SOLOPOS.COM - Maria Y. Benyamin (Istimewa/Dokumen pribadi)

Banyak kejutan yang terjadi pada pekan ini. Dimulai dari awal pekan ini, Senin (3/8/2021). Kemenangan Indonesia atas China dalam laga final ganda putri badminton di ajang Olimpiade 2021.

Greysia Polii dan Apriyani Rahayu, yang semula tidak diperhitungkan oleh sebagian kalangan, berhasil menggondol emas. Setelah aksi heroik mengganti raket di tengah pukulan bertubi-tubi dari pasangan ganda putri unggulan kedua dari China. Emas yang pertama dan sekaligus menjadi satu-satunya untuk Indonesia dalam ajang tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menyusul kemenangan Polii dan Apriyani, dalam cabang olahraga yang sama, Anthony Sinisuka Ginting juga berhasil meraih medali perunggu untuk Indonesia. Kemenangannya atas pebulu tangkis asal Guatemala, Kevin Cordon, yang kisahnya juga tidak kalah heroik, membuat Ginting berhasil mencatatkan dirinya sebagai peraih medali dalam ajang empat tahunan yang baru pertama kali diikutinya itu.

Sudah lima medali yang berhasil diraih Indonesia. Sebelumnya, ada tiga medali yang telah disumbang oleh tiga atlet. Semuanya dari cabang olahraga yang sama, yaitu angkat besi, dengan kelas berbeda. Mereka adalah Eko Yuli Irawan, Rahmat Erwin Abdullah, dan Windy Cantika Aisah.

Gegap-gempita merayakan perolehan emas pertama dalam Olimpiade begitu terasa pada awal pekan ini. Semua bergembira. Merayakan kemenangan. Bangsa Indonesia seperti larut dalam sukacita besar. Lalu, sejenak melupakan pandemi Covid-19 yang masih mengganas.

Bicara vitamin atau suplemen untuk menaikkan imun tubuh, Anda boleh saja tidak bersepakat dengan saya. Perolehan emas ini seolah menjadi suplemen yang tak terkira nilainya, yang berhasil menaikkan imun tubuh masyarakat Indonesia hingga ke level maksimal.

Kegembiraan, apalagi yang patut menjadi obat di tengah pandemi ini. Larut dalam kesedihan, terseret oleh angka-angka tinggi mereka yang terpapar, pun mereka yang akhirnya harus menyerah kalah pada Covid-19, sama sekali bukan pilihan yang tepat. Kita berhak dan harus bergembira.

Oleh karena itu, teriakan membahana dari setiap rumah pada Senin siang, disertai pekikan kencang menyemangati pemain yang dilihat hanya dari layar televisi, pun dari gawai lainnya, adalah luapan energi lebih. Energi kegembiraan.

Tidak hanya bagi pemain yang jelas-jelas tidak mendengar suara kita, tetapi buat kita sendiri. Semua bersatu dalam satu semangat. Untuk Indonesia. Maka, ketika shuttlecock diarahkan dengan kencang oleh pemain China menuju tim Indonesia, yang lalu dibiarkan saja oleh Apriyani, seketika itu pula Indonesia larut dalam sukacita. Kemenangan. Emas. Untuk Indonesia.

greysia/apriyani juara
Pebulu tangkis ganda Putri Indonesia Greysia Pollii/Apriyani Rahayu melakukan selebrasi setelah mengalahkan ganda putri China Chen Qing Chen/Jia Yi Fan dalam final Olimpiade Tokyo 2020 di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, Senin (2/8/2021). Greysia Pollii/Apriyani Rahayu berhasil meraih medal emasi setelah mengalahkan Chen/Jia Yi Fan dua set langsung. 21-19 dan 21-15. (Antara/Sigid Kurniawan)

Masih dalam ajang yang sama. Kejutan berikutnya datang dari Mutaz Barshim dan Gianmarco Tamberi. Mutaz Barshim dari Qatar. Gianmarco Tamberi dari Italia. Keduanya atlet lompat tinggi. Dua-duanya berteman baik.

Barshim dan Tamberi berlaga dalam babak final. Keduanya mencatatkan lompatan dengan ketinggian yang sama sekitar 2,37 meter. Untuk menentukan pemenang, yang berhak membawa pulang medali emas, keduanya harus kembali melompat setinggi 2,39 meter. Namun, dua-duanya sama-sama gagal. Nilai keduanya pun masih berakhir sama. Seri.

Baik Barshim maupun Tamberi memiliki potensi yang sama untuk menang. Namun, alih-alih gigih mengejar untuk dirinya masing-masing, mereka sepakat berbagi medali emas. Hal yang mungkin sulit kita bayangkan. Dalam catatan penyelenggaraan Olimpiade selama 113 tahun, ini merupakan kejadian pertama dan sulit untuk terulang kembali.

Kejadian yang jelas-jelas nyata ini menggugah kita semua. Pekik dan teriakan bahagia membahana dalam Olympic Stadium pada Minggu (2/8/2021). Semua larut dalam keharuan. Air mata bahagia tampak jelas dari ribuan pasang mata yang menyaksikan kejadian itu. Pun dari Barshim dan Tamberi.

Keduanya berhasil mengirimkan pesan yang kuat. Untuk kita semua. Sebuah kemenangan yang sesungguhnya. Kemenangan yang didasarkan pada kerelaan untuk berbagi, kemenangan atas kemanusiaan, yang dari lahirnya adalah setara, patut dihormati, sama dan sederajat.

Dalam situasi pandemi saat ini, pesan kuat dari Barshim dan Tamberi pun menjadi obat tangguh bagi Covid-19, yaitu solidaritas satu terhadap yang lain. Rasa sakit, kepenatan, kebosanan, kejengahan, dan berbagai macam perasaan tak enak lainnya yang muncul karena kondisi yang belum juga berlalu harusnya diletakkan di bawah ego.

Seperti Barshim dan Tamberi, yang meletakkan sisi kemanusiaan melampaui mistar setinggi 2,37 meter. Demikian pun kita, sepatutnya meletakkan misi bersama di atas segala untuk kebaikan bersama. Sama-sama melakukan pengorbanan dari seharusnya keuntungan yang diterima karena lebih mendahulukan ego.

Di tengah kabar gembira dan perasaan bangga yang masih membubung tinggi itu, sebuah fakta terkuak. Ini perihal sumbangan yang nilainya fantastis. Rp2 triliun. Semua terkejut. Kena prank.

Saya tidak akan membahas apakah janji sumbangan itu benar atau tidak. Pun apakah duit itu ada atau tidak. Nyatanya, kita semua sempat larut dalam cerita tersebut, berdecak kagum, dan lantas ikut bahagia karena ada seseorang yang masih menyisihkan hartanya—dalam jumlah yang luar biasa—hanya untuk membantu penanganan Covid-19 di Tanah Air.

Kendati belum terealisasi, ataupun tidak pernah terealisasi, paling tidak cerita itu telah membingkai nurani kemanusiaan kita. Sekali lagi, di tengah pandemi ini, cerita itu menjadi bahan perenungan tersendiri. Mengingat kembali apa yang sudah kita berikan kepada orang lain di tengah situasi sulit saat ini. Solider, berbela rasa, memperjuangkan kemanusiaan pada mereka yang terpuruk, manusia-manusia lain yang sama nilainya dengan kita.

Tak usahlah terburu-buru menghakimi. Ketika duit yang dijanjikan tak kunjung ada. Tak perlu pula buru-buru “menagih” kepada sang pemberi janji. Porsi kesalahan mereka telah ada dalam neraca penghakiman sendiri. Pada proses yang sedang dijalani. Bagi kita, hidup adalah sebuah perjalanan penuh pelajaran. Tidak pernah ada yang rugi dari perjalanan penuh belajar ini.

Ah, saya tak ingin membahas ini lebih lanjut. Pun, saya tak akan mengaitkan ini dengan pasal-pasal hukum. Buat saya, paling tidak, tetap ada pelajaran yang bisa kita petik dari sini. Pelajaran yang bisa dipetik oleh saya atau Anda, yang mungkin saja berbeda-beda.

***
Satu kejutan lagi buat kita. Ini soal capaian pertumbuhan ekonomi nasional yang baru saja dirilis kemarin, Kamis (5/8/2021). Sesuai prediksi dan hitungan pemerintah, ekonomi nasional pada kuartal II/2021 tumbuh 7,07% (year on year).

Pertumbuhan kuartalan yang signifikan tersebut berhasil mengeluarkan Indonesia dari jurang resesi. Perbaikan ekonomi Indonesia tersebut sejalan dengan pemulihan ekonomi sejumlah negara mitra dagang lainnya.

Selain mengikuti tren pertumbuhan ekonomi global, pemulihan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 juga terlihat dari sejumlah indikator, mulai dari kinerja perdagangan nasional. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi kenaikan signifikan baik dilihat dari sektornya maupun golongan penggunaan barang.

Pertumbuhan positif yang berhasil dibukukan pada periode April-Juni 2021 tersebut juga dipicu oleh mobilitas masyarakat yang meningkat, pariwisata domestik yang bergerak, konsumsi masyarakat yang menggeliat, dan investasi yang kian naik. Itu kondisi pada kuartal II/2021.

Bagi sebagian besar orang, mungkin capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 ini bukan sebuah kejutan besar. Capaian yang terbilang tinggi ini dipengaruhi oleh basis pertumbuhan ekonomi yang rendah (low base effect).

Pertumbuhan kuartal II/2021 tercatat mengalami kenaikan 7,07% karena dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal II/2020 yang kala itu mencapai angka -5,32%. Angka tersebut merupakan angka terendah pertumbuhan ekonomi sejauh ini. Kondisi ini juga terjadi pada negara-negara yang mencatat pertumbuhan signifikan pada periode yang sama.

Namun, harus diakui, selain faktor low base effect, kinerja pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II/2021 juga dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi itu sendiri, dan belum termasuk dampak kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Dengan demikian, capaian yang terjadi ini harus tetap diapresiasi sebagai sebuah keberhasilan, karena bagaimana pun kita akhirnya bisa membebaskan diri dari belenggu resesi.

Yang kini perlu diantisipasi adalah pertumbuhan ekonomi kuartal III/2021. Tidak mudah rasanya menjaga pertumbuhan di level yang sama, apalagi ada efek lain yang harus diperhitungkan pada periode yang sama, yakni PPKM.

PPKM yang berlangsung selama beberapa pekan terakhir akan mengikis kembali pertumbuhan ekonomi nasional, setelah kebijakan tersebut berdampak besar pada pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat, yang ujung-ujungnya turut memengaruhi konsumsi rumah tangga masyarakat.

Lagi-lagi, ini bukan sebuah ungkapan kekecewaan akibat PPKM yang masih berlangsug hingga saat ini. Bagaimana pun, kebijakan tersebut harus didukung karena menjadi salah satu cara untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di negeri kita.

Sampai sejauh ini, PPKM mulai berdampak pada upaya untuk menekan kasus. Setidaknya hal itu terekam dari sejumlah indikator, mulai dari laporan kasus harian yang menurun, jumlah kasus aktif yang mulai berkurang, tingkat kesembuhan yang tinggi, dan tingkat keterisian kamar tidur di rumah sakit yang juga mulai berkurang.

Situasi ini memang tidak sama dengan sejumlah daerah yang lainnya. Namun, gambaran tersebut memberikan optimisme bagi kita bahwa kebijakan PPKM yang dijalankan sejauh ini paling tidak mulai menampakkan hasilnya.

Dengan mempertimbangkan kebijakan PPKM yang masih berjalan—kendati mulai menampakkan hasil positif—tentu saja dapat diprediksi bagaimana arah pertumbuhan ekonomi kuartal III/2021.

Bayang-bayang pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah pasti ada. Namun, rasanya hal tersebut bisa diterima sebagai jalan tengah di antara dua pilihan yang sama-sama penting, yakni kesehatan dan ekonomi. Ini sebagai kebijakan rem dan gas. Dalam situasi yang masih belum sepenuhnya terkendali.

***
Pandemi adalah sebuah kejutan, yang panjang dan belum menentu. Di atas pandemi, kejutan itu berdampak menyakitkan, tidak mengenakkan, menyusahkan. Akan tetapi, jauh di atas segala penderitaan yang dirasakan, dengan segala rasa kehilangan yang menyakitkan, marilah kita sama-sama melihat kegembiraan dan sukacita yang dibawa oleh para atlet yang berlaga di Olimpiade.

Bersusah payah mereka mengorbankan egonya untuk berada di atas rata-rata manusia normal demi mengejar sekeping medali. Bertahun-tahun mereka harus berkorban. Melepaskan penderitaan pada kerelaan untuk mengejar tujuan yang lebih tinggi dan mulia. Lalu, ketika pencapaian itu sudah di depan mata, sebagian dianugerahi keberhasilan, sebagian lain harus terus rela berbagi, merelakan penderitaan bertahun-tahunnya untuk orang lain.

Sama halnya pula dengan darah yang harus tumpah dari para pahlawan yang memerdekakan bangsa ini. Bulan Agustus, yang penuh dengan Merah Putih, yang berarti darah dan pengorbanan, serta ketulusan dan kesucian, kembali kita merenungkan makna kejutan yang sesungguhnya.

Dalam setiap kejutan, selalu ada pengorbanan. Selalu ada kerelaan. Selalu ada penderitaan. Dengan cara itulah kita dapat merayakan setiap kemenangan atas kehidupan dengan harga yang pantas. Dengan warna yang pantas. Merah Putih di dada. Berkorban penuh ketulusan untuk tujuan yang lebih mulia. Demi kejutan-kejutan di masa mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya