SOLOPOS.COM - Brimob berjaga di dekat asrama Nayak Abepura Jayapura, Papua, 1 September 2019. (Antara - Zabur Karuru)

Solopos.com, BALIKPAPAN -- Sebanyak tujuh tahanan politik atau tapol Papua yang ditahan akibat demonstrasi di Jayapura, karena merespons tindakan rasisme oknum aparat dan ormas di Asrama Papua Surabaya, divonis bersalah. Meski memprotes rasisme, mereka justru dianggap melakukan makar.

Dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (17/6/2020), ketujuh tahanan politik itu divonis melanggar pasal makar. Majelis hakim menyebut mereka terbukti melanggar Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Makar, dan harus membayar biaya perkara Rp5.000.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Flyover Purwosari Solo Sudah Bisa Dibuka Desember 2020

Ketujuh tapol Papua itu divonis dengan lama hukuman bervariasi. Rinciannya, mantan Ketua BEM Universitas Cendrawasih Ferry Kombo divonis 10 bulan penjara. Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Alex Gobay diputus 10 bulan penjara.

Dua tapol lainnya, yakni Hengky Hilapok dan Irwanus Urobmabin, masing-masing divonis 10 bulan penjara. Selanjutnya, Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni dihukum 11 bulan penjara.

20 Makam Berubah Jadi Jalan, Warga Madiun Protes

Kemudian, Ketua KNPB Mimika Steven Itlay diputus hukuman 11 bulan penjara. Terakhir, Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay dihukum 11 bulan penjara. Para tapol Papua itu dihukum karena terlibat aksi demonstrasi menentang aksi rasisme yang dialami rekan mereka di Asrama mahasiswa Surabaya.

Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntuan jaksa penuntut umum sebelumnya. Jaksa meminta hakim menghukum penjara bervariasi antara 4 tahun sampai 17 tahun. Setelah menerima putusan itu, ketujuh tapol dan JPU memilih untuk menimbang terlebih dahulu sebelum memutuskan mengajukan banding atau tidak.

Indonesia Kembali Ekspor APD dan Masker, Tak Takut Langka Lagi?

Pertanyakan Barang Bukti

"Hakim yang mulia terima kasih, saya pikir-pikir dulu," kata Buchtar Tabuni. Salah satu tapol Papua tersebut menyatakan tak merasa melakukan apa yang sudah dituduhkan kepadanya meski divonis bersalah.

"Alasan saya, barang bukti berupa parang, panah, segala macam itu, didapat dari mana? Saya tidak tahu. Alasan kedua, hakim yang mulia, bukan saya tidak mau 11 bulan penjara. Dari hati nurani, saya merasa tidak bersalah," tegasnya.

Kesadaran Masyarakat Rendah, Jateng Tidak Siap New Normal

Jika para tapol Papua yang memprotes rasisme itu divonis bersalah, para pelaku rasis terhadap mahasiswa Papua justru divonis ringan. Untuk diketahui, sejumlah pelaku rasisme di Asrama Papua Surabaya yang jadi biang demonstrasi rakyat, jutru dijatuhi hukuman lebih ringan.

Mereka di antaranya warga sipil Syamsul Arifin (5 bulan penjara); Tri Susanti alias Mak Susi, 7 bulan; dan Ardian Andiansah, 10 bulan. Salain itu seorang tentara bernama Serda Unang Rohana yang divonis 2 bulan.

Dexamethasone! Obat Pertama Teruji Redakan Covid-19, Banyak di Apotek

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya