SOLOPOS.COM - Ilustrasi obat obatan(Freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah diharapkan lebih tegas dalam menindak oknum penjual obat-obatan di atas harga eceran tertinggi (HET), agar tidak ada pihak-pihak yang menjadikan pandemi Covid-19 sebagai ladang untuk mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya.

Sejauh ini, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) obat terapi Covid-19 melalui Keputusan Menkes Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa Pandemi Covid-19 untuk mengatur harga obat di pasaran agar tidak merugikan masyarakat. Namun hal itu harus diikuti dengan pengawasan ketat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Anggota Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN-RI) Firman Turmantara menjelaskan penetapan standar harga dengan HET ini sangat diperlukan saat sebuah komoditas permintaannya meningkat.

“Penentuan standar harga ini wajib dilakukan pemerintah dalam rangka amanat konstitusi untuk melindungi rakyat,” paparnya, Selasa (12/10/2021). Dia menegaskan dengan adanya peningkatan permintaan, maka harga akan lebih terkontrol karena adanya ketetapan HET tersebut.

Baca juga: Pemerintah Diminta Tegas Menindak Penjual Obat di Atas HET

Firman menguraikan pemerintah sudah seharusnya hadir dengan berbagai ketetapan di saat terjadi gejolak harga. Namun setelah penetapan HET, lanjut dia, permasalahan tak berhenti begitu saja.

Meski sudah ada penetapan HET, kata dia, pemerintah tetap harus melakukan pengawasan terhadap implementasi ketetapan HET itu. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 30 UU tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Seperti pengawasan rutin dan pengawasan insidentil melalui beberapa sidak.

Izin Usaha Bisa Dicabut

Firman menjelaskan ketentuan yang dapat menjerat oknum pemain harga obat-obatan, di antaranya Pasal 62 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

“Dimana sanksinya berupa pidana paling lama 5 tahun. Atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar. Selain itu izin usahanya pun bisa dicabut,” ujarnya dilansir liputan6.com.

Baca juga: Tajir Banget, Pria 29 Tahun Ini Punya Harta Rp319 Triliun Berkat Kripto

Dia menambahkan perbuatan oknum pelaku usaha yang menaikkan harga obat-obatan di saat pandemi ini bisa dikategorikan sebagai kejahatan ekonomi yang dapat dijerat dengan Undang-undang No. 7 drt. tentang Tindak Pidana Ekonomi.

Pada bagian lain, Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN RI Johan Efendi menegaskan kelompok masyarakat yang memanfaatkan situasi dengan menimbun dan menaikkan harga obat di pasaran untuk mengambil keuntungan yang besar di masa pandemi ini harus mendapat sanksi hukum yang setimpal.

“Karena ini menyangkut keselamatan masyarakat, pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih tegas menangani masalah ini, agar kejadian serupa tidak terulang kembali,” papar Johan.

Baca juga: Jokowi Izinkan Proyek Kereta Cepat Dibiayai APBN, Ekonom: Berisiko!

BPKN-RI sangat mengapresiasi upaya pemerintah dalam menetapkan batas harga atas ini sehingga mempermudah penegakan kebijakan secara merata. Upaya ini juga akan semakin mempermudah masyarakat menjangkau produk-produk Kesehatan.

“Kami mendukung penuh upaya Bareskrim bersama kejaksaan untuk jangan ragu-ragu menindak tegas orang-orang yang bermain-main menaikkan harga obat,” tutup Johan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya