SOLOPOS.COM - Ilustrasi budi daya porang (Kementan)

Solopos.com, SOLO — Tanaman porang menjadi primadona baru di berbagai daerah. Budi daya tanaman porang menjamur di Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, hingga Jawa Barat, bahkan luar Jawa.

Lantas apa yang membuat budi daya tanaman porang ini menjanjikan? Potensi keuntungan dan kemudahan dalam hal proses penanaman menjadi daya pikat utama.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Selain tahan hama, tanaman porang juga mudah hidup di tanah yang tidak produktif. Misalnya, di bawah pohon-pohon besar atau rumpun bambu. Perawatannya pun tidak serumit tanaman lain, bahkan tak butuh penyiraman. Kebutuhan akan air hanya mengandalkan curahan air di musim penghujan. Ini menjadikan budu daya tanaman porang tidak terlalu sulit.

Baca Juga: Porang Punya Segudang Manfaat untuk Kesehatan, Apa Saja Ya?

Sementara itu, untuk satu hektare lahan bisa memperoleh 15 hingga 20 ton umbi porang dalam rentang waktu tanam delapan bulan. Dengan harga umbi produksi Rp7.000/kg, dari budi daya tanaman porang bisa memperoleh kurang lebih Rp35 juta–Rp40 juta dalam sekali panen.

Salah satu petani muda yang sudah menekuni budi daya tamana porang adalah Yoyok Triyono, asal Madiun, Jawa Timur. Dia adalah petani porang generasi ketiga di rumahnya yang terletak di Madiun, Jawa Timur. Ia mengikuti jejak kakek dan ayahnya untuk menjadi seorang petani.

Menurut dia, budi daya tanaman porang sangat menjanjikan karena tidak hanya umbinya saja yang laku, tapi juga bibitnya.

Porang merupakan tanaman umbi-umbian yang memiliki banyak keunggulan. Selain rendah kalori dan juga bebas gula, porang bisa diolah menjadi berbagai bahan makanan hingga bahan kosmetik.

Menurut Presiden Jokowi, porang merupakan komoditas baru yang dapat memberikan nilai tambah yang baik, tidak hanya bagi perusahaan pengolah porang tetapi juga kepada para petani porang.

Baca Juga: Panen, Petani Porang di Wonogiri Untung Lebih dari Rp50 Juta

Berdasarkan data yang diterimanya, dalam satu hektar lahan dapat menghasilkan 15 hingga 20 ton porang. Selain itu, pada musim tanam pertama para petani dapat menghasilkan hingga Rp40 juta porang dalam kurun waktu delapan bulan.

Presiden Jokowi juga meyakini porang akan menjadi makanan sehat di masa mendatang, mengingat porang memiliki kandungan yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. Mulai dari rendah kalori hingga bebas gula. Presiden pun berharap komoditas porang ini dapat diekspor tidak hanya dalam bentuk mentahan dan barang setengah jadi, namun sudah dalam bentuk beras porang.

Dikutip dari indonesia.go.id, Sabtu (4/9/2021), porang atau dalam bahasa Latin disebut Amorphopallus muelleri blume merupakan tanaman jenis umbi-umbian yang mengandung karbohidrat glukomanan atau zat gula dalam bentuk kompleks. Porang biasanya diolah menjadi beras, shirataki, bahan campuran pada produk kue, roti, es krim, permen, jeli, selai, dan bahan pengental pada produk sirup. Porang juga kerap diolah sebagai produk kosmetik.

Kementerian Pertanian pernah menyebut nilai ekspor porang pada 2020 mencapai Rp923,6 miliar. Alhasil, komoditas tersebut ditetapkan sebagai mahkota masuk dalam program gerakan tiga kali lipat ekspor (Gratieks).

Roadmap Budi Daya dan Ekspor Porang

Potensi umbi porang di pasar internasional semakin besar. Hal ini dibuktikan dengan nilai ekspor porang yang terus meningkat setiap tahunnya. Budi daya tanaman porang tambah menjanjikan karena Kementan telah menyusun Roadmap Budi Daya dan Ekspor Porang 2020-2024 dengan target pengembangan sekitar 100 ribu hektare (ha) di 2024 dan potensi ekspor sebesar 92.000 ton chips kering.

Baca Juga: Cerita Sukses Belantik Sapi di Wonogiri Kantongi Rp300 Juta dari Porang

Dalam roadmap tersebut juga, telah dipetakan target sebagai berikut, luas tanam (realisasi) tanaman porang 2020 adalah 19.950 ha dan 2021 adalah 47.641 ha. Sedangkan luas panen yang ditargetkan pada tahun tertentu adalah 95% dari luas tanam dua tahun sebelumnya.

Produksi basah yang ditargetkan adalah 10 ton/ha dan ini nantinya akan dibuat berupa tepung glucomannan. Sedangkan, produksi kering dalam bentuk chips adalah 15% dari produksi basah. Kebutuhan benih adalah 20.000 katak (100 kg/ha).

Pengembangan budi daya tanaman porang akan dilakukan melalui sejumlah strategi, antara lain, peningkatan ketersediaan dan penggunaan benih varietas unggul, penerapan good agricultural practices di tingkat petani, penyediaan pupuk sesuai kebutuhan, dan dukungan prasarana irigasi, jalan usaha tani dan dukungan fasilitas pembiayaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya