SOLOPOS.COM - Pengelola kedai kopi dan warga menanam bibit kopi di salah satu lahan wilayah Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Minggu (21/3/2021). Petani kopi di Sidorejo mengembangkan budi daya kopi secara organik. (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN – Ribuan bibit pohon kopi ditanam di wilayah Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, Klaten. Penanaman sekaligus mengawali pengembangan budi daya kopi secara organik di wilayah lereng Gunung Merapi.

Bibit kopi yang ditanam yakni bibit kopi arabika Sigararutang sebanyak 2.700 pohon bantuan pemerintah. Penanaman dilakukan menyebar di kebun milik anggota kelompok tani Ngudi Rukun serta kawasan hutan rakyat dengan total luas lahan yang ditanami bibit kopi mencapai 20 hektare (ha). Penanaman serentak dimulai pada Minggu (21/3/2021).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Baca Juga: 11,2 Juta Meter Kubik Air PDAM Solo Hilang Selama 2020, Ke Mana?

Pada proses penanaman itu, kelompok tani mengajak para pengelola kedai kopi dari Sukoharjo, Solo, hingga Jakarta. “Tujuan kami melibatkan teman-teman pengelola kafe kopi agar mereka ikut merasakan menanam kopi. Jadi tidak hanya mengolah kopi di kafe mereka tetapi juga tahu persis proses penanaman hingga pengolahan oleh petani,” kata salah satu warga Dukuh Mbangan, Desa Sidorejo, Sukiman, saat ditemui di sela penanaman kopi, Minggu.

Sukiman yang juga pengelola Kopi Petruk itu mengatakan penanaman bibit kopi itu sekaligus mengawali pengembangan kopi organik di wilayah Sidorejo di lereng Gunung Merapi yang berada pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Perlakuan budi daya ribuan bibit kopi itu dilakukan tanpa menggunakan bahan kimia alias selurunya menggunakan bahan organik. Dengan perlakuan itu, dia berharap melalui proses organik itu cita rasa kopi yang ditanam di lereng Merapi bisa semakin menunjukkan ciri khasnya.

“Dari Merapi sudah memberikan kami pupuk organik yakni abu vulkanik. Harapannya kopi dari wilayah kami bisa semakin bercerita dengan kekhasan kopi vulkano. Kami edukasi terus petani dan nanti kami berharap lahan-lahan di wilayah kami bisa bersertifikat organik,” jelas dia.

Panen

Bibit kopi yang ditanami ditargetkan bisa dipanen dua tahun mendatang. Pada tahun ketiga, kopi yang dipanen diharapkan bisa sesuai standar kopi yang beredar di pasaran.

Sejak 2014, sukarelawan di Komunitas Radio Lintas Merapi mencoba menggeliatkan kembali bertanam kopi dan mengembalikan kejayaan kopi Merapi pada era 1980-1990an. Ada sekitar 41 ha lahan di wilayah Sidorejo, Klaten, yang ditanami kopi.

Namun, lantaran harga kopi hasil panen dibeli harga murah, petani tak lagi tertarik membudidayakan kopi dan mulai menebangi pohon-pohon kopi yang mereka tanam. “Tanaman kopi tersisa sekitar 10 persen saja dan ditanam hanya di pinggir-pinggir lahan. Saat itu harga kopi hanya dijual Rp600 per kg untuk biji basahnya. Sementara, yang sudah green beans [biji kopi yang sudah dihilangkan daging buah dan cangkangnya] Rp18.000 per kg,” jelas dia.

Baca Juga: Berikut Ini Manfaat Makanan Pedas bagi Kesehatan, Apa Saja Ya?

Kopi hasil panen petani dibeli komunitas seharga Rp8.000 per kg untuk biji kopi basah dan Rp60.000 per kg untuk green beans. Sementara, harga penjualan kopi senilai Rp2.500 untuk biji kopi basah dan Rp25.000 per kg untuk green beans. Komunitas lantas menjual kopi hasil produksi itu bernama Kopi Petruk.

Pemasaran kopi sudah menjangkau ke berbagai wilayah hingga ke luar negeri terutama ke Jepang. “Dulu [sebelum ada pandemi Covid-19], kami bisa memasarkan 2 kuintal per bulan. Tetapi saat ini hanya sekitar 10 kg per bulan karena banyak kedai kopi yang tutup,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya