SOLOPOS.COM - Ilustrasi virus corona. (Freepik)

Solopos.com, SOLO-Saat ini kasus positif Covid-19 di Indonesia terus berkurang, apakah ini berarti telah terbentuk herd immunity? Penurunan ini terjadi pada saat persentase jumlah yang divaksin pertama masih rendah atau kurang dari 20%.

Jika Indonesia telah terbentuk herd immunity apakah penyebabnya? Dekan FKUI Ari Fahrial Syam mengatakan ada 2 hal yang bisa menjelaskan kondisi ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pertama, fenomena seolah herd immunity  telah tercapai di Indonesia lantaran memang pada sebagian daerah dengan capaian imunisasi di atas 70% sudah terjadi infeksi atau di daerah tersebut orang yang terinfeksi sudah lebih pada 70% orang. “Untuk mengetahui perlu dilakukan pemeriksaan serologi bagi masyarakat yang belum di vaksin utk mengetahui apakah pernah terinfeksi atau tidak,” katanya seperti dikutip dari Bisnis.com, Kamis (16/9/2021).

Untuk menjaga agar kondisi saat ini terus membaik, katanya, berbagai pembatasan tetap harus dilakukan, dan prokes 5 M tetap harus dijalankan.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga:  Bunda, Begini Cara Menghadirkan Tayangan Televisi Ramah Anak di Rumah

Apalagi, katanya, saat ini tengah merebak varian baru Mu berasal dari Kolombia. Di 50 negara termasuk China, Korea Selatan dan Jepang bisa saja varian ini masuk ke Indonesia. Karena itu, perlu antisipasi dan kewaspadaan agar penularannya tidak membuat kasus kembali melonjak.

Sebenarnya bukan hanya Indonesia yang seolah-olah sudah terbentuk herd immunity, di India juga pernah terjadi hal serupa. Namun sepertinya hal itu masih sulit tercapai. Beberapa negara yang terlihat seperti telah terbentuk herd immunity, kembali mengalami lonjakan kasus. Sekolah-sekolah kembali diliburkan.

“Saya melihat lonjakan berkelanjutan ini terjadi di seluruh dunia,” kata Direktur Pusat Penelitian dan Kebijakan Penyakit Menular di University of Minnesota di Minneapolis, Michael Osterholm.

“Kemudian akan turun, berpotensi agak terjal,” katanya seperti dikutip dari Bloomberg. “Dan kemudian saya pikir kita dapat dengan mudah melihat lonjakan lain di musim gugur dan musim dingin tahun ini,” tambahnya.

Baca Juga: Wow! Rutin Makan Sayuran Hijau, Fungsi Otak Meningkat

Dengan miliaran orang di seluruh dunia yang belum divaksinasi dan sedikit peluang sekarang untuk menghilangkan virus ini, masyarakat dunia dapat melihat lebih banyak penularan di ruang kelas, di transportasi umum, dan di tempat kerja selama beberapa bulan mendatang, karena ekonomi terus maju dengan pembukaan kembali.

Beberapa bulan ke depan akan sulit. Salah satu risiko utama adalah kemungkinan timbulnya varian yang resistan terhadap vaksin berkembang, meskipun itu bukan satu-satunya risiko di masa depan. “Kita akan melihat kenaikan dan penurunan, setidaknya untuk beberapa tahun ke depan saat kita mendapatkan lebih banyak vaksin. Itu akan membantu. Tetapi tantangannya adalah: seberapa besar kenaikan dan penurunan itu, dalam hal jaraknya?” kata Osterholm.

“Kami tidak tahu. Tetapi saya hanya dapat memberi tahu Anda, ini adalah ‘kebakaran hutan’ virus Corona yang tidak akan berhenti sampai menemukan semua ‘kayu’ atau manusia yang dapat dibakarnya.”

Ahli Epidemiologi dan Profesor Ilmu Kesehatan Populasi di Universitas Roskilde, Denmark, Lone Simonsen, mengatakan lima pandemi influenza yang terdokumentasi dengan baik dalam 130 tahun terakhir menawarkan beberapa cetak biru tentang bagaimana Covid-19 mungkin terjadi. Simonsen mengatakan wabah flu global terpanjang berlangsung lima tahun, sebagian besar terdiri dari dua hingga empat gelombang infeksi selama rata-rata dua atau tiga tahun. Covid-19 sudah menjadi salah satu pandemi yang lebih parah, karena tahun kedua segera berakhir dengan kondisi dunia di tengah gelombang ketiga – dan tampak tidak berujung.

Di awal wabah Covid-19, ada alasan bagus untuk berharap bahwa vaksin akan memberikan perlindungan jangka panjang, seperti suntikan untuk anak-anak yang menghentikan penyakit seperti polio. Virus Corona memiliki mekanisme pembacaan bukti yang memperbaiki kesalahan bawaan yang disebabkan ketika virus bereplikasi, mengurangi kemungkinan varian yang muncul ketika virus ditularkan dari satu orang ke orang lain. Namun, jumlah kasus global sangat banyak sehingga mutasi tetap terjadi.

Baca Juga: 7 Jenis Minuman Ini Bisa Kontrol Kadar Kolesterol, Mau Coba?

“Dengan pandemi, kita memiliki kekuatan infeksi yang sangat besar ini,” kata Direktur Pusat Kolaborasi WHO untuk Referensi dan Penelitian Influenza di Peter Doherty Institute for Infection and Immunity di Melbourne, Kanta Subbarao. “Ini telah mengimbangi kemampuan virus untuk membaca ulang.”

Sebuah studi dari Jepang, yang belum dipublikasikan atau ditinjau oleh rekan sejawat, menunjukkan bahwa mutasi yang berpotensi berbahaya pada varian Delta sudah diambil dalam database global yang digunakan untuk melacak perkembangan tersebut. Laporan tentang penyebaran saat ini yang memicu tingkat kematian yang lebih tinggi sejauh ini belum mendapat pengawasan yang ketat.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya