SOLOPOS.COM - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati (baju biru), saat berbincang dengan wartawan di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri, Kamis (18/2/2021). (Solopos/M. Aris Munandar)

Solopos.com, WONOGIRI – Pantai di Wonogiri yang tinggi bisa menjadi tameng jika terjadi bencana tsunami. Oleh karena itu, Wonogiri dianggap memiliki risiko dampak tsunami yang relatif rendah dibandingkan daerah lain.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengatakan pantai di Wonogiri sudah tinggi. Tingginya pantai itu bisa menjadi tameng ketika terjadi tsunami.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Tsunami mau menembus ke permukiman tidak bisa. Karena tsunami tidak bisa melompat pantai yang tinggi. Jadi ketinggian pantai di Wonogiri melampaui ketinggian tsunami. Sehingga risikonya relatif rendah,” ujar dia kepada wartawan di Pendapa Rumah Dinas Bupati Wonogiri, Kamis (18/2/2021).

Baca Juga: Anies Baswedan Dampingi Jokowi Tinjau Vaksinasi Covid-19 Pedagang

Dwikorita menambahkan kajian tentang adanya potensi tsunami 20 meter di Laut Selatan Jawa itu berada di sebelah selatan wilayah Jawa Barat. Tsunami dengan ketinggian 20 meter itu bisa terjadi jika gempa bumi di laut selatan Jabar berkekuatan 8,7 magnitudo hingga 9,1 magnitudo.

“Jika terjadi di sana, dampak yang dirasakan di Wonogiri tidak sampai 20 meter. Rata-rata ketinggian tsunami di sini itu sekitar enam meter. Dengan adanya tebing tinggi yang dimiliki Wonogiri di sekitar pantai, maka ketinggian enam meter itu tidak sampai ke permukiman. Kalau di Jabar dengan ketinggian pantai nol meter bisa dilompati tsunami,” kata dia.

Hal berbeda justru ditunjukkan di wilayah lain seperti Pangandaran dan Pacitan. Menurut Dwikorita pantai di Pacitan dan Pangandaran berbentuk datar, rendah dan landai.

“Pantai di Pacitan itu topografinya seperti mangkuk. Ketika air tsunami sudah masuk pantai, kembali ke laut sulit. Air terjerat atau terjebak di situ, jadi sulit keluar. Sehingga mengakibatkan dampak rendaman tsunami yang tinggi,” ungkap Dwikorita.

Kajian

Meski begitu, dia menjelaskan potensi tsunami 20 meter itu merupakan kajian, bukan prediksi atau ramalan. Kajian itu untuk membuat skenario terburuk dalam menyiapkan skenario mitigasi. “Bukan dipastikan besok terjadi tsunami. Tapi untuk mempersiapkan langkah mitigasi ketika menghadapi tsunami dengan ketinggian 20 meter,” kata dia.

Baca Juga: Sejauh Mana RUU Pembatasan Transaksi Tunai? Ini Penjelasan PPATK

Dwikorita lantas mengimbau kepada masyarakat yang berdekatan dengan laut selatan untuk berlatih evakuasi mandiri. Sehingga ketika terjadi tsunami sudah mengetahui jalur evakuasinya. Sudah berlatih juga menuju ke tempat evakuasi dalam waktu yang cukup. Jika biasanya tsunami terjadi sekitar 20 menit, maka harus bisa ke tempat evakuasi kurang dari waktu itu.

“Sikap tenangnya masyarakat dalam menanggapi kajian potensi tsunami 20 meter itu harus dimaknai bukan berarti mereka tidak harus melakukan apapun. Namun tenangnya masyarakat itu karena mereka sudah tau apa yang harus dilakukan ketika terjadi tsunami,” kata Dwikorita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya