SOLOPOS.COM - Mural "Jokowi 404: Not Found" di Tangerang (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Aparat kepolisian tengah memburu pembuat mural “404: Not Found”. Itu tidak mengherankan karena dalam sejarah mural hadir untuk mengganggu kenyamanan penguasa.

Pandangan itu disampaikan akademisi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Sebelas Maret (UNS), Andi Setiawan. Pengajar yang juga kerap membuat karya visual yang menggelitik di dunia maya itu memandang penghapusan mural “404: Not Found” di Batuceper, Kota Tangerang, Banten, tidak mengherankan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Meski demikian, dia juga mempertanyakan alasan polisi memburu pembuat mural tersebut karena presiden sebagai lambang negara. Menurutnya, presiden kan bukan lambang negara sehingga tidak tepat menggunakan pasal itu untuk memidanakan seni jalanan.

“Suara-suara publik itu ya selalu dibungkam. Itu sifat alami aparat untuk melindungi [penguasa]. Ketika sampai dibungkam, saya yakin akan ada seniman mural lain yang akan bergerak memproduksi mural-mural lainnya. Tidak hanya di ruang publik, tetapi juga ruang maya,” ujarnya, kepada Espos, Minggu (15/8/2021), tentang upaya aparat memburu pembuat mural “404: Not Found”.

Andi memaparkan mural adalah salah satu bentuk street art atau seni jalanan, selain grafiti. Jika grafiti berbentuk teks, maka mural berbentuk gambar. Sepanjang sejarah, seni jalanan kerap menjadi media warga menyampaikan kritik dan protes, terutama terhadap pemerintah atau pemilik modal (pengusaha). Itu terjadi di mana-mana, jauh sebelum seni jalanan marak di Indonesia.

Street art sudah lahir di Amerika sejak 1960-an, memberikan kritik dan protes. Sejak lahir [seni jalanan] memberikan kritik dan protes terhadap penguasa pemerintah maupun pemodal. Menyampaikan protes terhadap situasi yang menindas. Di Amerika Serikat, penindasan khususnya terjadi terhadap kaum kulit hitam,” papar Andi.

Media Protes

Karena sifat tersebut, street art dengan mudah menyebar ke berbagai penjuru dunia. Seniman di berbagai negara menggunakannya untuk memprotes situasi di negara masing-masing. Street art sangat berkembang di Meksiko–yang telah mengenal mural sebagai media kritik sosial dan politik sejak 1920-an pascarevolusi. Street art juga berkembang di Brasil, Chile, dan menyebar ke seluruh dunia. Karena itu, munculnya mural berisi kritik seperti mural “404: not found”.

“Kalau memang fenomena saat ini memang banyak mural di Indonesia, saya pikir memang seperti itu [banyak dihapus]. Mural hadir untuk mengganggu kenyamanan penguasa, [jadi] pasti akan dihapus. Tidak hanya di Indonesia, di Inggris pun, mural dianggap sebagai vandalisme yang akan dibersihkan.”

Tetapi yang menarik, kata dia, seniman mural akan terus bermunculan meski karyanya dihapus. Dia mengingatkan mural lahir di negara-negara dengan ketimpangan dan pembungkaman. Jika, mural menjamur, itu menjadi pertanda negara tidak sedang baik-baik saja.

“Beda dengan wajah seni jalanan yang lain yang sudah dikomersialisasi. Kalau mural kan memprotes ketidakadilan ekonomi, justru pengusaha atau kapital membayar untuk ditampilkan di jalanan. Biasanya mural menjadi legal karena pengusaha dan penguasa bersatu, klop. Kalau pengusaha memberikan ruang, jadi dilegalisasi. Penguasa tidak marah jika mural didonori pengusaha. Penguasa tidak protes, bahkan dijadikan spot wisata.”

Tentang pesan “404: not found” dalam mural yang bermunculan, Andi menilainya sebagai bahasa simbol yang cerdas dari pembuatnya.
“404 itu kan muncul di layar, jika tidak ada di internet. Kalau kita mau berpikir dalam simbol lebih luas kan menandakan di mana, di belakang tulisan itu ada foto yang seolah mirip Presiden Jokowi. Ketika situasi pandemi tidak tertangani, di mana pemerintah? Sebagai representasi pemerintah. Peran pemerintah di mana? Itu yang saya lihat dari mural itu,” kata Andi.

Tak Perlu Dihapus

Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi mengatakan “404: not found” merupakan istilah komputer biasa. Bila itu dijadikan saran kritik, semestinya dibalas dengan istilah komputer yang sama, bukan dihapus begitu saja.

“[‘404 not found’] merupakan standar http atau komunikasi jaringan komputer yang memberitahukan bahwa file yang kita cari tidak ada, atau link yang kita klik tidak ada isinya,” ungkap Heru, Minggu.

“Jadi, kalau ada yang bawa istilah ini ke publik atau dijadikan mural, ya tidak perlu dianggap hal yang sangat serius,” sambungnya. Direktur Eksekutif ICT Institute ini mengatakan, ada baiknya melihat sesuatu itu dengan rileks, tidak usah dibawa-bawa ke politik. “Bikin muralnya di sebelahnya, file found gitu,” imbuhnya.

Kata “mural” berasal dari bahasa Latin “murus” yang berarti dinding. Kini masyarakat mengenal mural sebagai bentuk karya seni yang diaplikasikan pada dinding, langit-langit, ata permukaan benda lainnya. Tekniknya terus berkembang seiring menjamurnya seni mural sejak 1920-an setelah revolusi Meksiko.

Saat itu, mural berfungsi sebagai alat komunikasi visual yang sangat kuat untuk menyebarkan opini masyarakat. Mural juga digunakan untuk menyampaikan pesan sosial dan politik kepada publik.

Angie Kordic, pengamat seni visual dan pemimpin redaksi Widewalls.ch, dalam tulisannya berjudul Mural – The History and The Meaning, menyebut lukisan-lukisan mural Diego Rivera, José Clemente Orozco, dan David Alfaro Siqueiros, menjadi bentuk ekspresi yang sangat penting.

“Seringkali menjadi bahan kontroversi dan selalu menjadi simbol solidaritas, kebebasan dan harapan. Seni mural Meksiko mengilhami penciptaan banyak gerakan serupa lainnya di seluruh dunia. Yang terbesar adalah gerakan seni Chicano pada 1960-an,” tulisnya.

Diburu

Dalam kasus mural “404: not found” di Batuceper, Tangerang, aparat kepolisian memeriksa dua saksi. Kendati demikian, sang pembuat mural hingga saat ini masih belum terungkap. “Baru periksa saksi untuk pelaku belum ada. Cuma dua orang,” ujar Kapolsek Batuceper David Purba kepada wartawan, Minggu.

David mengatakan kedua saksi tersebut merupakan satpam di Kantor Kelurahan Batuceper, Tangerang. Polisi sedang memburu pembuat mural itu yang didasari didasari pendapat bahwa Presiden adalah lambang negara.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 36A, disebutkan “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika”. Sedangkan UU No. 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan juga terdapat penjelasan tentang lambang negara. Karena itu, 404: not found

“Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda,” bunyi Pasal 46 UU tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya