SOLOPOS.COM - Seorang petani menunjukkan tikus yang berhasil ia tangkap saat melakukan gropyokan tikus di area persawahan Desa Sidoluhur, Godean, Sleman beberapa waktu lalu. (Harian Jogja/Desi Suryanto)

Petani pun pernah dibuat tidak panen sama sekali

Harianjogja.com, SLEMAN-Hama tikus menjadi persoalan klasik bagi petani di Sidomoyo, Godean. Sawah milik salah satu petani, Sujari yang menghampar 1.000 meter persegi biasanya mulai diserang tikus 1,5 bulan setelah padi ditanam.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Biasanya yang kena di tengah, kalau pinggir-pinggirnya aman,” kata Sujari, Senin (12/3/2018).

Imbasnya, panen Sujari turun. Bahkan, dia pernah tidak panen sama sekali. “Hasilnya sedikit sekali. Biasanya panen sekitar lima atau enam kuintal gabah, kalau ada tikus, dua kuintal saja enggak ada.”

Sujari tidak habis pikir dengan kemampuan kawanan tikus bertahan dari bemacam upaya pembinasaan, juga kecerdasan binatang ini dalam menghindari perangkap. “Kalau sudah dimercon, diuber-uber, tikus tetap banyak, malah tanduranku entek [tanamanku habis],” ucap dia.

Tikus sawah, yang nama latinnya Rattus argentiventer atau tikus berperut keperakan, adalah hama penyebab kerusakan padi terbesar di Indonesia selama bertahun-tahun selain wereng. Menurut sejumlah kajian yang diterbitkan di website Kementerian Pertanian, misalnya naskah akademis berjudul Perubahan Musiman Kerapatan Populasi Tikus Sawah di Ekosistem Sawah Irigasi, rata-rata luas serangan tikus saban tahun adalah 165.381 hektare.

Pada awal 2000-an, 7.699 hektare tanaman padi di Indonesia puso gara-gara serbuan tikus. Gabah yang lenyap dimakan tikus mencapai 529.349 ton dengan kerugian kala itu setara Rp800 miliar.

Baca juga : Hama Tikus Bikin Petani Jengkel dan Tekor

Tikus sawah menjadi spesies paling dominan pada ekosistem sawah irigasi berkat kemampuannya beradaptasi dengan segala jenis perubahan dan hantaman dari petani. Sebagai contoh, beberapa lahan pertanian yang baru dibuka di Sumatra Selatan dihuni tiga spesius tikus, yakni tikus sawah (49%), tikus rumah atau Rattus rattus diardili (6,8%), dan tikus polinesia atau Rattus exulans (44,2%).

Setelah lahan itu ditanami padi, tikus sawah menjadi penguasa yang sangat dominan dengan populasi 90,2%, sedangkan rikus polinesia berkurang menjadi 7,6% dan tikus rumah hanya 2,2%. Kecenderungan juga berlaku di negara-negara penghasil beras di Asia Tenggara. Tikus sawah menjadi pengguni terbanyak sawah irigasi di Delta Sungai Mekong, Vietnam. Dari, 12 spesies tikus yang hidup di sana, 60%-nya adalah Rattus argentiventer.

Daya rusak tikus berperut keperakan sangat besar, dari padi disemai hingga menjelang dipanen. Pada pesemaian padi berumur dua hari, satu tikus mampu menggasak rata-rata 283 bibit padi dalam satu malam. Tikus juga mampu merusak rata-rata 79 batang padi anakan, 103 batang padi bunting, dan 12 batang padi bermalai saban malam.

Tikus sawah, menurut berbagai penelitian, paling gemar padi bunting. Kebutuhan perut tikus per hari seberat kurang lebih 10% dari bobot tubuhnya, tetapi daya rusak terhadap malai padi lima kali lipat ketimbang bobot malai padi yang diempat hewan pengerat itu.

Di Sleman, tikus sangat memengaruhi produktivitas padi. Data di Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Sleman, menunjukkan produksi beras turun dari 202.287 ton pada 2016 menjadi 181.363 ton pada 2017. Luas panen juga berkurang dari 52.155 hektare menjadi 50.392 hektare.

Sumarno, Kepala Seksi Bina Produksi Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman, mengatakan faktor utama merosotnya produksi beras dan luas panen padi adalah serangan hama tikus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya