SOLOPOS.COM - Ana Wardanah (tengah) dan Yashinta Islaryanti (kiri) menunjukkan kain bermotif wayang yang akan masuk tahap pewarnaan, Jumat (6/1/2017). (Bernadheta Dian Saraswati/JIBI/Harian Jogja)

UKM Jogja di Tamansari berbisnis sekaligus lestarikan budaya

Harianjogja.com, JOGJA — Madi Lukis Batik adalah usaha kerajinan lukis batik yang sudah lahir sejak 1980-an. Awalnya, usaha ini dirintis oleh Praptodiwiryo di derah Tamansari. Setelah itu, usaha ini  dilanjutkan oleh anak-anaknya, dua di antaranya adalah anak keduanya Ana Wardanah, 50 dan anak ke-8 Yashinta Islaryanti, 39.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ditemui di rumahnya Kampung Dukuh RT 63, RW 13 Gedongkiwo, Mantrijeron, Jogja, Ana mengatakan sejak awal ia ingin fokus untuk mengangkat motif pewayangan karena tokoh-tokoh dalam lakon pewayangan erat kaitannya dengan budaya Jawa.

“Saya itu suka melestarikan budaya. Saya terinspirasi juga simbah-simbah dulu bisa membatik wayang dengan bagus padahal dari sisi pendidikan juga kurang,” katanya, Jumat (6/1/2017). Dari situlah niat untuk melestarikan gambar wayang muncul.

Ana juga mengatakan, peminat gambar wayang justru datang dari wisatawan mancanegara. Sebab, berbicara tentang Jogja, wayang menjadi icon yang melekat untuk kota gudeg ini.

Lukis batik ia torehkan dalam lembar kain katun. Hasil akhirnya bisa digunakan untuk hiasan dinding dan juga sarung bantal. Ia memproduksi dalam beberapa ukuran, mulai ukuran mini 30×30 cm, 1/4, medium, 3/4, long, sampai 1,5 meter. Paling murah ia jual dengan harga Rp6.000-Rp50.000 per lembar tanpa diprada dan Rp10.000-Rp100.000 setelah diprada. Selain itu, Madi Lukis Batik juga memproduksi kain jarit yang kemudian dijual di beberapa galeri batik di Jogja, salah satunya Hamzah Batik di Jl. Malioboro.

Sinta menambahkan, untuk satu kain  hanya dipatok keuntungan maksimal 30%. Ia mengatakan, untung yang diperolehnya cukup mepet jika mempertimbangkan proses produksi dan unsur estetikanya. Keuntungan yang diperoleh jauh lebih kecil dibandingkan keuntungan yang diperoleh pengepul.

Sinta mengatakan, produk yang diciptakan memang masih dalam bentuk setengah jadi yaitu dalam bentuk lembaran. Kumpulan kain yang telah dilukis batik itupun dibeli oleh pengepul untuk kemudian diolah dan dikemas lagi menjadi lebih menarik. Jika Madi Lukis Batik menjual hanya Rp50.000 kepada pengepul, pengepul bisa menjualnya sampai Rp300.000 setelah kain tersebut difinishing menjadi hiasan dinding berpigura.

Ketimpangan pendapatan antara perajin dengan pengepul cukup tinggi. Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah untuk ikut mengatur penentuan harga jual agar perajin dan pengepul mendapatkan keuntungan yang seimbang.

Meski sebagian besar barang yang diproduksi dibeli oleh pengepul, tetapi ia juga pernah menerima pembelian langsung dari konsumen. Tetapi, harga yang dipatok disesuaikan dengan harga pengepul.
“Karena kalau kita pasang harga murah seperti kita jual pada pengepul, kita yang kena marah sama pengepul nanti,” katanya.

Dalam sebulan, Madi Lukis Batik bisa memproduksi 200 potong kain lukis batik dan 20 kain jarit. Tak jarang, Ana dan Shinta menerima pesanan dari Kraton dan Pakualam. Madi Lukis Batik menghadirkan beragam batik dengan beragam warna. Selain produksi, Madi Lukis Batik juga menerima pelatihan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya