SOLOPOS.COM - Pemimpin ujian terbuka sekaligus Pembantu Rektor V Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Suryasatriya Trihandaru (kanan), memindahkan tali kuncir kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat, sebagai tanda kelulusan dalam ujian terbuka disertasinya berjudul Transformasi Pariwisata NTT (Inclusive, local-resources based, and sustainable) di Gedung Balairung UKSW, Salatiga, Jumat (22/10/2021). (Istimewa/Dok. UKSW)

Solopos.com, SALATIGA–Partisipasi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam pembangunan pariwisata yang berkelanjutan harus terus diperkuat. Hal ini membutuhkan peran pemerintah, lembaga masyarakat sipil, perguruan tinggi, dan stakeholder lainnya yang dipayungi oleh kebijakan publik guna mewujudkan kemandirian masyarakat.

Hal itu terungkap dalam disertasi bertajuk Transformasi Pariwisata NTT (Inclusive, local-resources based, and sustainable) yang dibuat oleh mahasiswa doktoral Program Studi Pembangunan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Viktor Bungtilu Laiskodat.

Viktor yang juga menjabat Gubernur NTT itu membuat disertasi berangkat dari dari sebuah permasalahan mengapa masyarakat NTT masih miskin padahal wilayah itu kaya sumber daya alam. Viktor mencontohkan sebuah desa di kaki Gunung Kelimutu selama ini hidup dari hasil pertanian konvensional.

Baca Juga: Boyolali Kirim 5 Atlet ke Peparnas Papua XVI

Namun, berkat pendampingan dari CSO, masyarakat setempat kini bisa menerima kunjungan wisatawan dari luar. Masyarakat setempat bahkan menjamu para tamunya dengan makanan yang higienis dan menjadikan pertanian mereka sebagai destinasi wisata.

“Dengan agrotourism itu mereka punya pengalaman sendiri untuk panen, memasak, dan menikmati hasil panen dan masakan dari kebun yang tentunya memberikan pengalaman menarik bagi bagi wisatawan,” kata Viktor, dalam sidang terbuka disertasinya di Gedung Balairung UKSW Salatiga, Jumat (22/10/2021).

Selain itu, ada pula masyarakat adat Wae Rebo di NTT yang menjadi daya tarik wisatawan lantaran atraksi budayanya. Padahal, untuk mencapai lokasi ini dibutuhkan perjalanan 2-5 jam. Keberhasilan masyarakat Wae Rebo mengembangkan pariwisatanya tak lepas dari pendampingan CSO dan pemerintah.

Baca Juga: Hindari Bank Plecit, Ribuan Pedagang di Wonogiri Selamat dari Rentenir

“Itulah mengapa kelembagaan perlu didesain dalam rangka menjawab masalah masyarakat agar telibat aktif bukan hanya menonton,” tutur dia.

Pendekatan kelembagaan ini juga dibutuhkan dalam pengembangan supply chain komoditas penunjang pariwisata NTT. Sebagai contoh, daging sapi kualitas terbaik masih didatangkan dari luar NTT. Maka, masyarakat perlu didorong mengembangkan daging sapi berkualitas terbaik.

Dengan memotong rantai pasok daging premium, menurut Viktor, sama dengan dengan memotong rantai kemiskinan. Usaha ini otomatis memerlukan dukungan ketersediaan pakan ternak, bahan pakan, dan lainnya.

Baca Juga: Solar Dibatasi, Antrean Panjang di SPBU di Wonogiri Tak Terelakkan

“NTT masih impor pakan ternak setahun Rp1 triliun lebih. Ini berat. Maka perlu didorong agar pabrik pakan ternak dibangun di NTT. Bahan bakunya jagung 80 persen ada di NTT. Lalu, mengerahkan petani yang dulunya tanam untuk kebutuhan rumah tangga, sekarang menjadi kebutuhan pakan ternak. Butuh perubahan pola pikir tentang tanam jagung sebagai bisnis. Jadi yang semula tanam 1 hektare, menjadi 5 hektare,” terang Gubernur Viktor.

Untuk mengubah pola pikir ini bisa dilakukan melalui sistem pendidikan. Masayarakat dan para pimpinan di daerah harus memiliki kemampuan berpikir kritis. Hal inilah yang diperlukan dalam mendesai pariwisata di NTT yang inklusif dan berkelanjutan.

Sebab, pariwisata sangat erat berhubungan dengan konservasi dan lingkunagn. Ia mencontohkan saat orang berlomba melihat atraksi alam, orang akan terdorong menjaga kelestarian alamnya. Dalam contoh lain, untuk menjaga daya tarik komodo, maka komodo harus dijaga dan dilestarikan agar jangan punah dan kehilangan daya tariknya.

Baca Juga: Terekam Kamera CCTV, 4 Pria Bobol Kotak Infak Masjid di Daleman Klaten

Dalam pengembangan pariwisata di kawasan itu, Gubernur Viktor hanya membikin satu pulau yakni Rinca yang bisa dikunjungi wisatawan. Sedangkan, Pulau Komodo diberikan akses secara selektif dengan harga yang mahal yakni 1.000 dolar per orang.

“Kami batasi agar ada anggaran cukup untuk riset. Masyarakat di Desa Komodo diberdayakan menjaga kebersihan komodo, lingkungan, ketersediaan makanan komodo, dan lainnya. Kalau itu didesain dengan benar ada aspek ekonomi, budaya, lingkungan yang dipayungi kebijakan publik yang kuat,” terang Viktor.

 

IPK 3,92

Disertasi itu mengantarkan Viktor meraih gelar Doktor Program Studi Pembangunan dari UKSW. Ia lulus dengan nilai IPK 3,92. Dekan Fakultas Interdisiplin UKSW, Titi Susilowati Prabowo, mengapresiasi disertasi milik Viktor. Selain itu, Viktor memiliki posisi yang strategis yakni sebagai intelektual sekaligus birokrat. Hal ini mendorong setiap kebijakan publik yang diambilnya berdasarkan evidence based khususnya dalam pengembangan pariwisata di NTT.

Baca Juga: Awas! Ada 11 Lokasi Rawan Lakalantas di Jl. Solo-Jogja Klaten

Namun, yang menjadi tantangan berikutnya adalah bagaimana membangun SDM yang memiliki jiwa entrepreneur. Sebab, sumber daya alam yang kuat harus diimbangi dengan SDM yang inovatif dan berjiwa entrepreneur. Sedangkan, di NTT, mindset masyarakat masih berorientasi pada menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

“Butuh agen perubahan untuk mendorong agar bisa terjadi di NTT. Ini butuh pendampingan dan harus dilakukan oleh lembaga seperti LSM, perguruan tinggi, dan lainnya. Model ini juga bisa direplikasi ke wilayah tertinggal lainnya di Indonesia timur misalnya Morotai, Papua. Namun, harus dengan penyesuaian mengikuti karakteristik lokal yang ada,” kata Titi.

Rekomendasi
Berita Lainnya