SOLOPOS.COM - Hamparan tamanan bawang merah di Dukuh/Desa Jenggrik, Kecamatan Kedawung, Sragen, Rabu (8/11/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Petani di Sragen bisa membeli mobil dari hasil panen bawang merah.

Solopos.com, SRAGEN — Satu unit mobil Nissan Grand Livina berpelat B warna putih melaju ke arah Kecamatan Kedawung, Sragen. Djon Suwandi, 45, petani bawang merah asal Nglorog, Sragen, mengemudikan mobil tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ketua Asosiasasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Sragen Suratno dan pengurus ABMI Sragen Suyatno serta petugas PT Limakilo Majubersama Petani Jakarta juga ikut dalam rombongan satu mobil itu. Mereka berkeliling ke sawah-sawah yang ditanami bawang merah dan cabai di wilayah Kedawung dengan diantar seorang petani asal Sono, Desa Wonokerso, Kedawung, Suwardi.

Mereka ingin mencari produk lokal petani untuk dijual lewat Internet dengan fasilitas petani go online yang dimiliki PT Limakilo. Selama ini pemasaran produk bawang merah menjadi kendala bagi petani setempat. Para petani belum pernah mengenal pemasaran model online.

Djon Suwandi yang juga Koordinator Petani Bawang Merah Kecamatan Sragen Kota pun memanen hasil pertanian bawang merahnya yang dia jual sendiri lewat bakul di sejumlah pasar tradisional. Dengan usahanya yang ulet, Djon bisa membeli mobil sendiri.

“Ya, mobil yang kami naiki ini merupakan mobil brambang [bawang merah] karena hasil panen brambang bisa untuk membeli mobil,” ujar Djon saat berbincang dengan Solopos.com di sela-sela survei lahan di Kedawung, Rabu (8/11/2017) lalu.

Menjadi petani bawang merah bagi Djon harus berani berspekulasi. Kalau beruntung bisa mendapat untung berlimpah tetapi sebaliknya kalau jatuh ruginya sampai puluhan juta rupiah atau bahkan ratusan juta rupiah.

Nasib apes itu pernah dialami Warsito, 42, petani asal Desa Gabus, Ngrampal, Sragen. Ia mengenal bawang merah sudah bertahun-tahun. Pada saat tanam pertama sekitar lima tahun lalu, ia berhasil karena panennya memuaskan dan harganya bersahabat.

Namun pada panen kedua dan ketiga harga bawang jatuh dan kualitas bawang merah hasil panennya kurang baik. “Jadi bibit bawang merah sebanyak dua kuintal saya sebar semua ternyata habis. Kalau Rp70 juta sudah melayang. Untungnya saya bisa beralih ke tanaman melon yang hasilnya bisa menutup kerugian itu. Sampai sekarang kadang masih trauma bisa harus menanam bawang merah lagi,” ujar Warsito yang kini bergabung dalam ABMI Sragen.

Berbeda dengan Suwardi, 50, petani asal Sono, Kedawung, Sragen, yang sudah malang melintang di bisnis bawang merah. Suwardi tidak sekadar petani bawang merah tetapi juga pengepul atau penebas hasil panen bawang merah. Ia bersama dua adiknya menggeluti bisnis bawang merah itu. Suwardi pun menguasai pasar dari petani bawang merah di Kedawung.

“Kalau saya itu beli panennya itu yang sudah kering dan siap jual karena kalau beli basah biaya oprasionalnya tinggi. Selama ini banyak daerah yang mengambil bawang merah dari kami, seperti Jogja, Nganjuk, Jakarta, dan seterusnya. Mau minta berapa pun asalkan harganya cocok ada semua barangnya,” ujarnya.

Suwardi hanya mengambil margin keuntungan Rp1.000-Rp2.000 per kilogram. Dengan keuntungan tersebut, Suwardi bisa membeli mobil Honda BRV keluaran terbaru.

“Mobil yang baru saya beli itu ya uang bawang merah semua. Seperti harga sekarang itu bagus karena selisih harga bibit dan harga panenan tak terlalu jauh. Harga bibit Rp23.000/kg sementara harga panenan sampai Rp20.000/kg. Tetapi kalau harga bibit sampai Rp45.000/kg dan harga panen jatuh Rp30.000/kg ya bisa rugi besar,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya