SOLOPOS.COM - Suwarmin (Dok/JIBI/Solopos)

Kolom edisi Senin (9/5/2016), ditulis jurnalis Solopos Suwarmin.

Solopos.com, SOLO — Sejak 28 April lalu bioskop negeri ini diwarnai persaingan antara film Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC2) dengan film Captain America: Civil  War. Dua film itu sama-sama ditunggu penggemarnya. AADC2 adalah film drama percintaan khas anak SMA.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sekuel pertamanya menjadi fenomena yang mewarnai kebangkitan sinema Indonesia 14 tahun silam, tepatnya Februari 2002. Ending yang menggantung pada film pertama ditambah beberapa gimmick dan setting film yang masih dibicarakan para pemirsanya membuat film ini dinanti.

Mungkin Indonesia kering film bagus. AADC kerap disebut-sebut. Pesona film ini membuat perusahaan aplikasi media sosial Line membuat versi minidrama pada dua tahun lalu. Sebelum film ini diluncurkan, ada beberapa prapeluncuran yang cerdas dan menarik. Aktor Nicholas Saputra dan aktris Dian Sastrowardoyo sampai sekarang masih menjual.

Captain America: Civil  War sudah pasti juga dirindukan. Film superhero khas Hollywood ini diproduksi Marvel Studio dan diedarkan oleh Disney. Dua nama besar menjadi jaminan kualitas. Harus diakui, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap kemampuan Riri Reza dan Mira Lesmana, dua nama besar di balik AADC2, sebenarnya membandingkan dua film ini tidak apple to apple.

Marvel adalah perusahaan yang telah berusia lebih dari 70 tahun dan Disney berusia hampir seabad. Untuk membuat Civil War ini, Marvel melibatkan ratusan tenaga ahli pembuat sound effect, special effect, dan visual effect. Mereka juga memanggil puluhan stuntman dari berbagai negara untuk membantu para aktor kaliber papan atas seperti Chris Evans, Scarlett Johansson, dan Robert Downey Jr.

Keberanian AADC2 muncul pada saat yang sama dengan Captain America layak dipuji. Kepercayaan diri produser AADC2 berbuah manis. Dalam sebuah konferensi pers di Surabaya pekan lalu, Mira Lesmana menyebut AADC 2 telah disaksikan lebih dari satu juta penonton dalam lima hari penayangan di bioskop sejak 28 April 2016.

Menurut Mira, jumlah penonton di Malaysia juga luar biasa. AADC2 diputar di 100 gedung bioskop di Malaysia dan telah meraup pendapatan dua juta ringgit atau sekitar Rp6,4 miliar. Ini belum ditambah pendapatan film dari Brunei Darussalam dan Singapura.

Belum ada laporan berapa penonton film Captain America dan berapa total pendapatan film ini. Captain America sepertinya masih unggul baik dari sisi jumlah penonton maupun pendapatan. Secara global sudah pasti AADC2 bukan pesaing Captain America. AADC2 hanya ditayangkan di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. Captain America ditayangkan di seluruh dunia.

Menurut catatan deadline.com, Captain America: Civil War sampai Sabtu (7/5) telah meraup pendapatan US$60 juta-US$61 juta. Film ini diperkirakan akan meraup pendapatan global US$700 juta, hampir tiga kali lipat dari total biaya produksi senilai US$250 juta. [Baca selanjutnya: Bukan ini esensi…]

Bukan ini esensi membandingkan AADC2 dengan Civil War. Film Indonesia naik dan turun seperti perubahan musim. Perfilman Amerika atau Hollywood tak pernah berhenti memproduksi film dengan genre beragam: drama, action, komedi, dan lain-lain.

Kekuatan budaya Amerika melalui film dan musik, kekuatan militer mereka, dan kemapanan mereka dalam hal ilmu pengetahuan dan ekonomi membuat mereka dengan mudah menjejalkan hiburan kepada kita, hingga jauh ke ruang pribadi kita, dari generasi ke generasi.

Kita lebih sering menjadi pasar produk hiburan dan budaya bangsa lain. Sejauh ini kebudayaan kita hanya familiar di Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura sebagai sesama komunitas Melayu. Banyak penyanyi dan artis kita popular di negara-negara tersebut.

Banyak penyanyi Malaysia yang ngetop di sini. Film dan musik kita belum berhasil melompati batas Melayu. Ada pengecualian pada 1-2 lagu atau penyanyi. Anggun C. Sasmi termasuk dalam pengecualian itu.

Produk hiburan bisa menjadi duta yang ampuh untuk memperkenalkan negara. Fenomena demam K-Pop sebagai bagian dari Korean wave dan peningkatan arus wisatawan asing ke Korea Selatan ditengarai punya korelasi yang signifikan.

Produk hiburan menjadi semacam soft power dan bagian penting diplomasi budaya. Belakangan peningkatan wisatawan asing ke Turki  juga diduga karena maraknya drama Turki di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Bayangkan jika produk hiburan kita bisa lalu lalang di berbagai negara di dunia. Pasti akan muncul efek berantai yang luar biasa. Selain menambah pundi-pundi penghasilan artis, sineas, pekerja seni, dan produsernya, negeri kita juga familiar di kalangan bangsa-bangsa lain.

Jika demikian, akan banyak turis asing yang datang ke sini. Indonesia tak lagi menjadi bangsa yang asing, bahkan sering dianggap sebagai salah satu negeri di Asia yang “hanya” menjadi bagian dari Bali.

Inilah tantangan bagi pemerintah dan insan seni untuk bekerja lebih keras meningkatkan kualitas agar produk hiburan kita diterima di pasar global. Di era kampung global yang flat seperti sekarang, dunia disatukan dalam satu sentuhan di layar Internet, kesempatan untuk mencuri perhatian semakin besar.

Dalam kasus yang lebih khusus, film AADC2 yang mengambil setting di sejumlah tempat di Daerah Istimewa Yogyakarta akan semakin membuat orang penasaran dan ingin datang ke Kota Gudeg. Saya berharap kelak ada film besar dengan setting Solo sehingga banyak wisatawan Nusantara maupun asing datang ke kota ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya