SOLOPOS.COM - Penampakan mobil dinas Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang diparkir di halaman SDN Nusukan 113 Solo, Selasa (9/11/2021). (Solopos.com/Mariyana R.)

Solopos.com, SOLO — Sejak menjabat sebagai Wali Kota Solo akhir Februari 2021 lalu, Gibran Rakabuming Raka setidaknya sudah empat kali memarkir dan meninggalkan mobil dinasnya yang berpelat nomor AD 1 A di tempat-tempat bermasalah.

Yang terbaru, putra sulung Presiden Jokowi itu meninggalkan mobil Toyota Innova berwarna putih itu di SDN Nusukan Barat No 113 Solo, Selasa (9/11/2021) pagi. Bahkan hingga Kamis (11/11/2021) pagi mobil tersebut belum diambil dari sekolah itu.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Dosen Komunikasi UNS Solo, Hastjarjo, mencoba membongkar maksud kebiasaan parkir mobil dinas Gibran itu menggunakan teori semiotika. Diwawancara wartawan di Gedung Rektorat UNS, Jumat, Hastjarjo mengatakan ada beberapa teori semiotika yang bisa dipakai untuk menganalisi, seperti Roland Barthes dari Prancis.

Teori itu melihat makna denotatif dan konotatif suatu perbuatan. Merujuk makna konotatif teori tersebut, Hastjarjo mengartikan tindakan atau kebiasaan parkir mobil dinas Gibran tersebut sebagai simbol kehadiran sang Wali Kota di tempat-tempat yang dinilai sedang bermasalah.

Baca Juga: Ditanya Duet dengan Airlangga di Pilpres 2024, Begini Jawaban Ganjar

“Makna konotatifnya Wali Kota itu hadir di lokasi tersebut,” ujarnya. Selain itu, menurut Hastjarjo, Gibran ingin memberikan pesan kepada pihak-pihak terkait bahwa dirinya sedang memberikan perhatian khusus pada tempat tersebut.

Bahan Introspeksi

Dengan begitu Gibran ingin persoalan yang sedang terjadi di area itu segera diselesaikan sesuai standar aturan yang berlaku. “Jadi kalau sampai ada pelanggaran berikutnya, mungkin akan ada tindakan lebih serius,” katanya.

Pernyataan Hastjarjo merujuk fakta bahwa kebiasaan parkir mobil dinas Gibran itu dilakukan tidak di semua tempat yang bermasalah. Artinya perlu digali lebih dalam ihwal latar belakang yang membuat Gibran memilih empat lokasi tersebut.

Baca Juga: Misteri Makam Solo: Den Bagus Kinthir Diduga Kerabat Mangkunegaran

Dalam perspektif budaya Jawa, menurut Hastjarjo, ketika Gibran melakukan hal itu, seharusnya bisa menjadi bahan introspeksi. “Di latar belakang budaya Jawa, seharusnya seseorang bisa menangkap ya. Tanggap ing sasmita,” urainya.

Hastjarjo meyakini apa yang dilakukan Gibran memarkir mobil dinasnya di tempat-tempat bermasalah bukan sekadar gimik. Menutnya, hal tersebut murni sebagai upaya membenahi sesuatu yang masih kurang atau tidak pas.

“Saya tidak yakin itu hanya sekadar gimik, biar trending, dan sebagainya. Tapi menurut saya memang ada keseriusan ya sehingga perlu ada simbol seperti itu. Pesannya, Wali Kota hadir di situ, mereka sedang diawasi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya