SOLOPOS.COM - Ahmad Alfi (Istimewa)

Mimbar mahasiswa, Selasa (26/4/2016), ditulis mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan IAIN Surakarta, Ahmad Alfi.

Solopos.com, SOLO — Saya adalah mahasiswa Jurusan Tadris (Pendidikan) Bahasa Indonesia di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta. Pada mulanya saya tak meresahkan hal ihwal nasib dan masa depan saya dari jurusan bahasa yang tergolong sebagai progam studi baru di kampus saya.

Promosi Pramudya Kusumawardana Bukti Kejamnya Netizen Indonesia

Menjadi menarik ketika saya malah benar-benar menemui kegelisahan teman seangkatan saya yang berniat untuk pindah ke jurusan lain. Ada apa dengan jurusan bahasa? Kegelisahan para mahasiswa jurusan bahasa bermula dari bayang-bayang sulitnya mencari pekerjaan di masa depan.

Alih-alih apa yang bisa di lakukan oleh mahasiswa dari jurusan bahasa, utamanya Jurusan Tadris Bahasa Indonesia? Perkembangan dunia modern menyebabkan persaingan kerja ketat. Begitulah faktanya. Sebagai mahasiswa, tentu saya merasa miris dengan paradigma “kegelisahan berkarier” pada prospek  jurusan.

Ekspedisi Mudik 2024

Dalam konteks ini mahasiswa dimaknai sebagai (calon) pelamar pekerjaan dan bukan wirausaha atau pencipta peluang kerja. Kegelisahan ini patut untuk diperbincangkan. Saya sangat setuju dengan pendapat Mustaqim di Mimbar Mahasiswa, Solopos edisi 4 April 2016. Dalam esainya, Mustaqim menuliskan: apa pun program studinya, jika mahasiswa aktif berkarya, peluang akan datang dengan sendirinya.

Apa yang kurang jelas dari pendapat Mustaqim? Mahasiswa seharusnya sadar dan tahu apa tujuan kuliah. Toh, kuliah bukan untuk bekerja, tapi belajar dan berkarya! Di kampus saya, jurusan yang mengkaji ilmu bahasa adalah Jurusan Sastra Inggris, Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, dan Jurusan Tadris (Pendidikan) Bahasa Indonesia.

Lima jurusan bahasa tersebut terlalu sempit jika dilihat prospeknya hanya sebagai seorang pengajar, padahal tak demikian. IAIN Surakarta telah menerapkan Kurikulum Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT).

Kebijakan dari KKNI dan SNPT ialah agar setiap jurusan diharapkan mampu mengeksplorasi pengetahuan dengan menciptakan produk (karya). Secara tidak langsung kurikulum ini mendorong mahasiswa untuk berpikir kreatif.

Misalnya, tiap tahun Jurusan Sastra Inggris dan Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris selalu menggelar bazar fairy sale. Kegiatan tahunan ini bertujuan mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dengan berkarya. Karya yang dipamerkan dapat dijadikan sebagai media pembelajaran, yakni berupa film dan game yang berbasis personal computer (PC), website, dan android.

Barangkali mahasiswa jurusan bahasa malas untuk sekadar berimajinasi. Pikiran yang out of the box dalam berkarya semakin sulit ditemui. Ini menjadi citra mahasiswa masa kini yang (mayoritas) lebih pantas disebut “pengekor” ketimbang “pelopor”. Menyedihkan.

Sekali lagi, mahasiswa jurusan bahasa tak usah khawatir esok akan jadi manusia jenis apa (baca: pekerjaan). Peluang mahasiswa jurusan bahasa sebenarnya lebih luas jika diproyeksikan dengan karya. Mustaqim telah menegaskan bahwa dengan berkarya mahasiswa jurusan bahasa ikut membangun peradaban. [Baca selanjutnya: Orang Besar]Orang Besar

Saya jadi teringat pada sebuah buku karya Suparto Brata, judulnya Ubah Takdir: Lewat Baca dan Tulis Buku (2011). Melalui buku itu, Mbah Parto merangsang semangat berkarya kaum terpelajar Indonesia. Dalam tulisannya, Mbah Parto menjelaskan tujuan sekolah adalah untuk belajar membaca dan menulis (2011: 13).

Saya mafhum kalau orang-orang besar memang terlahir dari budaya membaca dan menulis (berkarya). Apakah guru, profesor, insinyur, dan presiden sekalipun bisa terlahir tanpa membaca dan menulis?  Minda Perangin dalam kumpulan tulisannya memprotes dengan menyatakan kegiatan membaca dan menulis seharusnya menjadi sebuah kebutuhan.

Kegiatan membaca dan menulis seharusnya bukan hanya pengisi waktu luang atau bahkan cuma urusan mengerjakan tugas. Saya turut menafsirkan tulisan Minda Perangin sebagai argument persuasive. Minda mengajak manusia memosisikan diri apabila tidak membaca atau menulis maka yang terjadi adalah lapar.

Untuk menyudahi lapar ya harus membaca dan menulis. Begitu. Berangkat dari pengalaman diri Mbah Parto dan Minda, kita tersadarkan akan dua entitas penting dunia literer, dunia bahasa, yang tak terpisahkan: membaca dan menulis.

Dengan membaca kebutuhan naluri untuk berbagi pengetahuan dituangkan dalam kegiatan menulis. Tujuan utama dari membaca dan menulis adalah suatu karya. Sungguh ironis bila mahasiswa jurusan bahasa tidak memiliki tradisi literer (membaca dan menulis).

Bila demikian adanya, apa yang saya bayangkan tentang orang-orang dengan berderet gelar akademik di belakang nama mereka adalah kata ”munafik”! Saya berpikir tentu orang-orang dengan deretan gelar akademik di belakang nama mereka membaca banyak buku yang tebal-tebal, membaca buku dari berbagai macam bahasa.

Dengan laku demikian mereka pantas disebut intelektual dan keberadaan mereka sangat dibutuhkan dunia. Sekarang mari mantapkan niat untuk sungguh-sungguh dan tekun belajar bahasa di jurusan masing-masing.

Revolusi mental ala pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla juga harus kita terapkan dalam membina mentalitas mahasiswa jurusan bahasa agar berani berkarya. Pemerintah berusahah serius memajukan dunia literer Indonesia.

Dalam sebuah wawancara dengan wartawan Majalah Tempo pada 6 April 2016 lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan akan menyediakan dana bagi penulis dalam bentuk beasiswa. Apresiasi ini diharapkan menjadi pendorong bagi penulis untuk berkarya.

Kawan-kawan mahasiswa jurusan bahasa di mana pun berada kini pemerintah sedang menanti ide kreatif dan inovasi mahasiswa jurusan bahasa dengan suatu karya. Ayo tunggu apa lagi? Bersemangatlah belajar bahasa dan berkarya. Mari kita buktikan dengan karya! Pepatah menyatakan ”semakin luas bahasa yang kita kuasai maka semakin luas dunia kita”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya