SOLOPOS.COM - Seorang pedagang roti bakar melayani pembeli di pinggir Jl Raya Sukowati Sragen saat diberlakukan pemadaman lampu jalan selama dua jam, Senin (12/7/2021) malam. (Solopos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Wilayah kota Sragen berubah menjadi seperti kota mati saat lampu jalanan dipadamkan selama dua jam, Senin (12/7/2021) malam.

Lalu lintas di Jl Raya Sukowati pusat kota Sragen lengang. Jalan sepanjang 1 km mulai dari persimpangan Terminal Lama di ujung timur hingga persimpangan Beloran di ujung barang merupakan jantung Kota Sragen.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kota itu terasa mati pada Senin (12/7/2021) mulai pukul 20.00 WIB saat lampu penerangan jalan umum (LPJU) dan lampu penerangan di fasilitas umum dipadamkam.

Hanya beberapa pengendara motor yang melintas di jalanan kota Sragen saat pemadaman lampu itu kemudian masuk ke gang kampung. Beberapa mobil juga lewat jalur itu tetapi jumlahnya kurang dari jumlah jari tangan.

Baca Juga: Bandel Buka Lampaui Pukul 20.00 WIB, HIK di Teguhan Sragen Ditutup Paksa

Suasana gelap pada malam itu semakin menunjukkan seperti kota yang tak berpenghuni. Sinar lampu hanya berasal dari lampu pertokoan yang tutup dan lampu gang-gang kampung, serta lampu-lampu yang dipakai pedagang kaki lima (PKL) yang masih bertahan di pinggir jalan.

Hampir semua LPJU sepanjang jalan itu mati, kecuali tiga LPJU di depan Swalayan Matahari, satu LPJU sebelah timur Taman Krido Anggo. Lalu satu LPJU depan Swalayan Luwes.

Alun-alun Sasana Langen Putra Sragen yang biasanya ramai warga dan pedagang, malam itu sepi saat lampu jalanan padam. Tak ada aktivitas satu pun orang di Alun-alun karena gelap. Hanya lampu sorotan dari tayangan videotron yang menerangi sekitar Alun-alun.

PKL Minim Pendapatan

Masih ada PKL yang bertahan meskipun tak ada satu pun warga yang jajan. Namun, ada juga PKL yang akhirnya membongkar lapak mereka meski baru buka saat waktu Magrib. PKL sepanjang Jl Raya Sukowati itu ada angkringan hik, pedagang roti bakar, bebek goreng, martabak, wedang ronde, dan lain-lain.

Baca Juga: Baru 2 Pekan Dibuka, Gerbang Tol Sambungmacan Sragen Bakal Ditutup Lagi

Para pedagang di lokasi PKL Garuda tutup semua. Biasanya ada penjual satai kambing di lokasi itu. Seorang pedagang roti bakar asal Widoro, Sragen Wetan, Sragen, Ari, 33, masih bertahan di lapaknya dekat Kampung Lampion, Sarigunan, Sragen, meski lampu jalanan dipadamkan.

Ia berjualan di tempat itu sudah 10 tahun. Ayah dua anak itu baru buka saat Magrib dan biasanya tutup pada pukul 24.00 WIB. Senin malam itu, lapak Ari sepi.

“Sejak akses jalan ditutup saat malam hari, pendapatan sudah sepi. Sekarang malah ditambah lampu dimatikan, tambah sepi lagi. Kami tidak diberi tahu soal pemadaman LPJU mulai malam ini. Pedagang bebek goreng sebelah sudah tutup karena sepi,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com, Senin malam.

Ari menyampaikan rezeki itu tidak pasti, kadang rezeki datang sore, kadang juga malam hari. Ia mengatakan pedagang itu kalau enggak berjualan makan enggak makan.

Baca Juga: Lampu Jalanan Kota Sragen Dimatikan 2 Jam Tiap Malam, Catat Waktunya

Legislator Usul Pemadaman Dilakukan Bergilir

“Keluarga bagaimana? Lampu mati tambah banyak orang tak keluar rumah. Aturan kesehatan itu memang tidak nyambung dengan jualan. Sekarang bisa untuk bayar setoran utang saja sudah bersyukur. Biasanya bisa dapat Rp300.000 per malam. Sekarang sampai hampir pukul 22.00 WIB, baru laku enam roti bakar,” katanya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen Tatag Prabawanto mengeluarkan Surat Edaran (SE) pemadaman lampu jalanan kota Sragen itu sekaligus sebagai pemberitahuan kepada publik. SE itu, katanya, juga sudah disosialisasikan lewat media sosial oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Sragen.

Legislator dari Fraksi Partai Golkar DPRD Sragen, Sri Pambudi, menyampaikan kebijakan pemadaman listrik itu mestinya dilakukan secara bergilir, artinya bukan hanya fasilitas umum dan jalan sekitar Alun-alun.

“Kasihan yang jualan sepanjang jalan itu kalau pemadaman hanya dilakukan di satu tempat. Kalau dibuat bergilir itu pedagang bisa bertahan, misalnya malam ini ke lokasi A, besok malam ke lokasi B dan seterusnya. Ini memang bukan kebijakan populis tetapi harus bisa dipahami demi kepentingan bersama,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya