SOLOPOS.COM - Perajin Batik di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Karanganyar, mempraktikkan proses membatik batik tulis khas Girilayu. (Istimewa-dok Camat Matesih)

Banner Wisata Joglosemar

Solopos.com, KARANGANYAR — Kisah Batik Girilayu di Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, dimulai dari cerita tentang kampung yang didiami para buruh batik. Kampung yang rata-rata warganya bekerja sebagai buruh batik di dua raksasa perusahaan batik di Kota Solo.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Warga Girilayu membatik kain mori putih dengan motif sesuai permintaan. Setelah jadi, kain mori putih bermotif batik dikembalikan kepada pemilik. Mereka mendapatkan penghasilan dari situ. Pekerjaan itu berlangsung cukup lama bahkan turun temurun dari kakek, nenek, kepada anak-anak lalu kepada cucu mereka.

Setidaknya demikian cerita yang pernah didengar salah satu warga Girilayu, Yuli Asih, 30, sebelum tahun 2014.

“Sejak zaman ibu saya lalu berlanjut ke saya dan suami. Dulu buruh batik dari perusahaan di Kota Solo. Dapat permintaan, begitu selesai dipulangkan. Kami dapat upah,” kata Yuli saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (7/7/2021).

Baca juga: Intip Keunikan Pasar Jadul Ciplukan Karanganyar, Pakai Ketip Buat Transaksi Jual Beli

Saat ini, Yuli dan suaminya sudah memiliki tempat usaha pembuatan batik dengan merek Wahyu Asih. Bahkan, Yuli mendedikasikan diri sebagai spesialis batik klasik di Girilayu. Yuli mengingat saat tujuh tahun lalu merintis usaha Dimulai dari membuat satu hingga dua lembar kain batik kemudian dijual.

“Kami coba memulai proses dari nol sampai jadi. Hasil penjualan untuk bikin lagi. Lalu pemerintah mulai masuk. Ada pelatihan motif, proses pembuatan, pewarnaan, hingga pemasaran. Sekarang semua proses dilakukan sendiri. Berkembang sedikit demi sedikit,” tuturnya.

batik girilayu matesih karanganyar
Motif bikinan Kelompok Batik Wahyu Asih. (Istimewa)

Buruh batik yang sebelumnya bekerja pada juragan di Kota Solo, mulai membuka usaha mandiri. Tetapi, Yuli menyampaikan tidak semua. Masih ada orang-orang yang bertahan sebagai buruh batik di Solo. Tetapi, pada momen tertentu mereka akan menjadi buruh batik di kampung sendiri.

“Tetangga saya kadang membantu saya membuat batik. Pengerjaannya dibawa pulang. Kadang juga garap pesanan dari Solo,” katanya.

Baca juga: ASN Karanganyar Ketahuan Makan di Tempat Saat PPKM Darurat, Ini Sanksinya

Kampung Batik Girilayu berbenah perlahan setelah tumbuh pengusaha baru batik, dimulai dari pembentukan kelompok. Yuli tergabung dalam satu kelompok, Yuli Asih. Anggota kelompoknya 11 orang.

Wakil Ketua Paguyuban Giri Arum, Tarno, menyampaikan ada 11 kelompok di Desa Girilayu. Setiap kelompok membawahi 10 orang hingga 20 anggota. Tarno sendiri tergabung dalam kelompok Sidomukti.

“Seluruh kelompok dan paguyuban sudah mengantongi [surat keputusan] SK desa. Untungnya kami kalau memiliki kelompok dan paguyuban itu saat dapat permintaan partai besar. Bisa digarap beramai-ramai dan terkoordinir,” jelas Tohar saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu.

Pertahankan Batik Tulis

Yuli membenarkan pernyataan Tohar. Keberadaan kelompok lain di Girilayu menguntungkan karena lebih banyak mendatangkan pembeli baru. Selain itu, semakin banyak bantuan dan pendampingan dari pemerintah maupun swasta.

“Alhamdulillah ada perubahan. Dulu banyak mencoba, tapi pasar belum banyak. Sekarang teman-teman lebih banyak, ada kelompok, semakin banyak yang tahu Girilayu ada kampung batik. Banyak pesanan. Kalau kami tidak ada, bisa ambil ke kelompok lain. Informasi, bantuan, pendampingan juga makin banyak,” tutur dia.

batik girilayu matesih karanganyar
Salah satu motif Batik Girilayu bikinan Kelompok Sidomukti. (Istimewa)

Perkembangan zaman menuntut perajin batik ini terus berinovasi agar dapat bertahan hidup. Perajin Batik Girilayu juga melakukannya. Mereka belajar membuat batik kontemporer, batik dengan motif kekinian, seperti daun, burung, buah, dan lain-lain. Cara pewarnaan pun menggunakan teknik berbeda dan dibuat lebih cerah.

Baca juga: PPKM Darurat Diterapkan, Bupati Karanganyar: Belilah Produk Bikinan Warga Sekitar!

Sasaran mereka generasi muda dan pangsa pasar besar, yakni kalangan menengah ke bawah. Tarno menyebut perajin Batik Girilayu mengikuti perkembangan zaman.

Tetapi Tarno memastikan perajin batik Girilayu tidak melupakan hal mendasar dari warisan budaya leluhur itu. Unesco mengakui Batik Indonesia sebagai Warisan Budaya Takbenda melalui sidang Unesco di Abu Dhabi pada 2 Oktober 2009.

“Kami tidak lupa sebagai perajin batik klasik. Kami pelaku dan pelestari budaya. Di saat [perusahaan raksasa] memakai mesin printing, kami bertahan memakai tangan, manual. [Batik] tulis ini warisan asli budaya Indonesia. Ini keunggulan Batik Girilayu, Batik tulis Girilayu,” tutur Tarno menggebu-gebu.

Seragam Pamong dan Pengurus Kelompok

Motif batik klasik, seperti Wahyu Tumurun, Truntum, Sido Luhur, Cuwiri, Kawung, dan lain-lain menjadi “makanan” sehari-hari perajin Batik Girilayu. Tetapi, mereka tidak puas hanya dengan keahlian itu. Tarno menyebut Batik Girilayu membuat batik khas, yakni Batik Prasasti dan Manggisan.

“Itu [Batik Prasasti] seperti mahkota Tri Dharma. Kalau [Batik] Manggisan itu ya motif buah manggis terbelah. Sudah menjadi seragam pamong sini dan pengurus kelompok, paguyuban. Dua batik khas Girilayu karena memang potensinya itu [buah manggis],” ujar dia.

Tarno mengingat kelahiran motif khas Girilayu itu tidak luput campur tangan pihak akademisi dari ISI Yogyakarta. Dia menyebut motif batik bisa lahir dari inspirasi apa pun. Disinggung kedatangan pihak luar dari kalangan pelat merah maupun swasta, Tarno menyebut hal itu sebagai berkah.



Seperti saat ini, perajin Batik Girilayu sedang mendapat pendampingan dari Bank Indonesia. “Sangat menguntungkan dari segi pemasaran, pengembangan teknik dan motif, permodalan alat dan fasilitas. Lalu ruang pemasaran. Semua upaya itu supaya Batik Girilayu dan kampung batik di Girilayu bisa semakin dikanal masyarakat,” jelas dia.

Baca juga: Kunker ke Karanganyar, Pangdam dan Kapolda Jateng Soroti PPKM Darurat

Kini Desa Girilayu di Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar tidak hanya dikenal dengan makam Pangeran Sambernyawa atau Raden Mas Said dan Presiden ke-2 RI, Soeharto. Di desa itu memilik potensi luar biasa, yakni batik tulis yang diwariskan turun-temurun oleh warganya.

Camat Matesih, Ardiansyah, menyebut perkembangan kampung Batik Girilayu maupun perajin batik di Girilayu tidak bisa disebut sebentar. Prosesnya panjang dan membutuhkan campur tangan banyak pihak dari dalam maupun luar wilayah. Hingga akhirnya Kabupaten Karanganyar berani menyebut Batik Girilayu sebagai salah satu produk khas Karanganyar.

“Proses tidak sebentar menjadikan Batik Girilayu sebagai khas Karanganyar. Pendampingan dari akademisi, universitas, kementerian, pemerintah, perbankan, dan lain-lain. Keterampilan, pelatihan, marketing, inovasi, promosi, desain. Semua itu usaha mengangkat brand Batik Girilayu sebagai salah satu batik dari Karanganyar,” ungkap Aan, sapaan akrabnya, saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya