SOLOPOS.COM - Seorang penjual menjajakan getuk Yoko di Jl. Ceper-Pedan, Kamis (23/2/217). Getuk Yoko dijual setiap hari kecuali Senin Wage, pukul 09.00 WIB-17.00 WIB. (Ponco Suseno/JIBI/Solopos)

Getuk Yoko di jalan Pedan-Ceper, Klaten, dikenal dengan empuk dan legitnya.

Solopos.com, KLATEN — Jika penyair asal Inggris, William Shakespeare, menyebutkan apalah arti sebuah nama, hal tersebut tak berlaku bagi Sarjiyoko alias Yoko, 43, warga Kurung, Kecamatan Ceper, Klaten. Tumbuh di lingkungan keluarga pembuat getuk, Yoko menilai nama dari orang tuanya memberikan hoki. Getuk ayah-ibunya selama puluhan tahun itu lebih dikenal dengan namanya, getuk Yoko.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Bagi warga Ceper dan sekitarnya, getuk Yoko sudah cukup moncer. Rasa getuk yang legit mampu memikat lidah konsumen di Ceper dan sekitarnya. Getuk Yoko juga sudah dikenal warga di luar Klaten.

Tekstur getuk Yoko terlihat sangat kenyal. Bentuk getuk Yoko ada yang kotak, ada pula yang bundar dengan diameter kurang lebih 4 cm. Ketebalan getuk berkisar 1 cm. Yoko pun bercerita awal mula orang mengenal nama getuknya.

“Pemberian nama getuk Yoko itu justru berasal dari pelanggan bapak dan ibu [Hardipawiro dan Sujiyem]. Dulu, saat masih menjajakan getuk dengan berkeliling dari desa ke desa [di era 1970-an] dengan gerobak. Waktu itu, bapak dan ibu sering membawa saya yang masih berusia satu tahun [ditaruh di gerobak],” tutur saat ditemui Espos, di rumahnya di Ceper, Kamis (23/2/2017).

“Pada akhirnya, konsumen getuk di Ceper dan sekitarnya sering menyebut getuk Yoko. Bagi saya, pemberian nama ini menjadi anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.”

Yoko mengatakan bapak dan ibunya mulai menjajakan getuknya dengan mangkal di pinggir jalan Ceper-Pedan di era 1980-an. Hardipawiro dan Sujiyem membangun bangunan mirip gubuk di pinggir jalan tersebut. Mulai era 1990-an, getuk Yoko semakin banyak penggemarnya. Ramainya jalan Ceper-Pedan juga mendukung usaha getuk Yoko.

“Yang meracik rasa getuk ini awalnya bapak saya. Saat ini, masih terus dilanjutkan. Soal rasanya yang legit masih terjaga selama bertahun-tahun,” katanya.

Yoko mengatakan pembuatan getuk Yoko seringkali menghabiskan bahan ketela sebanyak 50 kg. Saat Lebaran, Yoko menambah pembuatan getuk hingga 150 kg. Ketela yang menjadi bahan baku pembuatan getuk Yoko didatangkan secara khusus dari Boyolali karena dinilai memiliki rasa yang enak.

Langsung Lhep!

“Getuk ini dibuat saat dini hari. Ada delapan orang yang mengerjakan. Semua masih memiliki hubungan saudara dengan saya. Getuk ini mulai dijajakan di pinggir Jalan Ceper-Pedan pukul 09.00 WIB. Tutup pukul 17.00 WIB. Sering kali, getuk juga sudah ludes mulai pukul 13.00 WIB. Bahkan saat Lebaran, kami kewalahan melayani konsumen yang datang [selain warga Ceper dan sekitarnya, konsumen saat Lebaran juga berasal dari luar Klaten],” katanya.

Yoko mengatakan harga getuk bervariasi, yakni dari Rp5.000-Rp20.000. Dalam sehari, omzet getuk Yoko minimal Rp800.000. Hasil dari penjualan getuk itu sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari Yoko dan keluarga besarnya.

“Hari Minggu itu juga ramai. Kami buka setiap hari kecuali Senin Wage. Di hari itu [Senin Wage] merupakan hari meninggalnya eyang saya. Sebagai bentuk penghormatan, biasanya getuk Yoko libur,” katanya.

Yoko mengatakan getuk Yoko tidak membuka cabang. Guna mengembangkan usaha bisnisnya, Yoko memanfaatkan media sosial (medsos) dan menawarkan getuknya ke beberapa sekolah di kawasan Ceper dan sekitarnya.

“Saat ini bisa dibilang, saya dan keluarga sudah mulai menikmati hasil dari merintis getuk Yoko. Selama prosesnya, kami juga pernah dilanda persoalan. Pernah suatu ketika, di Ceper ada angin besar sehingga gerobak getuk milik bapak dan ibu itu terguling. Kerugian cukup besar. Tapi, kami terus bangkit. Yang terpenting dalam mengeluti usaha itu harus giat dan memperbanyak hubungan dengan orang lain,” katanya.

Salah satu konsumen setia getuk Yoko adalah Karyati, 27. Bagi karyawan swasta ini, getuk Yoko memiliki rasa legit dan tidak begitu lembek. “Kalau di Magelang itu dikenal dengan getuk Trio. Kalau di sini, ya getuk Yoko. Saat saya pergi ke luar Klaten, seperti ke Solo, sering membawa getuk Yoko sebagai oleh-oleh atau camilan saat ngobrol dengan teman dari luar kota. Getuk Yoko itu selalu anyar [setelah dibuat langsung dijual],” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya