SOLOPOS.COM - Efek aborsi bisa pengaruhi kesehatan mental wanita. (Ilustrasi/Freepik)

Solopos.com, SOLO-Sebelum melakukan aborsi seperti dilakukan mantan pacar aktor Korea Selatan, Kim Seon Ho, sebaiknya kenali terlebih dahulu efek negatifnya terhadap kesehatan tubuh. Sebagaimana diketahui mantan kekasih aktor Hometwon Cha-Cha-Cha itu dipaksa menggugurkan kandungannya.

Melakukan aborsi apalagi di bawah paksaan dan ancaman, tak hanya memiliki efek terhadap kesehatan tubuh melainkan juga mental. Banyak perempuan mengalami masalah kesehatan mental saat melakukan keputusan tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurut American Pregnancy Association, efek aborsi dapat menyebabkan beberapa perasaan seperti tertekan, cemas, depresi, penyesalan, amarah, malu, kesendirian, hingga memiliki harga diri yang buruk. Melakukan aborsi juga dapat memicu insomnia atau gangguan tidur lainnya, gangguan makan, hingga menimbulkan pikiran untuk bunuh diri. Inilah yang menyebabkan beberapa perempuan, termasuk mereka dipaksa untuk melakukan aborsi, mungkin lebih rentan mengalami komplikasi kesehatan mental.

Baca Juga: Trending di Twitter, Ini Fakta Kim Seon Ho yang Terbelit Skandal Aborsi

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa penolakan aborsi dapat menyebabkan lebih banyak tekanan emosional daripada mereka yang bersedia untuk aborsi. Maka penting untuk menyadari apa saja efek aborsi serius yang mungkin timbul. Sebagian besar efek samping aborsi berkembang memakan waktu lama dan mungkin tidak tampak selama berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan hingga tahunan. Efek samping aborsi yang parah memerlukan bantuan medis sesegera mungkin.

Berikut ini sejumlah efek aborsi terhadap kesehatan tubuh seperti dikutip dari hellosehat.com, Rabu (20/10/2021):

1. Pendarahan vagina berat

Perdarahan hebat sebagai efek aborsi serius umumnya disertai dengan demam tinggi dan gumpalan jaringan janin dari rahim. Perdarahan berat dilaporkan terjadi pada 1 dari 1000 kejadian aborsi.  Baik aborsi spontan, medis, maupun ilegal (dengan obat aborsi yang didapat secara ilegal atau cara “alternatif” lainnya) sama-sama bisa menyebabkan perdarahan hebat. Perdarahan vagina yang sangat hebat bisa berujung pada kematian, terutama jika aborsi dilakukan secara ilegal dengan metode yang seadanya.

2. Infeksi

Infeksi adalah efek aborsi yang terjadi pada 1 dari setiap 10 kasus. Dalam studi meta-analisis terbitan jurnal Lancet yang mengamati 1.182 kasus aborsi medis di bawah pengawasan ketat tim dokter rumah sakit, 27 persen pasien mengalami infeksi yang berlangsung selama 3 hari atau lebih sebagai efek aborsi.

Baca Juga: Deddy Corbuzier Bahas Kerja Sosial, Warganet: Awas Kena Somasi Lagi!

Infeksi terjadi karena leher rahim akan melebar selama proses aborsi yang diinduksi obat aborsi (baik resep dokter maupun yang didapat dari pasar gelap). Ini kemudian menyebabkan bakteri dari luar masuk dengan mudah ke dalam tubuh, memicu timbulnya infeksi parah di rahim, saluran tuba, dan panggul.

Tanda-tanda infeksi setelah aborsi meliputi gejala yang timbul mirip penyakit standar, seperti sakit kepala, nyeri otot, pusing, atau sensasi “tidak enak badan” pada umumnya. Demam tinggi adalah satu lagi contoh gejala infeksi setelah aborsi, walau tak jarang pula kasus infeksi yang tidak disertai demam. Segera kunjungi dokter jika Anda mengalami demam tinggi (di atas 38ºC) setelah aborsi yang disertai sakit perut dan punggung parah sehingga Anda sulit berdiri, dan cairan vagina yang berbau tidak normal.

3. Sepsis

Dalam kebanyakan kasus, infeksi tetap berada di satu area tertentu (rahim, misalnya). Namun, dalam kasus yang lebih parah, infeksi bakteri masuk ke aliran darah Anda dan berjalan ke seluruh tubuh. Ini yang disebut sebagai sepsis. Dan ketika infeksi telanjur menyerang tubuh Anda semakin parah sehingga menyebabkan tekanan darah menurun sangat rendah, ini disebut sebagai syok sepsis. Syok sepsis setelah aborsi termasuk kondisi gawat darurat.

Ada dua faktor utama yang dapat berperan penting terhadap peningkatan risiko Anda terhadap sepsis dan pada akhirnya, syok sepsis setelah aborsi: aborsi yang tidak sempurna (potongan jaringan sisa kehamilan masih terperangkap dalam tubuh setelah aborsi) dan infeksi bakteri pada rahim selama aborsi (baik lewat pembedahan maupun dengan cara mandiri).

4. Kerusakan rahim

Kerusakan rahim terjadi pada sekitar 250 dari seribu kasus aborsi lewat pembedahan dan 1 di antara seribu pada kasus aborsi obat (resep dan nonresep) yang dilakukan pada usia kehamilan 12 pekan-24 pekan. Kerusakan rahim termasuk kerusakan leher rahim, perlubangan (perforasi) rahim, dan luka robek pada rahim (laserasi). Namun sebagian besar kerusakan ini bisa tidak terdiagnosis dan tidak terobati kecuali dokter melakukan visualisasi laparoskopi.

Baca Juga: Sampaikan Pesan Ini kepada Stefan William, Celine Evangelista Menangis

Risiko perforasi rahim meningkat pada wanita yang sebelumnya telah melahirkan dan bagi mereka yang menerima anestesi umum pada saat aborsi. Risiko kerusakan serviks akan lebih besar pada remaja yang melakukan aborsi sendiri pada trimester kedua, dan ketika praktisi aborsi gagal memasukkan laminaria untuk dilatasi serviks.

5. Infeksi peradangan panggul

Infeksi peradangan panggul (PID) adalah penyakit yang dapat menyebabkan peningkatan risiko kehamilan ektopik dan mengurangi kesuburan perempuan di masa depan. Kondisi ini berpotensi mengancam nyawa. Sekitar 5% perempuan yang tidak terinfeksi oleh infeksi lain sebelum kehamilan dan selama aborsi dapat mengembangkan PID dalam waktu 4 minggu setelah aborsi pada trimester pertama.

6. Endometritis

Endometritis adalah kondisi peradangan pada lapisan rahim, dan biasanya karena infeksi. Endometritis adalah risiko efek aborsi yang mungkin terjadi pada semua, namun lebih terutama untuk remaja. Remaja perempuan dilaporkan 2,5 kali lebih mungkin untuk mengalami endometritis setelah aborsi dibandingkan wanita usia 20 tahun-29 tahun.

Baca Juga: Dokter Tirta: Rachel Vennya Berpotensi Menyebarkan Covid-19 Varian Baru

7. Kanker

Perempuan yang pernah sekali menjalankan aborsi menghadapi risiko 2,3 kali lebih tinggi terkena kanker serviks daripada perempuan yang tidak pernah aborsi. Perempuan yang pernah dua kali atau lebih menjalani aborsi memiliki peningkatan risiko hingga 4,92 kali. Risiko peningkatan kanker ovarium dan kanker hati juga terkait dengan aborsi tunggal dan ganda. Peningkatan kanker pasca-aborsi mungkin disebabkan oleh gangguan hormonal tidak wajar sel kehamilan selama dan kerusakan leher rahim yang tidak diobati atau peningkatan stres dan dampak negatif dari stres pada sistem kekebalan tubuh.

8. Kematian

Perdarahan hebat, infeksi parah, emboli paru, anestesi yang gagal, dan kehamilan ektopik yang tidak terdiagnosis merupakan beberapa contoh penyebab utama dari kematian ibu yang terkait aborsi dalam seminggu setelahnya. Studi pada 1997 di Finlandia melaporkan bahwa perempuan yang aborsi berisiko empat kali lipat lebih mungkin untuk meninggal akibat kondisi kesehatan di tahun berikutnya daripada wanita yang melanjutkan kehamilan mereka sampai cukup umur.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya