SOLOPOS.COM - Joko Priyono (Istimewa)

Tema penguatan pemberitaan pemerintah sebagai bagian strategi kebijakan komunikasi publik menjadi masalah urgen di tengah banjir informasi. Kini setiap orang atau lembaga bisa menjadi sumber informasi. Tidak saja media-media mainstream sebagai pemain lama, tapi kemunculan media sosial dan juga portal pemberitaan pemerintah sebagai newcomers, menjadikan kompetisi penyaji infomasi dan sumber berita menjadi lebih menarik.

Gelagatnya, institusi-institusi pemerintah dari pusat sampai daerah oleh aparatur sipil negara yang ditugasi sebagai pelaku bidang informasi dan komunikasi publik mulai rajin menggelontorkan informasi untuk meneguhkan citra lembaganya. Tidak hanya itu, tentunya dengan pemberitaan bersumber portal resmi pemerintah itu diharapkan bisa menjadi corong resmi pemerintah, jika ada kesimpang-siuran berita yang menjurus hoaks, merugikan banyak pihak dan cenderung mengotori alam jernih berpikir masyarakat.

Promosi Enjoy the Game, Garuda! Australia Bisa Dilewati

Fenomena penguatan pemberitaan pemerintah sebagai bagian komunikasi publik menjadi gejala yang baik. Artinya, pemerintah terlihat semakin tahu diri untuk konsen dan fokus atas kuantitas serta kualitas pesan berita yang disebar-luaskan. Tujuannya tidak lain adalah untuk merebut segmentasi pembaca, khususnya masyarakat yang dilayani agar mendapatkan informasi langsung dari para pengambil kebijakan publik. Penguatan pemberitaan pemerintah dan langkah komunikasi publik adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Menurut Dennis Dijkzeul dan Markus Moke (2005), komunikasi publik sebagai kegiatan dan strategi komunikasi yang ditujukan kepada khalayak sasaran. Adapun tujuan komunikasi publik adalah untuk menyediakan informasi kepada khalayak sasaran dan untuk meningkatkan kepedualian dan memengaruhi sikap atau perilaku khalayak sasaran.

Pengertian lebih mendalam bisa disandingkan dengan pendapat Judy Pearson dan Paul Nelson (2009) mendefinisikan komunikasi publik atau public speaking sebagai proses menggunakan pesan untuk menimbulkan kesamaan makna dalam sebuah situasi di mana seorang sumber mentransmisikan sebuah pesan ke sejumlah penerima pesan yang memberikan umpan balik berupa pesan atau komunikasi nonverbal dan terkadang berupa tanya jawab.

Dalam komunikasi publik, sumber menyesuaikan pesan yang dikirimkan kepada penerima pesan dalam rangka untuk mencapai pemahaman yang maksimal. Terkadang, secara virtual penerima pesan dapat memahami pesan yang disampaikan oleh sumber pesan atau bahkan tidak mengerti sama sekali.

Kalau penguatan pemberitaan dipilih sebagai salah satu strategi komunikasi publik pemerintah dalam penyebarluasan informasi, sekaligus mendasarkan pendapat para ahli di atas, penulis berpendapat ada beberapa konsep dasar yang bisa ditempuh pemerintah agar langkah itu lebih efektif dan diterima masyarakat.

Pertama, mengangkat isu masyarakat. Tema pemberitaan pemerintah jangan lagi narsis sekadar mengedepankan ego kelembagaan atau pejabat sentris. Foto dipajang nyentrik di atas lay out berita, ditambah narasi berita yang sepihak, tentu bukan pesan yang elok. Pesan berita seperti ini masyarakat tentu tidak membutuhkan.

Justru tema berita yang mengangkat dampak-dampak kebijakan publik yang tidak selaras dengan kebutuhan masyarakat, seyogyanya bisa dipotret sebagai feedback untuk didengar para pengambil kebijakan publik sesuai tugas dan kewenangannya, selanjutnya berbenah atas keputusan-keputusan yang ditempuh. Pesan umpan balik itu, jika dikemas dengan baik, menjadikan berita pemerintah lebih berjiwa.

Kedua, membuka ruang dialog. Para pelaku komunikasi publik tidak boleh terpasung pada budaya birokrasi yang hierarkis dan kaku. Memberi ruang bagi masyarakat dan pejabat figur berwacana penciptaan tatanan dan kondisi masa depan yang lebih baik, itu harus dibuka lebar. Para pejabat publik juga harus dipaksa membuka visi masa depannya. Harapan dan keinginan-keinginan warga itu jangan disumbat dengan aturan-aturan yang kaku dan membelenggu. Justru pendapat warga kecil yang lugu itu bisa difasilitasi dengan baik melalui kebijakan-kebijakan publik yang visioner dan membangun.

Ketiga, kemasan pesan berita yang menarik. Berita pemerintah tidak harus berjilid-jilid dalam kalimat-kalimat panjang menjemukan. Pesan berita itu yang sederhana dan lugas saja. Bukan lagi kalimat-kalimat yang ditumpuk dalam logika yang menjelimet. Masyarakat sebagai pembaca berita sudah banyak diselimuti masalah, tidak perlu disuguhi pesan berita yang berat. Bisa saja tema beritanya berat, tapi kemasan dan bahasa penyampaian yang lugas dan bernas akan membantu masyarakat pembaca mudah mencerna pesan yang disampaikan, senikmat makan kacang goreng sambil nonton sinetron.

Keempat, bermuatan pemberdayakan. Setiap daerah mempunyai potensi dan kekuatan yang tidak sama. Bisa jadi potensi dan kekuatan itu tidak terangkat melalui pemberitaan media konvensional. Pemberitaan pemerintah berkewajiban mengambil peran pemberdayaan potensi dan kekuatan yang dimiliki masyarakat atau pemerintah itu agar tumbuh dan berkembang. Berita yang memberdayakan itu lebih hidup. Dari situ masyarakat atau subsistem pemerintah itu didorong agar menggeliat dan berkontribusi lebih besar dalam kehidupan sesuai peran dan wadahnya.

Kelima, menggali nilai kebaikan. Filosofi pemberitaan pemerintah tidak lepas dari ruh jurnalistik itu sendiri. Ia harus ada di tengah masyarakat, menyulutkan opor kebenaran yang meredup, atau merawat nilai keadilan yang terzalimi. Nilai kebaikan yang ada dalam setiap peristiwa dan orang dalam peristiwa itu menjadi pesan moral yang harus disajikan penulis berita tanpa bermaksud harus menggurui. Tapi itulah nilai-nilai filosofis para jurnalis yang perlu diwarisi para pekerja kuli tinta masa kini. Termasuk juga penulis berita pemerintah, tentunya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya