SOLOPOS.COM - Museum Intro Kotagede Jogja. (Harianjogja.com)

Solopos.com, JOGJA Suku Kalang atau yang dikenal sebagai wong kalang adalah sekelompok orang yang hidup berkelompok serta nomaden. Mereka diperkirakan sudah mendiami pulau Jawa pada zaman megalitikum atau sebelum masuknya agama Hindu dan Budha. Berkat Wong Kalang, Kotagede Jogja kini dikenal sebagai sentra kerajinan perak.

Berdasarkan pantauan Solopos.com di kanal Youtube Hayuningyokta, Kamis (11/11/2021), penamaan ‘Kalang’ sebenarnya berasal dari bahasa Kawi atau Bahasa Jawa kuno yang berbunyi ‘kepalang’ yang artinya terpisah atau terhalang. Mereka memisahkan diri dari masyarakat umum semenjak adanya migrasi besar-besaran ras Austronesia ke nusantara yang melahirkan suku-suku moderat saat ini, salah satunya adalah suku Jawa.

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Saat masa kerajaan Hindu-Budha runtuh pada abad ke-15 atau tepatnya tahun 1478, komunitas wong kalang yang sebelumnya menagsingkan diri pada masa Kerajaan Majapahit dikarenakan berbenturan dengan sistem kasta yang berlaku saat itu, mulai membaur dengan menyebar ke beberapa daerah, salah satunya di Yogyakarta yang saat itu dikuasai oleh Kerajaan Mataram Islam.

Baca Juga: 3 Versi Kisah Misteri Wong Kalang Keturunan Anjing

Wong Kalang & Perekonomian Mataram

Komunitas wong kalang masuk ke bumi Mataram pada abad ke-17 yang kala itu berada dibawah kepemimpinan Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma. Kedatangan mereka sempat ditolak oleh pengawal bumi Mataram, namun saat kedatangan wong kalang ini terdengar oleh Sultan Agung, akhirnya mereka diizinkan masuk ke bumi Mataram dan ditempatkan di hutan yang dikenal dengan sebutan alas mentaok yang sekarang dikenal dengan nama kawasan Kota Gede.

Ilustrasi kerajinan perak di Kota Gede
Ilustrasi kerajinan perak di Kota Gede (Instagram/@surya_silver_perak_jogja)

Karakter wong kalang yang giat bekerja akhirnya mengubah kawasan alas mentaok tersebut menjadi pemukiman modern yang saat ini dikenal dengan nama Kotagede. Saat itu, wong kalang dikenal ahli dalam kerajinan ukir kayu, emas, berlian dan perak. Banyak jasa-jasa ukir yang diinisiatif oleh wong kalang di kawasan tersebut akhirnya banyak dibuka lapangan kerja bagi masyarakat umum dan membantu perekonomian bumi Mataram, khususnya di Kotagede.

Pada awal abad ke-20, bidang pekerjaan wong kalang berkembang pesat, dari seni ukir merambah ke pegadaian. Hal ini membuat komunitas wong kalang terlihat menonjol dari segi perekonomian dibanding masyarakat umum. Banyak saudagar-saudagar kaya dari komunitas wong kalang yang muncul saat itu bahkan mereka membangun rumah-rumah yang mewah, memadukan kultur budaya Tionghoa, Jawa dan Belanda.

Baca Juga: Ritual Kalang Kobong, Tradisi Kematian Wong Kalang

Oleh sebab itu, jika berkunjung ke Yogyakarta dan menelusuri Jalan Tegal Gendhu, Kecamatan Kotagede, banyak ditemukan rumah-rumah mewah berjejeran dalam satu komplek jalan tersebut. Rumah-rumah itu dulunya dibangun oleh para saudagar kaya dari komunitas wong kalang. Saat kali pertama menginjakkan kaki di Kotagede, wong kalang dikenal memiliki interaksi yang baik dengan masyarakat umum.

rumah wong kalang
Rumah peninggalan Wong Kalang di Kotagede Jogja. (Starjogja.com)

Pembantaian Wong Kalang di Bumi Mataram  

Wong kalang banyak memberikan pelatihan-pelatihan bidang keahlihan, seperti bidang ukir hingga mengajari masyarakat umum tentang cara berdagang. Namun, karena watak wong kalang yang buruk, yaitu pemberian upah yang minim kepada pegawai, jarang bersedekah hingga menolak membayar pajak kepada pemerintah kolonial menyebabkan konflik antara masyarakat Jawa, pemerintah Hindia Belanda dengan komunitas wong kalang.

Ditambah banyak rumor yang disebar terkait wong kalang, dari anggapan sebagai keturunan binatang anjing dan kera karena memiliki ekor di bagian tulang ekornya hingga isu-isu rasial lainnya. Saat itu pemerintah Hindia Belanda dan masyarakat Jawa berbondong-bondong merampok dan merampas harta benda milik wong kalang. Bahkan banyak dari wong kalang yang dianiyaya hingga dibunuh.

Namun dari pembantaian itu tidak lantas menghilangkan keberadaan wong kalang. Sebab sejak menyebar ke berbagai daerah, salah satunya di Yogyakarta, wong kalang sudah membaur dengan masyarakat umum. Bahkan, sistem indogami yang dianut wong kalang, yaitu menikah dengan satu golongan juga ditinggalkan dan banyak dari wong kalang yang menikah dengan warga non kalang sehingga keberadaan mereka masih ada.

Baca Juga: Mitos Wong Kalang Manusia Berekor, Ini Kata Pakar Sejarah

Salah satu tokoh wong kalang yang masih ada sekarang adalah Pak T. Beliau lahir di Kota Gede, Yogyakarta dari pasangan wong kalang yang dikenal sebagai saudagar kaya. Pak te menceritakan bahwa wong kalang adalah golongan saudagar yang dulunya tinggal di hutan secara nomaden sehingga karakter liarnya masih ketara. Karena tinggal di hutan, wong kalang masih peduli dengan keadaan lingkungan sekitar serta satwa liar, seperti babi dan anjing

Selain rumah-rumah mewah dengan arsitektur dari tiga budaya, peninggalan wong kalang di Yogyakarta, khususnya kawasan Kotagede adalah dengan dikenalnya kawasan tersebut sebagai sentra perdagangan dan juga kerajinan ukir yang selalu menarik para wisatawan, baik domestik dan internasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya