SOLOPOS.COM - Foto dokumentasi pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia di Bandara internasional Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara. (Bisnis-Dedi Gunawan)

Solopos.com, JAKARTA –– Pengamat penerbangan meragukan kemampua PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) untuk tetap bertahan hidup atau survive dalam jangka panjang masih dengan kondisi pangsa pasar yang semakin tergerus dan tarif yang tak kompetitif.

Pemerhati penerbangan Alvin Lie membandingkan antara jadwal dan rute yang sama milik Lion Group dan Garuda Indonesia. Dia mencontohkan dengan rute penerbangan yang sama, Jakarta – Semarang, tarif tiket pesawat Garuda masih dalam rentang lebih dari Rp1 juta sedangkan tarif Lion Air dan Batik Air yang berada di kisaran Rp380.000- Rp410.000. Tarif tersebut, lanjutnya, juga belum memperhitungkan biaya tes Rapid Antigen atau Swab/PCR.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pemerintah, sebutnya, memang telah menurunkan tarif tes baik Rapid Antigen maupus PCR/Swab. Kebijakan tersebut juga dieksekusi oleh Lion Air Group yang melakukan kerja sama tersendiri dengan penyedia fasilitas kesehatan denagn menawarkan tarif tes yang lebih murah. Bahkan untuk Antigen kini hanya dikenakan sebesar Rp35.000.

“Dengan harga dan jadwal seperti ini, bagaimana Garuda bisa bersaing bertahan? Juga pada layanan Tes Covid-19, Batik Air hanya dikenakan Rp35.000 sedangkan Citilink bisa gratis untuk beberapa penumpang pertama tiap harinya,” ujarnya, Selasa (31/8/2021).

Baca Juga: Pangkas Waktu Perjalanan, KA Bandara Diharap Mendukung Pariwisata di DIY

Sementara itu, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra memaparkan pangsa pasar perseroan selama 2020 turun menjadi 35,3 persen dibandingkam dengan pada 2019, pangsa pasar rute penerbangan dalam negeri masih mencapai 43,4 persen.

Penurunan pangsa tersebut, kata Irfan, terjadi karena pangsa pasar penumpang didominasi oleh maskapai penerbangan bertarif murah atau low cost carrier (LCC).

“Jadi kita memang menyaksikan bahwa ada peningkatan pangsa pasar LCC sepanjang 2020,” ujarnya.

Baca Juga: PPKM Turun Level, KAI Catat Pertumbuhan Penumpang 20,7 Persen

Jumlah Penumpang

Garuda pun masih bersikukuh sebagai maskapai dengan karakteristik layanan penuh. Tak terelakkan, jumlah penumpang maskapai pelat merah selama 2020 turun 66,1 persen secara tahunan.

Sejalan dengan penurunan jumlah penumpang, availability seat kilometres atau ASK maskapai pun melorot hingga 51,5 persen. Garuda meningkatkan ASK setelah diizinkan beroperasi kembali sejak kuartal III/2020.

Dari sisi profilnya, penumpang Garuda yang memiliki latar belakang profesional, pengusaha tercatat turun menjadi 22 persen dari semula 29 persen.

Baca Juga: Jos! Sebagian Ruas Jalan Solo-Sragen Sudah 4 Lajur

Namun penumpang dengan latar belakang pemerintahan naik dari 16 persen pada 2019 menjadi 21 persen pada 2020. Sedangkan berdasarkan tujuan perjalanannya, destinasi untuk leisure melorot menjadi 19 persen dari semula 30 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa minat penumpang untuk tujuan wisata anjlok.

Sementara untuk rute internasional, pangsa pasar Garuda mengalami peningkatan. Pada 2020, pangsa pasar internasional maskapai sebesar 22,1 persen; sedangkan pada 2019 sebesar 21,2 persen.

Berdasarkan data perseroan, Garuda memiliki 142 pesawat per 2020. Armada itu terdiri atas sepuluh unit pesawat berjenis Boeing 777-300ER, tiga unit Airbus A330-900 NEO, 17 unit Airbus A330-300, tujuh unit Airbus A330-200, satu unit Boeing 737 Max 8, 73 unit Boeing 737-800 NG, 18 unit Bombardier CRJ1000-NG, dan 12 unit ATR72-600.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya