SOLOPOS.COM - Sertifkat vaksin yang diduga milik Presiden Jokowi bocor dan beredar di twitter. (twitter/suara.com)

Solopos.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri mengatakan beredarnya sertifikat vaksin milik Presiden Joko Widodo (Jokowi) di media sosial mengandung unsur pidana.  Sertifikat vaksin yang beredar di Twitter menampilkan data pribadi Jokowi yang meliputi meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK), tanggal lahir, tanggal vaksinasi, nomor identifikasi vaksinasi, serta jenis dan batch vaksin yang digunakan.

Data tersebut kabarnya diperoleh dari platform PeduliLindungi yang digunakan untuk memeriksa status vaksinasi dan pelacakan Covid-19. Platform yang dapat diakses melalui peramban web dan aplikasi ponsel itu sempat dipertanyakan keamanannya setelah muncul dugaan kebocoran data Kartu Waspada Elektronik atau Electronic Health Alert Card (eHAC).

Promosi Kecerdasan Buatan Jadi Strategi BRI Humanisasi Layanan Perbankan Digital

Masyarakat khawatir, data mereka yang tersimpan dalam platform PeduliLindungi bocor dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Lantas, apakah beredarnya sertifikat vaksin Jokowi yang menghebohkan warganet itu terjadi akibat kebocoran data di platform PedulilLindungi?

Baca Juga: Terpapar Covid-19, Atlet Paralimpiade Belgia Dilarikan ke Rumah Sakit

Ekspedisi Mudik 2024

Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, menyebut menyebarnya sertifikat vaksin milik Presiden Jokowi merupakan kasus penyalahgunaan NIK, bukan kebocoran data pribadi yang tersimpan dalam platform PeduliLindungi. Ketentuan pidana tersebut diatur dalam UU Administrasi Kependudukan (Adminduk) No. 24 Tahun 2013.

“Ini bukan kebocoran NIK, tetapi menggunakan data orang lain untuk mendapatkan data informasi orang lain. Ada sanksi pidananya untuk hal seperti ini,” katanya kepada awak media di Jakarta seperti diberitakan Bisnis, Jumat (3/9/2021).

Berdasarkan penelusuran Bisnis, informasi mengenai NIK Jokowi lengkap dengan foto Kartu Tanda Penduduk (KTP) sudah lama beredar di dunia maya. Tidak hanya itu, NIK Jokowi juga dipublikasi oleh situs Komisi Pemilihan Umum (KPU), sehingga semua orang bisa memvalidasi data tersebut.

Baca Juga: Polri Beri Lampu Hijau Stadion Manahan Venue Liga 2

 

Pembaruan Platform

Lebih lanjut, menurut Zudan, kasus penyalahgunaan NIK tak terlepas dari fotokopi KTP maupun Kartu Keluarga (KK) yang selama ini diminta untuk syarat administrasi, tak terkecuali administrasi kependudukan. Data yang diperoleh dari fotokopi dokumen tersebut kemudian disebarluaskan atau dimanfaatkan untuk keperluan tertentu.

“Agak sulit [menyelesaikan] yang [beredar] di media sosial. Seperti NIK, KK, atau KTP elektronik yang di-share lewat WhatsApp atau e-mail. Pasti sudah masuk ke pemilik platform. Nah, yang ada di media sosial juga sudah dilaporkan ke Kominfo [Kementerian Komunikasi dan Informatika],” ungkapnya.

Agar kasus seperti yang dialami Jokowi tak terjadi lagi, Zudan menyarankan pembaruan platform PeduliLindungi agar tak bisa diakses tanpa sepengetahuan pemilik sertifikat seperti saat ini. Dia berharap platform tersebut dilengkapi dengan sistem keamanan otentifikasi dua faktor (two-factor authentication).

Baca Juga: Positivity Rate Agustus Turun 18,38 Persen, Satgas Covid-19 Minta Jangan Berpuas Diri

“Saran saya untuk PeduliLindungi perlu two-factor authentication, tidak hanya dengan NIK saja [aksesnya]. Bisa dengan biometrik atau tanda tangan digital,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya