SOLOPOS.COM - Ilustrasi pinjaman online (Freepik)

Solopos.com, SOLO — Jerat utang pinjaman online (pinjol) memakan korban. Belum lama ini, ibu rumah tangga asal Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, WI, 38, nekat menghabisi hidupnya dengan gantung diri di teras rumah pada Sabtu (2/10/2021) pukul 04.00 WIB.

Keluarga WI menemukan sepucuk surat dan buku catatan. Surat yang diduga wasiat WI itu berisi permintaan maaf kepada suami karena meninggalkan aib keluarga. Wasiat disampaikan dalam Bahasa Indonesia dan Jawa.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

WI mengaku banyak utang dan meminta suaminya membayar. Selain itu, dia meminta suaminya merawat kedua anak perempuan kembar mereka.

Baca Juga : Terlilit Utang Pinjol, IRT Asal Giriwoyo Wonogiri Nekat Gantung Diri

Polisi menemukan buku catatan berisi daftar operator pinjol yang diduga tempat WI berutang. Ada 27 operator pinjol disertai informasi nominal pinjaman dan tanggal jatuh tempo. Nominal utang Rp1,6 juta hingga Rp3 juta per operator pinjol.

Total utang WI kepada pinjol sesuai catatan pada buku itu Rp55,3 juta. Selain itu, pinjaman di lima operator pinjol dicoret dan diberi keterangan lunas. Atas dasar itu, polisi menduga WI meninggal bunuh diri karena putus asa menanggung banyak utang.

“WI bercerita pada suami dia punya utang di beberapa pinjol dan bank plecit. Korban juga kerap mendapat teror dari pihak pinjol belakangan ini. Jadi ada kemungkinan korban frustrasi lalu nekat bunuh diri,” kata Kapolsek Giriwoyo, Iptu Sumarwan, dalam rilis yang diterima Solopos.com, Sabtu (2/10/2021).

Baca Juga : Gantung Diri, IRT di Giriwoyo Wonogiri Tinggalkan Buku Daftar 27 Pinjol

Pinjol Meresahkan

Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, akrab disapa Jekek merespons kejadian tersebut. Dia menyebut masalah pinjol kian meresahkan. Jekek berharap jangan ada lagi warga yang senasib dengan WI karena terlilit utang online.

Jekek menyebut kemudahan akses kredit yang ditawarkan layanan pinjol menjadi boomerang bagi peminjam. Menurut dia, kredit instan justru menimbulkan masalah ekonomi dan sosial keluarga.

Jekek menyinggung kebijakan pemerintah pusat yang mengeluarkan izin usaha layanan pinjol di Indonesia. Padahal, menurut dia, belum semua masyarakat siap dengan kemudahan tersebut.

Baca Juga : Kasus Gantung Diri karena Pinjol di Wonogiri, Jekek: Meresahkan

“Pemerintah harusnya mengontrol legalitas pinjol. Masyarakat belum teredukasi, tapi layanan pinjol sudah hadir di tengah masyarakat. Malah ada yang sudah mengantongi izin. Di sisi lain masyarakat tidak bisa memilah mana layanan pinjol yang resmi mana yang ilegal,” kata Bupati saat ditemui wartawan di Sekretariat Daerah (Setda) Wonogiri, Rabu (6/10/2021).

Dalam kondisi seperti sekarang, lanjut dia, masyarakat pasti menyambut tawaran kredit yang mudah diakses dan proses cepat. “Saat ada ketegangan ekonomi akibat pandemi Covid-19, muncul penawaran pinjaman yang prosesnya mudah dan cepat. Pasti akan direspons. Kasarnya, ditawari duit palsu saja direspons apalagi duit asli,” imbuh Bupati.

Dukungan Masyarakat

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyu Kustiningsih, menyebut perempuan merupakan kelompok rentan terjerat pinjol ilegal di masa pandemi Covid-19. Tidak sedikit perempuan, terutama ibu rumah tangga, harus menerima kenyataan pendapatan suami menurun. Padahal kebutuhan hidup meningkat.

Baca Juga : Bupati Wonogiri: Uang Palsu Direspons, Apalagi Uang Pinjol!

Kondisi tersebut, menurut dia, menjawab mengapa mayoritas perempuan, terutama di perdesaan menjadi korban pinjol ilegal. “Kenapa perempuan? Karena di masa normal saja perempuan sudah rentan dan pandemi semakin menambah beban perempuan,” kata Wahyu melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Kamis (7/10/2021) seperti dikutip Antara.

Selain itu, pinjol memberikan persyaratan dan proses pengajuan mudah dan cepat. Kemudahan itu menjadi solusi saat ekonomi terdesak. Di sisi lain, stigma dari masyarakat saat perempuan terjerat pinjol membuat hidup semakin tertekan. Beberapa stigma itu, menurut dia, dianggap tidak mampu mengelola keuangan dengan baik, konsumtif, tukang utang, dan lainnya. Stigma itu membuat perempuan korban pinjol tertekan hingga bunuh diri karena tidak kuat menahan malu.

Baca Juga : Perempuan Paling Banyak Terjerat Pinjol, Ini Alasannya

Oleh sebab itu, dia menekankan supporting system di lingkungan masyarakat. Saat ada salah satu warga yang terjerat pinjol diharapkan tetangga memberikan dukungan atau bantuan dalam mencari solusi. “Masyarakat bisa menginisasi gerakan bersama menghadapi krisis saat pandemi termasuk persoalan ekonomi. Seperti pinjol semisal dengan membangun kelompok-kelompok usaha kecil. Kalau ini tidak dilakukan akan banyak yang tertekan sehingga solidaritas sosial penting,” kata dia.

Senada dengan Bupati Wonogiri, Wahyu mengatakan pemerintah perlu meningkatkan pengawasan pinjol. Mayoritas pinjol, kata dia, bersifat ilegal atau tidak terdaftar dan tidak berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penegak hukum juga diharapkan merespons cepat dan berinisiatif melindungi masyarakat korban jeratan pinjol.

“Masyarakat diharapkan juga bisa melakukan pengawasan. Kekuatan terbesar di masyarakat melakukan pengawasan untuk melaporkan yang terjadi di lingkungannya.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya