.000 per kilogram. Itu pun hanya berlangsung kurang lebih lima hari saat pembagian bantuan dilakukan, setelah itu turun lagi.

“Kalau untung itu di harga Rp19.000 sudah ada sisa. Nanti pakannya di Rp5500 – 6000 masih ada sisa,” ujarnya.

Saking lamanya pandemi berlangsung, Teni mengurangi populasi ayam petelur budidayanya sekitar 80 persen. “Dari 10.000 sekarang cuma melihara 2000, karena pandemi,” ungkapnya.

Teni berharap kondisi pandemi segera usai. Dengan demikian harga-harga berbagai komoditas termasuk telur bisa segera normal dan perekonomian peternak bisa kembali normal.

Baca juga: Biar Naik Kelas, Pelaku UKM Dilarang Alergi dengan Teknologi

Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan DPPKP Bantul, Joko Waluyo tak menampik polemik anjloknya harga telur tengah terjadi di tengah harga pakan yang terus naik. Menurutnya harga telur saat ini berada di bawah BEP yang merugikan peternak.

Berdasarkan catatan Joko, di Bantul setidaknya ada 800.000 ekor ayam petelur yang tersebar di daerah Pajangan. Dari jumlah itu produksi telur sekitar 70 persen dari populasi.

“Sifatnya tidak tahunan penurunan harganya. Sebenarnya harga itu sudah turun sejak lama, sudah dua tiga bulan yang lalu,” ujarnya.

Dalam waktu dekat, Joko akan bertemu dengan Bupati Bantul untuk membicarakan kondisi anjloknya harga telur yang merugikan para peternak. Di sisi lain pihaknya akan melihat apakah kemungkinan operasi pasar bisa dilakukan untuk mengatasi problem yang tengah terjadi.

“Kita hanya bisa membantu penyerapan produksi telur lewat PKH. Kami juga akan mengadakan operasi pasar, untuk mencoba melihat kondisi di pasar seperti apa,” pungkasnya.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya