SOLOPOS.COM - Veronica Koman (Twitter @veronicakoman)

Solopos.com, JAKARTA — Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melayangkan surat untuk mencabut status status tersangka Veronica Koman. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai surat itu bukan merupakan intervensi kepada institusi Polri.

Terkait hal itu, Komisioner Bidang Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Choirul Anam, mencontohkan konflik Rohingya di Myanmar yang sempat ditangani Tim pencari fakta (TPF) PBB yang dipimpin eks Jaksa Agung Marzuki Darusman.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Tidak mungkin dalam narasi internasional itu disebut sebagai intervensi, persis kayak apa yang juga dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui pelapor khususnya atau mendorong pelapor khusus di dewan HAM juga melakukan hal yang sama, salah satunya Pak Marzuki Darusman, dia pelapor khusus untuk kasus Myanmar,” kata saat ditemui di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (19/9/2019), dilansir Suara.com.

Komnas HAM berharap pihak kepolisian menghormati desakan PBB lantaran permasalahan kasus rasialisme yang terjadi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya masih belum dituntaskan.

Ekspedisi Mudik 2024

“Seharusnya memang langkah dari PBB ini dihormati karena masalah ini kan belum selesai. Jangan salahkan jika banyak pertanyaan dari massa internasional,” tegasnya.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera mengatakan, tidak ada pihak manapun yang dapat mengintervensi konstitusi hukum di Indonesia.

Hal itu dikatakan Barung menanggapi pernyataan sejumlah ahli di Komisi Tinggi HAM PBB (OHCHR) yang mendesak pemerintah Indonesia agar melindungi dan melepaskan status tersangka terhadap pengacara HAM, Veronica Koman.

Barung menegaskan tidak ada pihak manapun yang bisa mengintervensi terkait proses hukum yang tengah menjerat pengacara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) tersebut. “Gini, konstitusi dibuat dari kedaulatan Republik Indonesia. Tidak ada satu pun yang dapat mengintervensi,” ujar Barung saat dihubungi, Rabu kemarin.

Menurut dia, segala masukan yang diberikan oleh pihak manapun pada dasarnya akan didengarkan. Hanya saja, dia kembali mengingatkan bahwa bukan berarti dapat mengintervensi. “Kalau ada yang memberikan masukan akan didengarkan republik ini, tapi tidak untuk mengintervensi,” katanya.

Surat PBB

PBB mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut perkara pidana yang ditujukan kepada aktivis HAM sekaligus pengacara Aliansi Mahasiswa Papua, Veronica Koman. Para ahli Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), menyampaikan keprihatinannya terkait tindakan kriminalisasi yang menjerat Veronica Koman.

“Kami menyambut tindakan pemerintah terhadap insiden rasisme, namun kami mendorong agar pemerintah mengambil langkah, untuk segera melindungi Veronica Koman dari segala bentuk pembalasan, intimidasi, dan mencabut semua tuduhan terhadapnya, sehingga ia dapat terus melaporkan situasi berkaitan HAM di Indonesia secara independen,” seperti dilansir di laman OHCHR, Rabu (18/9/19).

Para ahli independen ini terdiri dari lima pelapor khusus OHCHR yang tergabung dalam Special Procedures kantor tersebut. Kelima ahli tersebut merupakan Clement Nyaletsossi Voule dari Togo, David Kaye dari AS, Dubravka Simonovic dari Kroasia, Meskerem Geset Techane dari Ethiopia, dan Michel Forst dari Perancis.

Para ahli tersebut juga menyampaikan agar pihak berwenang Indonesia mempertimbangkan rencana pencabutan paspor Veronica, pemblokiran rekening bank perempuan itu, dan juga permintaan kepada Interpol guna menerbitkan red notice.

Mereka menganggap pembatasan kebebasan berekspresi tidak hanya merusak kebijakan pemerintah, namun juga membahayakan keselamatan para aktivis HAM yang melaporkan dugaan pelanggaran.

Dalam lamannya OHCHR juga menambahkan, “Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk memperhatikan hak-hak semua pengunjuk rasa dan mencabut pembatasan layanan internet di Provinsi Papua dan Papua Barat sejak Rabu 4 September lalu.”

Veronica Koman sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dengan beberapa pasal UU, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), KUHP terkait penghasutan, serta UU No 40/2008 tentang Diskriminasi Ras dan Etnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya