SOLOPOS.COM - Ilustrasi pakai perhiasan emas. (Freepik)

Solopos.com, SOLO–Beberapa waktu lalu, beredar isu di media sosial bahwa perhiasaan emas berbahaya bagi bayi karena partikel dari logam mulia dipercaya dapat menembus kulit dan aliran darah dalam tubuh bayi. Ini disebut migrasi emas, yang berisiko menimbulkan penyakit, mulai dari alergi, iritasi, gatal, luka hingga timbul kemerahan. Namun, informasi tersebut tidak benar adanya.

Menurut dokter spesialis kulit dan kelamin, Dr.dr. Raendi Rayendra, SpKK, M.Kes, mengutip laman resmi Kominfo, Kamis (19/8/2021), emas merupakan logam mulia yang mempunyai bentuk atom yang stabil. “Sebetulnya emas tidak bisa masuk ke dalam aliran darah. Emas juga merupakan logam yang paling jarang menyebabkan suatu kasus dermatitis kontak alergi. Hanya satu sampai dua persen bisa menyebabkan dermatitis kontak alergi namun tidak bisa masuk ke darah karena emas bukan logam berat.” jelasnya. Hasil penelitian terkait partikel emas, juga menunjukkan fakta yang berbanding terbalik dengan informasi yang beredar.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Baca Juga: Cinta Laura Putuskan Tak Punya Anak, Ini Alasannya

Sebuah penelitian pada 2006 menunjukkan partikel emas yang hanya berukuran nanometer atau sepersejuta meter bersama dengan gelombang mikro yang sangat lemah dapat melarutkan gumpalan protein abnormal yang terkait dengan penyakit Alzheimer dan berpotensi terkait dengan penyakit degeneratif lainnya.

Melansir Phys.org, Kamis (19/8/2021), ahli kimia organik di University of Chile di Santiago, Marcelo Kogan, bersama rekan-rekannya mengembangkan partikel emas dengan lebar kira-kira 10 nanometer dengan peptida yang melekat padanya yang secara khusus mengikat jenis protein abnormal yang ditemukan pada Alzheimer. Partikel-partikel ini cukup kecil untuk menembus membran sel dan juga dapat menyerap radiasi gelombang mikro.

Para ilmuwan menginkubasi nanopartikel dengan protein hingga seminggu, cukup lama untuk protein menggumpal. Menggunakan frekuensi gelombang mikro pada tingkat daya enam kali lebih rendah daripada yang digunakan oleh ponsel konvensional, para peneliti menemukan bahwa beberapa jam penyinaran memanaskan nanopartikel, cukup untuk benar-benar melarutkan gumpalan beracun. Nanopartikel saja tidak menunjukkan efek seperti itu, sedangkan gelombang mikro saja mempercepat laju pertumbuhan serat abnormal.

Baca Juga: Ketika Perempuan Memutuskan Tidak Mau Memiliki Anak

“Teknik baru ini dapat dianggap sebagai semacam operasi molekuler yang dapat menghentikan atau memperlambat perkembangan penyakit tanpa merusak sel-sel otak yang sehat,” kata Kogan seperti mengutip laman Bisnis.com, Kamis (19/8/2021).

Selain itu, protein abnormal yang diperlakukan dengan nanopartikel dan gelombang mikro gagal menggumpal setelah setidaknya satu pekan, menunjukkan perlakuan ini secara signifikan mengurangi kemampuan protein untuk berkumpul kembali menjadi serat. Kogan dan rekan-rekannya saat ini sedang merancang studi hewan yang menggabungkan teknik mereka. Studi ini sudah dipublikasikan dalam jurnal Nano Letters.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya