SOLOPOS.COM - Seorang pengunjung sedang bersantai di pantai Trisik, kapanewon Galur, Kulonprogo, pada Jumat (17/9/2021). (Harian Jogja/Hafit Yudi Suprobo)

Solopos.com, KULONPROGO — Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulonprogo memiliki delapan unit early warning system (EWS) atau sistem peringatan dini bencana yang tersebar di sejumlah pantai. Sayangnya, dari jumlah yang terbatas tersebut, hanya satu yang kondisinya baik. Tujuh lainnya rusak.

Jika tak diperbaiki, akan sulit melakukan pencegahan dampak kerusakan jika sewaktu-waktu bencana lama berupa tsunami datang. BPBD Kulonprogo telah melaporkan kondisi itu kepada Pemprov DIY.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Kulonprogo, Joko Satyo Agus Nahrowi, mengatakan kerusakan EWS itu mulai dari kerusakan tingkat sedang hingga berat. Jawatannya sudah memberitahukan ihwal tersebut ke Pemda DIY.

“Dari delapan buah EWS milik BPBD hasil dari hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kondisinya saat ini rusak sedang hingga berat. Sedangkan, satu EWS milik BMKG dalam kondisi yang baik,” kata Joko Satyo, Jumat (17/9/2021).

Baca Juga: Soloraya Ikut Bergetar Jika Gempa Megathrust & Tsunami Terjadi di Pesisir Selatan Jawa

BPBD Kulonprogo telah mengusulkan upaya perbaikan ke Bappeda provinsi terkait dengan upaya perbaikan EWS pantai selatan di wilayah Kulonprogo. Usulan tersebut juga telah dikawal oleh BPBD DIY.

“Mudah-mudahan di 2022 nantinya bisa diperbaiki ya. Perbaikan di tahun 2019 dan 2020 kan sudah jelas ya [tak bisa dilakukan] karena ada refocusing dikarenakan pandemi Covid-19. Kegiatan banyak ya dialihkan soal pendanaannya. Apalagi yang baru sebatas usulan, program yang sudah berjalan saja banyak yang dihapus,” ujar Joko.

Lebih lanjut, upaya sosialisasi menjadi solusi yang dilakukan oleh Joko dan jawatannya. Setiap ada agenda yang mengambil tempat di pesisir selatan, BPBD Kulonprogo tak henti-hentinya mengimbau masyarakat akan bahaya potensi tsunami.

“Setiap kesempatan kami selalu mengimbau dan menyosialisasikan kepada masyarakat di pesisir pantai agar selalu waspada terhadap potensi bahaya tsunami. Jadi kalau ada gempa besar masyarakat segera menjauhi pantai,” imbuh Joko.

Baca Juga: Pakar ITB: Potensi Tsunami 20 Meter & Megathrust di Selatan Jawa Juga Ancam Jakarta

Tanam Cemara

Ancaman gempa bumi megathrust di pesisir selatan DIY menjadi perhatian serius BPBD DIY. Upaya antisipasi gempa bumi dahsyat yang berpotensi memunculkan tsunami telah dilaksanakan BPBD DIY dengan penanaman pohon cemara di beberapa titik serta pengecekan early warning system secara berkala.

Kepala Pelaksana BPBD DIY Biwara Yuswatana mengatakan pengurangan resiko bencana di kawasan pantai selatan DIY terhadap ancaman gempa megathrust yang berpotensi memunculkan tsunami sudah dilakukan oleh jawatannya sebelum masa pandemi Covid-19.

“Akan tetapi, karena ada pandemi Covid-19, akhirnya baru sebatas rencana aksi. Di dalam rencana aksi sudah terpetakan tanggung jawab masing-masing instansi ketika bencana gempa bumi disertai tsunami terjadi. Baik itu BNPB, BPBD DIY, dan BPBD Kabupaten terkait dengan mitigasi bencana di pantai selatan,” kata Biwara pada Selasa (8/6/2021).

Upaya antisipasi gempa bumi megathrust dan potensi tsunami sudah dilakukan oleh BPBD DIY sejak jauh hari. Di antaranya, penanaman pohon cemara di wilayah sebelah Bandara Yogyakarta International Airport (YIA). Pohon cemara ditanam bukan tanpa alasan. Tujuannya, untuk mengurangi energi dari tsunami apabila terjadi.

Baca Juga: Potensi Tsunami di Selatan Jawa: UGM Jogja Punya Peramal Canggih, Bisa Deteksi Gempa Sejak H-3

“Termasuk juga pembentukan Kalurahan Tangguh Bencana di sepanjang pesisir pantai selatan. Kita sudah melakukan action ya, simulasi juga sudah beberapa kali dilakukan di sejumlah kabupaten yang terdapat pesisir pantai selatannya ya,” kata Biwara.

Manajemen Mitigasi

Sementara itu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebelumnya meminta warga di pesisir pantai selatan Kulonprogo senantiasa menyiapkan manajemen mitigasi serta kontijensi ancaman bencana tsunami dan gempa bumi.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan upaya mitigasi tidak hanya dilakukan oleh warga. Akan tetapi, pemerintah kabupaten Kulonprogo melalui badan penanggulangan bencana daerah senantiasa meningkatkan kewaspadaan.

“Masyarakat pesisir perlu mengetahui betul risiko yang akan dihadapi di wilayah tersebut. Ancaman gempa bumi megathrust yang diprediksi memicu tsunami bisa saja terjadi tanpa bisa diprediksi,” ujar Dwikorita di sela-sela kegiatan Sekolah Lapang Geofisika yang dilaksanakan oleh Stasiun Geofisika Kelas I Sleman di Kantor Kalurahan Glagah, Kapanewon Temon, pada Selasa (16/3/2021).

Baca Juga: Berpotensi Disapu Tsunami 29 Meter, Wonogiri Siap?

Maka dari itu, kata Dwikorita, diperlukan manajemen, kontinjensi dan persiapan yang matang. Mumpung gempa bumi dan tsunami belum terjadi, maka masyarakat harus selalu berlatih bagaimana cara menghadapi bencana.

Imbauan dari BMKG tersebut bukan tanpa alasan. Bencana gempa bumi disertai tsunami diprediksi bakal melanda Kulonprogo. Setidaknya, air laut setinggi sembilan meter diprediksi bakal merendam kawasan pesisir Kulonprogo bila gempa bumi megathrust dengan kekuatan maksimal 8,8 magnitudo terjadi.

Tsunami, lanjut Dwikorita, bakal menyusul dengan jarak 26 menit pasca gempa. Ketika gempa terjadi, sirine tsunami akan dibunyikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat empat menit kemudian.

“Warga masih memiliki waktu 22 menit untuk melakukan evakuasi sebelum tsunami melanda. Tentunya, menuju dataran yang lebih tinggi dan mudah diakses dari titik mana saja di wilayah pesisir. Tapi lebih ideal kalau separuh dari 22 menit itu masyarakat sudah dievakuasi semua dan dinyatakan aman,” kata mantan rektor UGM ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya