SOLOPOS.COM - Areal pembangunan Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) (Instagram/@grandbatangcity)

Solopos.com, BATANG — Pada Juni 2020 lalu, Presiden Joko Widodo meresmikan lahan untuk pembangan kawasan industri di Kabupaten Batang, Jawa Tengah yang dikenal dengan Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB). Tujuan pembangunan kawasan industri ini untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan tahap pertama dilakukan di lahan seluas 450 hektar (Ha) dan industri yang dibangun pada tahap awal ini terdiri dari industri kimia, perlengkapan otomotif, tekstil, teknologi informasi dan komunikasi hingga makanan dan minuman. Total dari lahan yang dibangun mencapai 4.300 ha yang alihfungsinya semua berada di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan tidak merampas lahan warga setempat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dilansir dari Antaranews.com, Rabu (20/10/2021), pada April 2021 lalu, Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja untuk melihat progres pembangunan KITB. Pembangunan tahap pertama ini sudah 100 persen selesai dan ke depannya pembangunan KITB ini akan fokus mempersiapkan pembangunan lahan seluas 3.100 Ha pada tahap kedua yang akan dimulai pada 2022 mendatang

Baca Juga: Kraca, Kuliner Khas Banyumas dari Keong

Ekspedisi Mudik 2024

Pembangunan Kawasan Industri Terpadu Batang ini rencananya selesai pada 2024 mendatang dengan harapan banyak investor asing yang tertarik untuk menanamkan modal sehingga roda perekonomian semakin naik. Pada 2021 ini, sedikitnya sudah ada tiga perusahaan asing yang akan melakukan peletakan batu pertama di KITB.

Perusahaan asing itu di antaranya KCC Glass, LG Chem Ltd, dan Wavin BV. Selain tiga perusahaan itu, ada juga industri furnitur asal Tiongkok dengan permintaan lahan seluas 200 Ha, kemudian dari Jepang dan Taiwan yang masing-masing juga meminta lahan seluas 200 Ha.

Dampak Negatif yang Dirasakan Warga Sekitar Pembangunan KITB

Bencana bagi Masyarakat Lokal 

Namun meskipun akuisisi lahan sudah sesuai dengan prosedur, dampak pembangunan Kawasan Industri Terpadu Batang ini masih dirasakan oleh warga sekitar kawasan konstruksi. Ketua RT Dukuh Pelabuhan, Desa Ketanggan, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Roswadi mengatakan bahwa pembangunan KITB menyebabkan sejumlah bencana di desa sekitarnya, seperti banjir yang membawa material pembangunan, seperti lumpur.

Roswadi menambahkan sebelum ada pembangunan KITB ini, kawasan desanya belum pernah dilanda banjir hingga masuk ke rumah warga. Selain banjir lumpur dan material pembangunan, limbah proyek pembangunan KITB banyak yang mengendap di lautan sehingga masyarakat aktif di kawasan pesisir, seperti nelayan terdampak sangat besar karena air laut menjadi kotor dan habitat laut rusak. Hal ini membuat para nelayan juga mengalami penurunan hasil tangkapan ikan.

Baca Juga: Jalan Rusak di Banjarnegara Parah Banget: Brocel Kayak Sungai Kering

Sementara itu, dihimpun dari berbagai sumber, hingga Juni 2021 lalu, tepat  setahun pembangunan KITB, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Batang mengumpulkan data dampak lingkungan dari pembangunan KITB terhadap para nelayan.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang HNSI Kabupaten Batang, Teguh Tarmujo, mengakui ada laporan terkait banyaknya lumpur proyeksi di pesisir dari nelayan Pantai Celong. Ia mengatakan data yang dikumpulkan terkait dengan masyarakat nelayan terutama yang berada di Dukuh Celong, Desa Kedawung, Kecamatan Banyuputih. Teguh juga menjelaskan bahwa jumlah nelayan yang ada hampir mencapai 10.000 dan laporan in sudah disampaikan ke Pemerintah Kabupaten Batang.

Baca Juga: Tedak Siten, Tradisi Jawa yang Kian Meredup

Dilansir dari Batangkab.go.id, Bupati Kabupaten Batang Wihaji meminta agar Direksi KITB mencari solusi alternatif sehingga dapat mengurangi dampak banjir bagi warga sekitar kawasan pembangunan KITB. ia menegaskan bahwa direksi harus menangani secara sungguh-sungguh agar banjir itu tertangani.

Berdasarkan indformasi, kerugian banjir material pembangunan tersebut mencapai 250 rumah, satu Taman Kanak-Kanak (TK) dan satu pelelangan ikan. Wihaji menyarankan untuk jangka panjangnya bisa dibuatkan terowongan sebagai jalur air pembuangan agar tidak menggenangi warga, bahkan merusak habitat laut.

Berdasarkan penjelasan salah satu ahli ekonom, Faisal Basri melalui video Youtube dari kanal Watchdoc Documentary dengan judul video “SURAT CINTA DARI PANTURA”, menjelaskan bahwa pulau Jawa yang luasnya hanya mencakup 6,7 persen ini sudah didayagunakan melebihi kapasitasnya.

Baca Juga: Sedih! SKTM Ditolak, Pasutri di Brebes Tak Bisa Ambil Bayi di RS

Dia juga mengatakan bahwa dengan cakupan luas Pulau Jawa tersebut harus menampung 58 persen kegiatan perekonomian negara. Dalam hal ini, pembangunan kawasan industri ini tidak mengindahkan faktor-faktor lain, khususnya faktor keseimbangan alam.

Kisah Pilu Buruh Harian Asal Tegal

Sementara itu, berbalik dari tujuan pembangunan kawasan industri, yaitu mensejahterakan rakyat, seorang buruh asal Tegal, Jawa Tengah yang merantau dan bekerja di sebuah pabrik mengaku bahwa kehidupannya sebagai buruh harian sangat jauh dari cukup.

Reza mengaku bahwa upah dia bekerja hanya Rp130.000 per hari. Itupun kalau masuk sehari penuh, Jika masuk kerja hanya setengah hari, dia hanya dibayar Rp90.000 saja. Kalaupun sedang sakit, perusahaan tidak memberi kompensasi apapun dan jika tidak masuk kerja, otomatis dia tidak mendapatkan upah harian tersebut.

Baca Juga: Sempat Dilaporkan Hilang, Pendaki Gunung Andong Ditemukan Selamat

Kondisi ini membuat Reza harus hidup di bawah standar kecukupan karena upahnya hanya bisa untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, padahal dia juga masih harus membantu pembiayaan keluarga di kampung halamannya. Dengan upah kerja yang demikian, Reza merasa seakan menjadi budak di era modern ini.

Dijelaskan oleh Ketua Konfederasi Aliansi Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, banyaknya buruh yang mengalami ketidaklayakan hidup karena banyak pelaku usaha yang melanggar peraturan ketenagakerjaan dan tidak ada hukuman yang membuat jera yang diberikan kepada para pelaku ini dan justru banyak kasus buruh yang dirugikan dengan adanya PHK hingga dikriminalisasi setelah melakukan orasi atau pelaporan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya