SOLOPOS.COM - Soto Djiancuk Kabupaten Bantul (Instagram/@voilajogja)

Solopos.com, BANTUL — Kata ‘Djiancuk’ adalah sebuah umpatan kasar khas Jawa Timur namun sudah umum diucapkan oleh masyarakat disana, khususnya di Surabaya. Kata ini biasanya dipersingkat menjadi ‘cuk’ dan selalu menjadi tanda titik dalam setiap percakapan atau bahkan digunakan sebagai sapaan. Meskipun demikian, kata ini mengandung makna yang kasar di Jawa Tengah, khususnya Kota Solo dan di Yogyakarta yang dikenal dengan budaya Jawa yang halus.

Namun, meskipun dianggap kasar di Yogyakarta kata ini justru digunakan oleh penjual soto di sana sebagai nama soto yang dia jual. Soto Djiancuk dari Warung Suparjinah asal Kota Blitar ini sudah buka di Yogyakarta sejak tahun 2000. Penyebutan nama soto ini digunakan oleh penjual soto, Suparjinah sebagai penegasan bahwa soto yang dia jual adalah asli khas Blitar.

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

Mengutip dari laman Instagram @kabarjogja, Senin (30/8/2021), Warung Soto Djiancuk diakui Suparjinah sebagai pemberian suaminya yang notabene asli orang Blitar. Memiliki suami asal Blitar membuat diirinya terbiasa dengan kata umpatan tersebut dan bahkan dirinya menganggap bahwa kata itu bukan sebuah umpatan kasar, melainkan sudah menjadi kata sehari-hari yang memang biasa diucapkan oleh orang Jawa Timur.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga : Dinkes Bantul Bakal Miliki Cool Room, Ini Daya Tampungnya

Melalui wawancara dengan media, Suparjinah mengatakan bahwa alasan hidangan sotonya diberi nama umpatan khas Jawa Timur itu adalah supaya orang-orang menjadi penasaran dengan rasa sotonya yang beda. Namun ada hal lain yang ingin Suparjinah ungkapkan secara tidak langsung dengan soto khas Blitar miliknya yang disematkan dengan kata umpatan itu.

Dia ingin mengutarakan bahwa dirinya sangat mencintai Kota Blitar, bahkan sampai menjatuhkan cintanya kepada orang Blitar dan menjadi pasangan sehidup semati. Suparjinah sendiri mengaku bahwa resep soto khas Blitar ini didapatkan dari nenek buyut suaminya. Lalu Suparjinah dan suami mendapatkan ide untuk berjualan soto khas Blitar tersebut di tempat tinggal mereka sekarang yang ada di Kabupaten Bantul

Soto Djiancuk khas Blitar ini memang rasanya berbeda dengan kebanyakan soto di Bantul atau di Jogja. Racikan rempah-rempah khas soto Blitar yang nendang membuat soto ini berbeda dari soto di Jogja. Soto yang satu ini disajikan dengan menggunakan mangkuk berukuran diameter sekitar 12 sentimeter.

Baca Juga : Dilelang untuk Bantu Satgas Covid-19, Boneka Geisha Ini Dibeli Wong Solo Rp1,55 Juta

Agak lebih kecil dengan ukuran mangkuk yang biasa digunakan untuk menyantap kebanyakan menu soto. Namun, mangkuk ini berisi full soto hingga ke bibir mangkuk. Jadi, penyajian soto ini selalu dilengkapi dengan piring lepek agar sotonya tidak tumpah.

Kuah kental kaldu sapi menghasilkan rasa gurih dan segar pada Soto Djiancuk. Komposisi sotonya berupa tauge yang masih sangat segar, irisan daging sapi, bihun, irisan tipis kentang goreng, seledri, irisan tomat, taburan bawang goreng, dan irisan telur rebus.

Bumbu rempahnya sangat terasa, tanpa diberi tambahan seperti kecap, sambal, atau perasan jeruk nipis. Sebagai pelengkap, di setiap meja telah disediakan piring berisi mendoan. Ada pula sate ayam dan sate keong sebagai penambah santapan sotonya. Soto Djiancuk cukup murah harganya, hanya Rp12.000 untuk nasinya yang dicampur dengan soto, dan Rp15.000 untuk nasinya yang dipisah.

Warung Soto Djiancuk Suparjinah ini berada di Jalan PGRI II No.59, Sonopakis Lor, Ngestiharjo, Kec. Kasihan, Kabupaten Bantul. Warung ini sudah ada di Google Maps sehingga memudahkan bagi yang penasaran ingin menyantap soto dengan nama umpatan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya