SOLOPOS.COM - Ahmad Djauhar (Dok/JIBI/Solopos)

Kolom kali ini, Senin (3/8/2015), ditulis Ahmad Djauhar. Penulis adalah Ketua Dewan Redaksi Harian Umum Solopos.

Solopos.com, SOLO — Bulan ini bangsa Indonesia merayakan ulang tahun ke-70 proklamasi kemerdekaan. Usia ke-70 bagi sebuah bangsa tentu belum dapat dikatakan tua, tapi juga tidak bisa disebut muda lagi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Masih banyak bangsa berusia lebih dari seabad yang tak kunjung mampu mengentaskan diri dari keterbelakangan, namun tidak sedikit pula bangsa lebih muda yang mencapai kemapanan.

Ada beberapa perilaku maupun sikap yang membuat kita sebagai bangsa tidak kunjung maju, antara lain kebodohan, hipokrisi, ketidakjujuran, kemalasan, kedengkian, ketidakdisiplinan, lebih mementingkan diri dan kelompok, serta apatis.

Ekspedisi Mudik 2024

Berbagai sikap dan perilaku tersebut menjadikan amarah sebagian anggota masyarakat menjadi mudah tersulut ketika menghadapi persoalan kecil sekalipun, suka bertindak seenaknya, sering memaksakan kehendak, lari dari tanggung jawab, serta lebih menyukai jalan pintas ketimbang harus bersusah payah untuk berusaha.

Mau contoh untuk berbagai perilaku tersebut? Cobalah untuk melihat di sekeliling kita barang sejenak. Tentu akan kita jumpai berbagai tindakan negatif yang dilakukan oleh sejumlah anggota masyarakat secara kolektif.

Tindakan negatif itu misalnya berramai-ramai mengendarai sepeda motor dengan cara melawan arus atau bahkan naik ke trotoar yang sebenarnya diperuntukkan bagi pejalan kaki.

Begitu diingatkan, mereka akan marah dan tidak jarang menantang berkelahi, meskipun mereka itu sudah dewasa. Contoh lain adalah betapa tidak tertibnya masyarakat kita ketika diminta untuk antre dalam berbagai urusan.

Kalau tidak menyerobot atau bahkan menyuap, mereka menggunakan joki demi tidak ingin repot mengantre. Betapa seringnya kita dengar berita mengenaskan tentang adanya korban tewas dalam antrean untuk urusan tertentu akibat mereka lebih memilih berdesak-desakan.

Tidak sedikit cerita dari sejumlah kawan yang sering berkelana ke negara maju, bahwa para orang tua tidak bangga kalau anak mereka pintar matematika tapi tidak disiplin dalam hal mengantre untuk berbagai urusan.

Ini contoh nyata betapa pendidikan disiplin dalam tata nilai kemasyarakatan lebih ditekankan di negara-negara yang berperadaban maju. Benarkah kita ini bangsa bodoh?

Mengapa hingga kini belum satupun putra atau putri Indonesia yang tercatat sebagai penerima hadiah Nobel yang dianggap sebagai pengakuan bagi prestasi keilmuan teroptimal sebuah bangsa?

Nobel di bidang perdamaian sekalipun belum pernah kita terima, sementara salah seorang putra Timor Leste, bekas koloni kita—apa pun alasannya–sudah tercatat dalam daftar Nobel Laureate.

Tentu saja kita bukanlah bangsa bodoh. Sejumlah anak bangsa telah menorehkan tinta emas di panggung dunia, baik di bidang sosial, seni dan budaya, sains dan teknologi, maupun bidang-bidang lainnya.

Sedangkan penghargaan seperti halnya Nobel itu, kiranya cuma soal waktu. Saat ini begitu banyak karya anak bangsa yang sebenarnya layak memperoleh anugerah bergengsi tersebut.

Kita tentu ingat salah satu putra terbaik bangsa Indonesia asal Solo, Warsito Purwo Taruno, penemu teknologi pemindai empat dimensi yang dikembangkan menjadi pendeteksi kanker sekaligus program penyembuhannya.

Penemuan ini dianggap berpotensi untuk meraih Nobel. Kedua pendahulu di bidang teknologi tersebut—penemu teknologi sinar-X dan CT-scan—terbukti telah meraih anugerah itu.

Untuk menjadi ilmuwan, budayawan, atau seniman kelas Nobel tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mereka harus menghasilkan karya besar berskala global terlebih dulu. [Baca: Bukan Subjek]

 

Bukan Subjek
Untuk contoh kasus Doktor Warsito tersebut, dia harus bersusah payah menempuh pendidikan dalam waktu cukup lama di perguruang tinggi bergengsi serta melakukan riset di berbagai lembaga berskala global pula.

Sayangnya, ketersediaan sarana seperti itu masih langka di negeri tercinta ini. Keberadaan perguruan tinggi nasional cenderung masih sebagai objek, bukan subjek. Kegiatan riset nyaris berkutat untuk kepentingan menghasilkan gelar akademik semata, bukan berorientasi pasar.

Tidak mengherankan apabila peringkat perguruan tinggi nasional yang paling top sekalipun hanya berada di luar peringkat ke-100 di antara institusi pendidikan tinggi sedunia. Dibandingkan dengan sesama perguruan tinggi tingkat ASEAN sekalipun, peringkat universitas atau akademi kita tetap kalah.

Sebenarnya masyarakat berharap banyak terhadap setiap pemerintahan baru yang terbentuk. Pemerintahan baru selalu diharapkan mampu menciptakan terobosan agar sistem pendidikan di negeri ini mencapai kemajuan berarti dan sanggup menghasilkan lulusan yang siap bersaing dengan alumni lembaga pendidikan di luar negeri.

Kekecewaan senantiasa lebih banyak mewarnai pemerintahan baru tersebut. Kasus paling baru mungkin adalah betapa mudahnya menteri baru membatalkan pemberlakuan perubahan kurikulum yang belum sampai seumur jagung diterapkan dalam sistem pendidikan nasional.



Sudah menjadi pemeo bahwa setiap kali berganti pemerintahan atau bahkan ganti menteri, senantiasa ganti kebijakan. Hasilnya secara keseluruhan tetap saja menempatkan sistem pendidikan di Indonesia termasuk yang tertinggal dibandingkan dengan banyak negara, termasuk di tingkat regional sekalipun.

Ulang tahun ke-70 kemerdekaan negeri ini seyogianya menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk mengubah berbagai hal yang secara langsung maupun tidak menciptakan kondisi destruktif dan berpotensi memerosokkan negeri ini ke dalam lembah kenistaan lebih dalam.

Pembenahan berbagai hal mendasar, terutama berkaitan dengan kelemahan perilaku dan sikap bangsa, termasuk sektor pendidikan, hendaknya menjadi prioritas. Janganlah menjadikan anak bangsa sebagai kelinci percobaan karena taruhannya terlalu besar bagi masa depan negeri ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya