SOLOPOS.COM - Bangkai ikan tergeletak di tepi Sungai Bengawan Solo, di Dukuh Nglombo, Desa Tenggak, Sidoharjo, Sragen, Senin (4/11/2019). (Solopos-Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN — Warga Sragen pernah sampai takut memakan ikan dari Sungai Bengawan Solo tersebut saking parahnya tingkat pencemaran limbah di sungai itu. Hal itu terjadi pada November 2019 lalu.

Saat itu, ribuan ikan di Sungai Bengawan Solo tepatnya di kawasan Sidoharjo, Sragen, ditemukan mati. Warga sekitar menduga ikan-ikan itu mati setelah Sungai Bengawan Solo tercemar limbah dari sejumlah pabrik yang berdiri di kawasan Sukoharjo hingga Karanganyar.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Saat itu, ratusan bangkai ikan sapu-sapu berserakan di tepi Sungai Bengawan Solo, tepatnya di Dukuh Nglombo, Desa Tenggak, Kecamatan Sidoharjo, Sragen. Sebagian dari bangkai ikan itu sudah mengering, sebagian membusuk dan dikerumuni lalat.

Baca Juga: Iuuuhhhh… Air Sungai Bengawan Solo di Sragen Hitam Pekat Seperti Oli, Bau Busuk

Sebagian warga berusaha menangkap ikan itu. Namun, mereka tidak berani mengonsumsi ikan itu. Warga sudah pernah memasak ikan yang mati akibat tercemar limbah itu beberapa tahun lalu. Namun, daging ikan yang dimasak itu terasa tidak enak.

Warga mengakui matinya ikan akibat pencemaran air di Sungai Bengawan Solo sudah biasa terjadi setiap musim kemarau. Dampak pencermaran air di sungai itu tidak begitu terasa saat musim penghujan. Saat itu, air Sungai Bengawan Solo berwarna kecokelatan.Sementara pada musim kemarau, air Sungai Bengawan Solo berwarna hitam kehijauan.

“Setiap musim kemarau, kondisi Sungai Bengawan Solo memang seperti itu. Warna hitam dengan bau menyengat. Kadang saking menyengatnya sampai bikin kepala terasa pening. Kami juga bingung harus mengadu kepada siapa,” papar Husnul Aziz, Ketua RT 07, Dusun Dukuh, Desa Tenggak, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, kepada Solopos.com, Senin (20/9/2021).

Baca Juga: Food Truck ACT Mampir di Sragen, Bagikan Makanan Gratis bagi Peserta Vaksinasi

Penambang Pasir

Dengan kondisi pencemaran limbah Sungai Bengawan Solo yang sudah cukup parah itu, Aziz mengaku kasihan dengan para penambang pasir. Walau kondisi air berwarna hitam, mereka tetap menyelami air sungai untuk menambang pasir. Karena kerap menyelami air sungai, rambut warga berubah menjadi lebih kaku dan berwarna hitam sedikit cokelat kemerah-merahan.

“Jadi itu sudah jadi ciri khas. Kalau ada warga rambutnya kaku dan berwarna hitam, cokelat kemerahan, berarti warga itu pekerjaannya menambang pasir. Mau bagaimana lagi, menambang pasir sudah jadi pekerjaan mereka,” paparnya.

Menurut Aziz, saat ini hampir tidak ada ikan yang bertahan hidup di Sungai Bengawan Solo. Biasanya ikan yang mampu bertahan hidup dengan kondisi sungai yang tercemar berjenis sapu-sapu.

Baca Juga: Pasar Bahulak Sragen Raih Sertifikat CHSE dari Kemenparekraf, Apa Itu?

Seperti diberitakan sebelumnya, kalangan warga di hilir Sungai Bengawan Solo, tepatnya di Desa Katelan, Tangen, Sragen, mengeluhkan bau limbah yang menyengat dalam beberapa pekan terakhir.

Sumber bau itu tak lain berasal dari air Sungai Bengawan Solo yang tercemar limbah. Belum diketahui dari mana sumber pencemaran air Sungai Bengawan Solo itu. Pencemaran limbah itu membuat air sungai berwarna hitam pekat dan berbau menyengat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya